Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Zakat dengan Membebaskan Utang

Apakah boleh membayar zakat dengan cara menggugurkan kewajiban debitur yang kesulitan bayar?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Apakah boleh membayar zakat dengan cara menggugurkan kewajiban debitur yang kesulitan bayar? Utang debitur menjadi lunas dan si kreditur dianggap sudah membayar zakat sejumlah nominal utang tersebut. Mohon penjelasannya, Ustaz! -- Ardi, Bandung

Wa’alaikumussalam Wr Wb.

Misalnya, si A sebagai kreditur punya piutang Rp 10 juta kepada si B (debitur). Pada saat jatuh tempo pelunasan, si B sebagai debitur itu kesulitan bayar karena uzur syar’i.

Misalnya, karena di-PHK oleh perusahaan imbas pandemi Covid-19. Kemudian, si kreditur mengatakan kepada debitur tersebut, “Kewajiban Bapak kepada saya itu terlunasi dari dana zakat saya kepada Bapak”.

Para ulama berbeda pendapat antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan. Perbedaan pendapat tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’.

Apabila seseorang memiliki piutang terhadap seorang debitur yang gagal bayar karena kesulitan keuangan (mu’sir), selanjutnya ia ingin membebaskan utang debitur dan menjadikan itu bagian dari zakatnya. Seperti ungkapan kreditur kepada debitur tersebut; ‘Saya jadikan itu sebagai zakat saya’.

Maka, dalam Mazhab Syafi’i ada dua pendapat, pendapat yang lebih unggul zakat tersebut tidak sah. Pendapat ini juga adalah pendapat Mazhab Abu Hanifah dan Ahmad. Karena, zakat ada dalam kewajibannya yang tidak gugur kecuali dana tersebut diserahterimakan (qabdh).

Pendapat kedua, sah menurut Hasan al-Bashri dan ‘Atho. Karena saat ia menyerahkan dana tersebut kepadanya, kemudian mengambil kembali itu juga boleh. Begitu pula jika dana tersebut tidak diserahterimakan. Seperti halnya ia memiliki beberapa dirham sebagai titipan dan diserahkan kepada orang lain sebagai zakat, maka itu juga sah baik diterima fisiknya ataupun tidak”.

Jika kita telaah perbedaan pendapat ahli fikih tersebut, bisa disimpulkan bahwa sumber perbedaan tersebut adalah perbedaan pendapat mereka seputar syarat serah terima (iqbadh/tamlik).

Maksudnya, para ahli fikih yang tidak membolehkan membebaskan utang sebagai bagian dari zakat karena tidak ada fisik uang yang diserahterimakan. Sedangkan, mereka yang membolehkan karena tidak mensyaratkan serah terima sebagai syarat penyerahan zakat atau sedekah.

Ibnu Hazm (al-Muhalla, 3/105) termasuk yang berpendapat membolehkan berdasarkan hadis, “Dari Abu Said al-Khudry RA, ia berkata, pada zaman Rasulullah SAW ada seseorang terkena musibah (buah-buahan yang dibelinya membusuk) dan utangnya menumpuk serta bangkrut. Rasulullah SAW bersabda, “Bersedekahlah kepadanya”. Kemudian, orang-orang bersedekah kepadanya, tetapi belum cukup melunasi utangnya. Maka, Rasulullah SAW bersabda kepada para krediturnya, “Ambillah apa yang kalian dapatkan karena hanya itulah milik kalian.” (HR Muslim).

Al-Qardhawi menambahkan bahwa zakat/sedekah kreditur kepada debitur dengan membebaskan utangnya itu sah walaupun tidak ada serah terima (iqbadh/tamlik). Karena, standarnya setiap aktivitas, termasuk berzakat, itu sesuai dengan motif dan nilainya, bukan formalitasnya.

Selama si debitur itu ada uzur syar’i untuk menunaikannya sehingga termasuk kategori gharimin (Fiqh az-Zakah, al-Qardhawi, 2/875).

Para ulama menegaskan, kriteria gharimin yang berhak mendapatkan zakat adalah (a) mempunyai kebutuhan dan tidak memiliki harta yang dapat melunasi utang-utangnya. (b) Utang dalam kebaikan/taat, bukan dalam maksiat. (c) Utang jatuh tempo. (al-Majmu’ 6/207).

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penulis berkesimpulan bahwa memilih pendapat yang membolehkan itu lebih bermanfaat, terutama bagi mereka yang membutuhkan dan kesulitan untuk melunasi utangnya kepada pihak lain dengan syarat memenuhi kriteria gharimin.

Begitu pula memudahkan para donatur yang ingin berdonasi dengan cara membebaskan kewajiban debitur kepadanya.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat