IKHWANUL KIRAM MASHURI | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un

Dalam kondisi Covid-19, semangat berkurban untuk membantu sesama sangat dibutuhkan.

Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI

OLEH IKHWANUL KIRAM MASHURI

Hampir setiap hari di grup WhatsApp (WA) saya, ada saja yang mengabarkan teman meninggal dunia, bapak, ibu, saudara, atau kerabat dekatnya.  

Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Ucapan ini potongan dari ayat Alquran, surah al-Baqarah, ayat 156: Alladzina idha ashabathum mushibah, qaaluu inna lillah wa inna ilaihi raji’uan, (yaitu) orang- orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami berpulang."

WA mengenai kematian seorang teman, bapak atau ibu teman, istri atau suami teman, atau kerabat teman biasanya dibalas anggota grup dengan ucapan serupa, yang disertai ucapan turut berdukacita. Juga diiringi doa-doa.

Inti dari doa-doa itu, semoga almarhum atau almarhumah husnul khatimah (berakhir baik), diampuni segala dosanya, diterima semua amal baiknya, dan yang ditinggalkannya diberi ketabahan atau kesabaran. Dan, diakhiri kata ‘Amin’.

Di ponsel saya, ada lebih 25-an grup WA. Ada grup teman sekolah dan kuliah dulu. Ada yang umum, didasarkan sesama tahun angkatan, ada grup yang menerjuni profesi sama, teman sekantor, pernah sekantor, lintas agama, warga satu RT, pengurus masjid.  

 
Namun, saat Covid-19 mewabah dan banyak teman, saudara, kenalan meninggal dunia, saya agak rajin membaca grup WA
 
 

Juga ada grup teman-teman luar negeri. Yang ini karena sering bertemu di seminar atau forum internasional, lalu kita sepakat bikin grup diskusi. Terakhir, grup keluarga. Ini pun masih dibagi-bagi. Ada grup keluarga inti —saya, istri, anak-anak, dan menantu.

Intinya, dengan alasan tertentu, satu kelompok dengan mudah membuat grup WA. Bahkan, beberapa kali nama saya tiba-tiba dimasukkan dalam grup WA baru, tanpa sepengetahuan atau izin saya. Karena itu, di grup WA tadi ada yang saya aktif atau pasif.

Namun, saat Covid-19 mewabah dan banyak teman, saudara, kenalan meninggal dunia, saya agak rajin membaca grup WA. Tidak semua saya ikut menuliskan ucapan belasungkawa. Namun, dalam hati saya berdoa mengiringi kematian almarhum atau almarhumah tadi.

Berita kematian juga disampaikan lewat pelantang masjid atau mushala. Bahkan, di jalan pun ketika mengendarai mobil, dari kejauhan sering terdengar sirene mobil ambulans meminta jalan, membawa jenazah atau pasien ke RS. Dalam hati saya pun berdoa.

Kata seorang teman, wabah Covid-19 berikut varian barunya sudah seperti arisan. Kita tinggal menunggu giliran kapan terpapar, kecuali mungkin, semoga kita dijauhkan dari wabah ini, bagi mereka yang benar-benar mengikuti protokol kesehatan.

Karena itu, maafkan saya bila tidak bertakziyah atau ikut mengantarkan jenazah keluarga, teman, dan tetangga, yang mendahului kita berpulang ke Rahmatullah.

Hingga Sabtu (17/7), Covid-19 di negara kita masih mengganas. Jumlah kasus hariannya mencapai 51.952. Adapun jumlah kematian harian tercatat 1.092. Angka ini sudah menurun dibandingkan dua hari sebelumnya yang mencapai rekor 56.757.

 
Bebagai pihak pun kalut. Pemerintah dan masyarakat sama-sama panik. Covid-19 telah menguras energi kita, baik psikis maupun fisik. Juga keuangan.
 
 

Jumlah kematian mencapai 982 orang. Angka-angka ini termasuk tertinggi di dunia. Bebagai pihak pun kalut. Pemerintah dan masyarakat sama-sama panik. Covid-19 telah menguras energi kita, baik psikis maupun fisik. Juga keuangan.

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terpaksa meminta maaf karena belum optimalnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Total positif korona secara kumulatif sejak Maret 2020 hingga Sabtu lalu, berjumlah 2.615.529 dan kasus sembuh kumulatif sebanyak 2.139.601. Adapun jumlah yang tercatat meninggal akibat Covid-19 sampai Selasa (13/7) mencapai 68.219 orang.

Covid-19 menyebar di Indonesia sejak 20 Maret 2020. Ini berarti saat besok kita shalat Idul Adha, sebaliknya  di rumah masing-masing. Kita sudah dua kali Hari Raya Idul Fitri dan dua kali Hari Raya Idul Adha dalam keadaan prihatin.

Penyembelihan hewan kurban pun tampaknya sangat menurun, entah karena masyarakat sedang mengalami krisis ekonomi atau untuk menghindari kerumunan.

Namun, yang perlu dicatat, semangat berkurban seharusnya tidak boleh berkurang apalagi berhenti. Dalam kondisi Covid-19 berikut varian barunya lebih ganas, semangat berkurban untuk membantu sesama itu justru sangat dibutuhkan.

 
Dalam kondisi Covid-19 berikut varian barunya lebih ganas, semangat berkurban untuk membantu sesama itu justru sangat dibutuhkan.
 
 

Penanganan wabah Covid-19 berikut dampaknya adalah tanggung jawab bersama. Ya pemerintah, ya masyarakat. Banyak contoh baik dilakukan masyarakat selama ini. Ada yang membuka dapur umum dan mengantarkan makanan kepada mereka yang membutuhkan.

Ada sekelompok dokter membuka konsultasi gratis bagi warga yang sedang isolasi mandiri. Ada yang menyediakan ambulans gratis, ada pula yang membantu obat-obatan. Bahkan di tingkat RT, ada yang mengumpulkan dana sukarela untuk warga terkena Covid-19.

Barangkali juga kita bisa mencontoh apa yang terjadi di Malaysia ketika warga yang tidak mampu mengibarkan bendera putih di depan rumah, pertanda mereka sangat membutuhkan bantuan para dermawan. Jangan sampai ada warga kelaparan luput dari bantuan.

Selamat Hari Raya Idul Adha, mari semangat berkurban kita kobarkan untuk membangun semangat gotong royong dan saling membantu. Paling penting, mari kita menjaga diri dan keluarga dari tertular dan menularkan Covid-19.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat