Sakina, pengungsi anak-anak yang melarikan diri dari pertempuran Taliban melawan tentara Afghanistan, di pengungsian Mazar-e-Sharif, Afghanistan, Kamis (8/7/2021). | AP Photo/Rahmat Gul

Kisah Mancanegara

Sakina: Saya Takut

Sakina mengungsi setelah Taliban merebut desa dan membakar sekolah di Afghanistan utara.

OLEH DWINA AGUSTIN

Sakina yang berusia 11 atau 12 tahun, berjalan bersama keluarganya selama 10 hari. Ini mereka lakukan setelah Taliban merebut desanya di Afghanistan utara dan membakar sekolah di Abdulgan di Provinsi Balkh.

Kini, mereka sekarang berada di antara sekitar 50 keluarga yang tinggal di kamp darurat. Itulah kamp Istiqlal yang berdiri di sebidang tanah berbatu di Mazar-e-Sharif.

Sakina mengaku tidak mengerti mengapa sekolahnya dibakar. Bahkan, setelah mengungsi pun dia terkadang mendengar suara-suara di kegelapan malam.

"Saya pikir, mungkin itu Taliban dan mereka datang ke sini. Saya takut," kata gadis yang berharap suatu hari bisa menjadi insinyur.

Mereka terpanggang dalam tenda plastik di bawah panas terik yang mencapai 44 derajat Celcius pada tengah hari. Tidak ada pohon di sana. Satu-satunya kamar mandi untuk seluruh perkemahan adalah tenda compang-camping yang dipasang di atas lubang berbau menyengat.

photo
Pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran Taliban melawan tentara Afghanistan memasak di pengungsian Mazar-e-Sharif, Afghanistan, Kamis (8/7/2021). - (AP Photo/Rahmat Gul)

Ketika Taliban menyerbu kawasan Afghanistan utara, ribuan keluarga seperti keluarga Sakina meninggalkan rumah. Mereka takut hidup di bawah kekuasaan Taliban.

Dalam 15 hari terakhir, menurut Kementerian Pengungsi dan Repatriasi Afghanistan, Taliban telah mengusir lebih dari 5.600 keluarga dari rumah mereka, kebanyakan berada di bagian utara negara itu.

Di Kamp Istiqlal, keluarga demi keluarga, semuanya dari etnis minoritas Hazara, menceritakan tentang komandan Taliban yang menggunakan taktik kekerasan saat menyerbu kota dan desa mereka. Cara ini menimbulkan keraguan di antara banyak orang atas janji mereka untuk tidak menggunakan tangan besi.

Yaqub Maradi melarikan diri dari desanya di Sang Shanda, tidak jauh dari Abdulgan, ketika Taliban tiba. Dia mengatakan, milisi itu mencoba untuk mengintimidasi penduduk desa agar tetap tinggal. Saudara laki-laki Maradi dan beberapa anggota keluarganya ditangkap dan disandera agar mereka tidak pergi.

"Mungkin dia dibebaskan hari ini, tapi dia tidak bisa pergi," kata Maradi dari dalam tenda plastik kecilnya.  

photo
Pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran Taliban melawan tentara Afghanistan mengisi air di pengungsian Mazar-e-Sharif, Afghanistan, Kamis (8/7/2021). - (AP Photo/Rahmat Gul)

Maradi mengatakan tidak memercayai janji-janji Taliban. Banyak yang masih dihantui oleh kenangan pembantaian balas dendam yang menjadi ciri pemerintahan Taliban di daerah-daerah yang didominasi oleh etnis minoritas Afghanistan pada akhir 1990-an.

Mazar-e-Sharif adalah tempat pertumpahan darah. Pada 1997, milisi Uzbek dan Hazara membunuh sekitar 2.000 etnis Pashtun Taliban, yang ditangkap di kota itu setelah kesepakatan gencatan senjata gagal.

Tahun berikutnya, Taliban membalas. Mereka menyapu Mazar-e-Sharif, membunuh ribuan warga Hazara, dan mengusir puluhan ribu orang lainnya sehingga melarikan diri ke Kabul.

Hidup di kamp Istiqlal amatlah keras. Hanya ada sedikit air untuk mencuci. Sebagian besar makanan adalah roti dan teh yang dibawa ke kamp oleh pemimpin mereka, Rahimi.

Seorang penghuni kamp, Fatima, tampak menimang bayi yang baru berusia dua bulan. Sejak datang ke kamp sepekan lalu, ia mengaku tak memiliki cukup makanan. Ia juga tak mampu memproduksi air susu ibu (ASI) yang cukup untuk bayinya.

Di ujung kamp, Habibullah Amanullah menangis. Putrinya yang berusia 7 tahun bersembunyi di balik lengannya. Ia menyadari bahwa tidak ada yang datang untuk membantu mereka. “Dia memintaku untuk makan. Apa yang harus saya katakan? Kami tidak punya apa-apa,” ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat