Petugas gabungan dari TNI, Polri dan Dinas Perhubungan melakukan pemeriksaan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau surat tugas pengemudi yang akan melintas di Tol Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (15/7). Sebanyak sembilan titik penyekatan | Republika/Thoudy Badai

Jakarta

Pengajuan STRP di Jakarta Capai 1,2 Juta

Dalam sehari terdapat 67.177 pengajuan STRP.

JAKARTA – Pekerja yang mengajukan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) di Ibu Kota mencapai 1,2 juta permohonan. Pengajuan secara daring dilakukan oleh perusahaan secara kolektif.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta, Benni Aguscandra, mengatakan, permohonan STRP terkumpul sejak Senin (5/7) hingga Rabu (14/7) sekitar pukul pukul 08.00 WIB.

“Total 1.206.098 permohonan STRP untuk pekerja yang diajukan oleh perusahaan, dengan 794.476 STRP pekerja diterbitkan, 408.685 permohonan STRP ditolak, dan 2.937 permohonan STRP untuk pekerja masih dalam proses,” kata Benni di Jakarta, Rabu.

Lonjakan permohonan STRP sempat terjadi pada Selasa (13/7). Benni mencatat, dalam sehari terdapat sebanyak 67.177 pengajuan STRP. Angka itu melonjak drastis dibandingkan rata-rata pengajuan harian sebelumnya.

“Selasa terjadi lonjakan permohonan delapan kali lipat dari biasanya. Namun demikian, kami bisa mengatasi lonjakan tersebut dengan telah menyelesaikan 98 persen permohonan STRP yang diajukan,” ujar Benni.

Dia menuturkan, terdapat lima sektor usaha terbanyak yang mengajukan permohonan STRP. Perusahaan itu meliputi sektor keuangan dan perbankan 15.074 pengajuan, sektor makanan, minuman, dan penunjangnya 11.916 pengajuan, serta sektor kesehatan 10.588 pengajuan. Berikutnya, sektor logistik, transportasi, dan distribusi, serta sektor teknologi informasi dan komunikasi total 9.450 pengajuan,

“Rekapitulasi data perusahaan yang mengajukan STRP akan ditembuskan atau disampaikan secara berkala ke dinas teknis terkait untuk dilakukan pengendalian dan pengawasan PPKM Darurat Covid-19 di Jakarta,” jelas Benni.

Selain itu, sambung dia, STRP bagi perorangan dengan kategori perjalanan kebutuhan mendesak mencapai 1.521 pengajuan. Adapun permohonan yang paling banyak diajukan adalah kunjungan duka keluarga sebanyak 680 pengajuan. 

Ojek online

Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan saat ini pengemudi ojek online (ojol) harus memiliki Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Hal tersebut sesuai  dalam Surat Edaran Nomor 43 tahun 2021 yaitu yang masih diizinkan melakukan perjalanan menggunakan transportasi darat baik umum dan pribadi serta penyebrangan di wilayah aglomerasi yaitu sektor esensial dan kritikal. 

“Khususnya pengemudi ojol, sifatnya nanti STRP nya dibuat massal,” kata Budi dalam konferensi video, Rabu (15/7). 

STRP tersebut akan dibuat secara kolektif oleh masing-masing aplikator. Budi menuturkan, Kadishub tidak akan menerbitkan STRP bagi pengemudi ojek online secara individu. 

Budi menambahkan, penumpang ojek online di wilayah aglomerasi juga harus sesuai dengan ketentuan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat saat ini. Dia mengatakan, penumpang ojek daring hanya yang memiliki kepentingan di sektor esensial dan kritikal. 

“Penumpang ojek online juga gitu harus memiliki STRP dan hanya yang bekerja di sektor esensial dan kritikal,” tutur Budi. 

Warga tanpa STRP

Warga masih bisa pergi dari Kota Tua (Jakarta Barat) ke Tanjung Priok (Jakarta Utara) tanpa membawa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) meski ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Banyaknya lokasi penyekatan tidak menghalangi seseorang karyawan bernama Lina (38), meski ia akhirnya diberi tahu petugas loket PT TransJakarta kalau aturan tersebut sudah berlaku di halte Bus Rapid Transit, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Pekerjaan saya sebagai petugas kebersihan, cuma saya kan baru tahu (aturan) ini. Baru lihat ini," ujar Lina.

Lina berangkat ke Tanjung Priok dari Kota Tua menggunakan angkutan kota nomor M15 tanpa membawa STRP. Selama ini memang belum pernah meminta STRP ataupun surat tugas tersebut dari perusahaan tempatnya bekerja. "Jadinya ribet banget kayaknya harus ada surat itu ya. Tadi saya naik angkot M15, sekarang mau lanjut pakai TransJakarta, sekalian mengisi kartu. Eh tahunya enggak boleh," kata Lina.

Dia akan meminta STRP tersebut dari perusahaan tempatnya bekerja. Karena tanpa itu, dia sulit bepergian menggunakan TransJakarta lagi. "Ya mau enggak mau. Biar gampang saja pulang begitu. Pakai TJ kan langsung saja, kalau angkot turun lagi, nyambung lagi. Kalau ini kan enggak berhenti-berhenti," kata Lina.

Masih di lokasi yang sama, seorang pedagang keliling berinisial ES (50) alias Empuh gagal pulang ke rumah dengan TransJakarta karena hanya membawa surat pengantar RT/RW dan surat keterangan vaksinasi saja.Petugas loket TransJakarta di Halte BRT Tanjung Prioktidak membolehkan ES melakukan "tap in"di pintu masuk tanpa menunjukkan STRP untuk menaiki bus TransJakarta di masa PPKM Darurat.Lantaran tak bisa menunjukkan dokumen tersebut, Empuh bingung saat mau pulang.

Padahal, Empuh mengatakan tadi pagi masih bisa naik TransJakarta dari Halte Jembatan Besi dengan surat vaksinasi dan surat pengantar RT yang dibawanya. "Saya tunjukkan surat vaksin sama keterangan pengantar RT/RW tadi pagi bisa naik ini dari (halte) Jembatan Besi (Tambora, Jakarta Barat)," katanya.

Sebelum naik TransJakarta, calon penumpang disetop petugas di dekat loket dan diminta menunjukkan STRP. Mereka yang bisa menunjukkan STRP langsung dipersilakan masuk menuju peron, sementara yang tidak punya STRP dilarang menaiki BRT.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat