Ilustrasi para teknisi ponsel. | IRFAN ANSHORI/ANTARA FOTO

Jakarta

Teknisi Jajakan Jasa Servis Ponsel di Pinggir Jalan

Puluhan teknisi ponsel menjajakan servis ponsel di pinggir jalan.

OLEH FEBRYAN A

Teguh merasa tak punya pilihan lain. Dari pada anak-istrinya tak makan, ia memilih menggelar lapak servis ponsel di pinggir Jalan Mayjen Sutoyo, tepat di depan Pusat Grosir Cililitan (PGC), Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. PPKM Darurat benar-benar mengubah cara Teguh bertahan menjalani kehidupan.

"Kita kan tetap perlu makan, menghidupi anak-istri. Belum lagi buat bayar kontrakan," kata laki-laki 35 tahun ini, mengungkap alasannya berjualan di pinggir jalan saat ditemui Republika, Rabu (14/7) siang.

Teguh sejatinya merupakan teknisi ponsel di dalam PGC. Namun, sejak kebijakan PPKM Darurat diberlakukan 3 Juli lalu, mal harus tutup. Alhasil, Teguh terpaksa menggelar lapak di pinggir jalan, depan mal agar tetap berpenghasilan.

Teguh tak sendiri. Pantauan di lokasi, setidaknya ada puluhan teknisi ponsel lainnya yang terpaksa menggelar lapak di pinggir jalan, dalam sepekan terakhir. Mereka yang biasanya bekerja di ruangan ber-AC, kini harus panas-panasan dijilat matahari.

Tukang servis yang biasanya didatangi pelanggan, kini harus berteriak-teriak di pinggir jalan menawarkan jasanya. Saat mobil dan motor berseliweran di jalan, para teknisi ini mengangkat sehelai karton bertuliskan ‘Service HP, Butuh Makan’. Mereka berupaya berbagai cara menarik pelanggan.

Teguh mengaku beruntung. Masih ada beberapa pelanggan yang mau menggunakan jasa servis ponselnya.

Asep (32), teknisi ponsel lainnya, menyebut, beberapa pelanggannya masih berdatangan bergantian hari. "Saya sudah sepekan jualan di pinggir jalan ini. Sehari masih bisa dapat Rp 700 ribu," kata Asep.

Hanya saja, penghasilan sebesar itu diakuinya masih jauh dari kata cukup. Pasalnya, Asep membuka jasa servis ponsel dengan lima temannya. "Paling uangnya dibagi rata aja," kata Asep enteng.

Kini, Asep sedang memutar otak untuk membayar biaya listrik kiosnya di dalam PGC yang bisa mencapai Rp 1,5 juta per bulan. Sebab, meski mal tutup, listrik tetap mengalir ke kiosnya yang disewanya.

Belum lagi, sambung dia, biaya sewa kios yang tetap harus dibayarkan setahun sekali meski mal tutup. "Perlahan kita kumpulin dulu (uangnya)," kata Asep yang sudah lima tahun terakhir berjualan di Mal PGC Cililitan.

Teguh juga menyampaikan, adanya keringanan dari pengelola mal. Namun, untuk saat ini, yang paling mengusik pikiran Teguh adalah kemungkinan adanya operasi penertiban oleh Satpol PP.

Beberapa hari terakhir, para tukang servis ponsel kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP. Setiap pagi, kata Teguh, biasanya ada petugas Satpol PP yang mengawasi di depan mal. Oleh karenanya, dia dan rekan-rekannya memilih mulai menggelar lapak siang hari.

"Kalau ini (lapak) digulung Satpol PP, besok kita datang lagi," kata Teguh mengungkapkan solusinya menghadapi petugas Satpol PP.

republikaonline

Dampak dari ditutupnya mall karena PPKM darurat, jasa servis HP PGC turun ke jalan ##PPKMDarurat ##PGC ##TiktokBerita BUILDING STRINGS - Neil Carmichael

Dia berharap sekali agar PPKM Darurat tidak benar-benar diperpanjang selama satu setengah bulan, sebagaimana diwacanakan pemerintah. "Diperpanjang enam pekan ke depan? Ya gila aja. Mereka enak karena punya gaji, lah kita siapa yang gaji," kata Teguh geram.

General Manger Mal PGC Cililitan, Akup Sudarsa, mengatakan, terdapat sekitar 150 kios servis ponsel di area mal. Dia menyebut, saat ini, para teknisi itu menggelar lapak di pinggir jalan tanpa izin.

Di sisi lain, pihaknya tak bisa menghalau mereka karena posisinya sudah di luar area mal. "Kalau itu melanggar aturan segalanya, itu tupoksinya pihak terkait-lah, entah Satpol PP, Dishub, kepolisian," ujar Akup.

Dia menganggap, melihat fenomena ini dari sisi kemanusiaan saja. Niatan tukang servis ponsel menawarkan jasa ke pengguna jasa bisa diterima secara akal. "Itu mereka karena tuntutan kebutuhan karena punya anak istri segala," kata Akup.

Kendati memahami kesulitan yang dihadapi para teknis, Akup mengaku tak bisa berbuat apa-apa soal biaya listrik kios yang tetap harus mereka bayar. Sebab, pihaknya juga tak mendapatkan keringanan tagihan listrik dari PLN. Menyoal soal permintaan keringanan biaya sewa kios, Akup mengaku akan mengkajinya terlebih dahulu.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat