Seorang anak menunjukkan sertifikat usai vaksin Covid-19 tahap pertama di Puskesmas Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (15/7/2021). | ANTARA FOTO/SENO

Opini

Bersama Melindungi Anak

Semua pihak harus bergandeng tangan melindungi anak.

RITA PRANAWATI, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Rumahku surgaku. Sebuah ungkapan indah, renungan agar kita menjadikan rumah bak surga. Surga yang dalam Alquran digambarkan sebagai tempat indah, mengalir sungai-sungai di bawahnya.

Persoalan hari ini, semua aktivitas kehidupan dilakukan di rumah. Pandemi Covid-19 memaksa semua orang tetap di rumah. Sebagian besar kegiatan dilakukan di rumah, mulai dari belajar hingga bekerja. Kondisi itu sering menimbulkan masalah.

Orang tua pekerja informal banyak kehilangan mata pencaharian. Kehilangan pekerjaan berimbas pada kehidupan anak. Anak kekurangan gizi dan nutrisi. Padahal dua hal itu penting dalam menjaga dan meningkatkan imun tubuh.

Anak juga kurang optimal belajar karena dukungan pengetahuan orang tua yang kurang serta keterbatasan peralatan yang dimiliki. Persoalan orang tua tanpa penghasilan karena kehilangan pekerjaan perlu dipikirkan agar tidak menjadi masalah serius.

 
Persoalan orang tua tanpa penghasilan karena kehilangan pekerjaan perlu dipikirkan agar tidak menjadi masalah serius.
 
 

Orang tua pekerja formal pun berhadapan dengan problem yang kompleks. Bayang-bayang PHK, kepadatan pekerjaan di kantor atau bekerja dari rumah, sekaligus mendampingi anak menjadi persoalan yang dialami sebagian orang tua.

Kondisi fisik, psikologis, dan ekonomi orang tua berefek domino kepada anak. Bagaimana pun, Covid-19 berdampak bagi setiap orang tua dan akhirnya anak terdampak. Perlindungan anak di masa pandemi sangat bertumpu pada keluarga.

Kesehatan anak

Awal pandemi, tak terdengar berapa anak terpapar Covid-19. Namun pada rentang triwulan kedua 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melansir paparan Covid-19 pada anak mencapai 12,5 persen atau satu  dari delapan anak terpapar Covid-19.

Selain karena komorbid pada anak, klaster keluarga menjadi penyebab anak tertular Covid-19. IDAI juga menyatakan, 3-5 persen anak dengan Covid-19 mengalami kematian dengan 50 persen kematian ada pada anak usia balita.

Kondisi ini perlu perhatian khusus keluarga. Keluarga harus patuh dan taat pada protokol kesehatan (prokes) 5M dan 1V (vaksin). Selain itu, orang tua harus benar-benar mengondisikan anak agar tetap di rumah kecuali alasan sangat mendesak.

Anak usia 12-18 tahun perlu didorong untuk vaksin Covid-19. Vaksinasi adalah upaya perlindungan diri sekaligus melindungi kelompok rentan yang tidak bisa vaksin, yaitu anak-anak usia 12 tahun ke bawah, ibu hamil, dan orang dengan komorbid.

 
Vaksinasi adalah upaya perlindungan diri sekaligus melindungi kelompok rentan yang tidak bisa vaksin, yaitu anak-anak usia 12 tahun ke bawah, ibu hamil, dan orang dengan komorbid.
 
 

Orang tua harus menjadi teladan menjaga prokes. Ketika pulang ke rumah, harus melakukan bersih diri dan tidak menyentuh anak. Jika ada anggota keluarga yang kurang enak badan, demam, dan batuk-pilek harus ada pemisahan aktivitas dan menjaga interaksi.

Ini untuk menghindari terjadinya klaster keluarga. Jika anak terpapar Covid-19, penanganannya lebih kompleks karena anak masih tergantung orang tua. Orang tua juga perlu mengutamakan gizi seimbang bagi anak agar imunitasnya terjaga.

Pengasuhan optimal

Tantangan orang tua mengasuh anak selama pandemi sangat kompleks. Selama pandemi, seluruh waktu anak-anak, termasuk belajar dalam pengasuhan dan pendampingan orang tua. Orang tua juga memiliki aktivitas bekerja baik di luar maupun dari rumah.

Orang tua harus menyadari, mereka pendamping utama dan tumpuan anak selama pandemi. Karena itu, komitmen, ketekunan, dan kesabaran orang tua menjadi kunci mendampingi anak-anak selama pandemi.

Survei KPAI menunjukkan, ibu dominan mendampingi anak baik belajar maupun nonbelajar. Beban ibu yang bertambah berat selama pandemi berdampak pada kondisi psikologisnya sekaligus berefek domino pada kerentanan anak mengalami kekerasan.

Karena itu, pengasuhan harus dilakukan bersama antara kedua orang tua, termasuk mendampingi belajar. Orang tua harus memberikan alternatif kegiatan kreatif anak, sehingga anak tidak hanya bermain gawai atau beraktivitas tidak produktif.

 
Beban ibu yang bertambah berat selama pandemi berdampak pada kondisi psikologisnya sekaligus berefek domino pada kerentanan anak mengalami kekerasan.
 
 

Berdasarkan survei KPAI, banyak anak menggunakan waktunya lebih banyak untuk tidur, main gim, nonton //Youtube// dan bermain medis sosial lainnya. Orang tua mesti membangun komitmen, membuat aturan, dan membersamai anak beraktivitas.

Peran masyarakat

Pada akhirnya, masyarakat harus membangun solidaritas sosial tetangga untuk melindungi anak. Rumah memang menjadi benteng terakhir menyelamatkan anak tetapi saat ini semua pihak harus bergandeng tangan melindungi anak.

Rumah pun perlu menjadi persemaian luhur mewujudkan keadilan sosial, yaitu dengan saling menyapa antarrumah. Menanyakan kabar antartetangga, memberi makan, dan mengulurkan bantuan jika mereka membutuhkan. Termasuk menjaga anak di sekitarnya.

Rasulullah SAW bersabda ”Demi Allah, tidaklah beriman. Demi Allah, tidaklah beriman, tidaklah beriman!” “Siapa, wahai Rasul?” Tanya sahabat. “Dia yang tidak memberi rasa aman bagi tetangganya dari gangguannya” (HR Bukhari dan Muslim).

Akhirnya, orang tua harus menjaga kesehatan dan mengasuh anak sebaik-baiknya. Masyarakat perlu bergandengan membangun solidaritas melindungi anak baik terpapar maupun terdampak Covid-19. Karena sejatinya mengasuh anak butuh orang sekampung. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat