DPRD Jakarta. Foto diambil sebelum pandemi Covid-19. | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

DPRD Jakarta Dorong Evaluasi Sistem Pelaporan Jaki

DPRD Jakarta mendorong pemprov menindak tegas perkantoran yang melanggar PPKM Darurat.

JAKARTA -- Komisi A DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk mengevaluasi pengawasan operasional perkantoran di Ibu Kota selama masa PPKM Darurat yang berlangsung pada 3-20 Juli 2021.

Komisi yang membawahkan bidang pemerintahan tersebut menemukan, masih banyak perkantoran nonesensial dan kritikal tidak mematuhi aturan PPKM Darurat. Evaluasi juga perlu dilakukan agar identitas pelapor pelanggaran PPKM yang kabarnya bocor, tidak terulang. Menurut dia, identitas para pelapor harus dirahasiakan dan terjamin ketika melapor lewat aplikasi Jaki (Jakarta Kini).

“Bahkan, harus berterima kasih masih ada orang yang peduli terhadap pelanggaran prokes (protokol kesehatan) di masa PPKM Darurat ini,” kata Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono di Jakarta, Senin (12/7).

Anggota Komisi A DPRD DKI, Karyatin Subiantoro, berharap agar Pemprov DKI menindak tegas perusahaan yang tidak menaati peraturan. Pasalnya, masih banyak perkantoran sektor nonesensial dan kritikal yang tidak mengindahkan PPKM Darurat. Padahal, seharusnya sektor tersebut memberlakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah 100 persen.

“Saya sangat mendukung penyegelan kantor yang masih mempekerjakan karyawan sampai 50 persen, meskipun bukan sektor esensial,” ujar Karyatin.

Dia khawatir jika masih banyak perusahaan yang bandel, lonjakan kasus Covid-19 semakin meningkat akibat munculnya klaster perkantoran.  Apalagi, sambung dia, varian Delta Covid-19 dilaporkan sangat mudah menular.

“Sudah banyak kasus penularan dari tempat kerja yang dibawa ke rumah. Belum lagi kalau pekerja itu menggunakan transportasi publik, risiko tertularnya lebih tinggi,” kata politikus Partai Gerindra tersebut.

Sementara itu, warga Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur (Jaktim), Niken Purnama, mengaku, mendapat intimidasi dari tetangganya, setelah melaporkan warga dekat rumahnya yang berkerumun melalui Jaki. Perempuan 29 tahun itu menuding ada petugas yang membocorkan identitasnya.

Niken mengaku, melaporkan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada Jumat (9/7). Dia mulanya melaporkan hal itu kepada ketua RT, dan tidak direspons. Ketika melapor lewat Jaki, sambung dia, datang Satpol PP yang ingin membubarkan tetangganya yang berkerumun tanpa memakai masker.

“Eh malah disebut nama pelapor. Gila-gila malah guew kena bully. Bobrok amat sistemnya," ujar Niken yang mengunggahnya di akun Twitter, @Niiken_Purnama.

Ketika dikonfirmasi Republika, Senin, Niken menceritakan, keesokan harinya, ia mendapat sindiran dari ibu-ibu sekitar rumahnya. Hal yang sama juga didapatnya dari sejumlah remaja yang lewat di depan rumahnya.

"Woi pakai masker lu semua dibikin viral nanti, jaga jarak," kata Niken meniru perkataan ibu-ibu yang yang ditujukan kepadanya.

Niken pun menuding, personel Satpol PP Jaktim yang membocorkan identitas pelapor di Jaki kepada warga Pisangan Baru. Dia pun meminta sistem pelaporan dievaluasi agar warga yang melapor terjamin kerahasiaannya.

Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengaku, sudah meninjau persoalan laporan Jaki yang diduga bocor. Dia berjanji, semua identitas pelapor di aplikasi Jaki dirahasiakan. "Siapa pun yang membocorkan akan diberi sanksi. Sejauh ini semua dirahasiakan," kata Riza.

Transjakarta

Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Achmad Izzul Waro mengatakan, pada masa pandemi Covid-19, pihaknya melakukan evaluasi dan revisi terhadap pencapaian target perusahaan. Salah satunya adalah target jumlah pelanggan atau ridership bus Transjakarta. 

Izzul menyebut, selama masa pandemi, pemerintah menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya mencegah penularan virus corona. Diantaranya, yakni aturan menjaga jarak antar penumpang ketika berada di dalam bus Transjakarta. 

"Maka dari itu, kapasitas pelanggan dalam satu armada (bus) itu dibatasi. Semenjak saat itu, tentu saja kita melakukan evaluasi dan merevisi salah satu target kita," kata Izzul dalam diskusi virtual, Senin (12/7).

Izzul menjelaskan, jika dalam kondisi normal atau tidak terjadi pandemi, salah satu indikator keberhasilan transportasi umum adalah jumlah penumpang yang banyak. Sebab, kata dia, masyarakat diharapkan dapat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. 

Namun, sambung Izzul, sejak pandemi Covid-19 terjadi, PT Transjakarta pun menyesuaikan target jumlah penumpangnya. Hingga kini, jelas dia, pihaknya masih menghitung target penumpang yang paling realistis. 

"Karena sekali lagi, tadi saya sampaikan sebelumnya bahwa di masa pandemi ini kan serba tidak pasti. Tidak pernah ada yang mengalami hal ini sebelumnya. Sehingga termasuk ridership, jumlah pelanggan yang menjadi target kita," ujar dia. 

Meski demikian, menurut Izzul, banyaknya jumlah penumpang bukan menjadi target utama PT Transjakarta selama pandemi Covid-19. "Karena pada masa pandemi ini target utama bukan banyak-banyakin pelanggan sebenarnya, tetapi pelanggan terlayani dengan aman dan selamat," jelasnya.

Seperti diketahui, jumlah penumpang bus Transjakarta menurun selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Penurunan jumlah penumpang itu mencapai 50 persen.

"Terkait jumlah pelanggan memang kita mengalami penurunan selama PPKM Darurat, kurang lebih berkurang sekitar 50 persen dari kondisi pada masa sebelumnya," ucap Izzul.

Izzul mengungkapkan, selama pandemi Covid-19, jumlah penumpang Transjakarta sekitar 400 ribu orang. Namun, selama PPKM Darurat diberlakukan, jumlah menurun berkisar 200 ribu orang per hari. 

Lebih lanjut ia menuturkan, pihaknya pun belum dapat memastikan kondisi jumlah penumpang saat aturan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) mulai diberlakukan bagi masyarakat yang akan menggunakan layanan Transjakarta. Menurut dia, PT Transjakarta akan terus memantau perkembangan jumlah penumpang.

"Kita belum tahu apakah angka itu akan berkurang lagi pada masa penyesuaian STRP ini. Kita akan pantau terus gitu jumlah pelanggan harian," tutur dia. 

Adapun PT Transjakarta mewajibkan seluruh penumpang yang akan menaiki bus Transjakarta agar menunjukan STRP. Aturan ini mulai berlaku secara efektif pada Rabu (14/7). Saat ini, PT Transjakarta masih melakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat mengenai aturan tersebut. Sosialisasi itu dilakukan selama dua hari, yakni 12-13 Juli 2021. 

Aturan tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat yang akan menggunakan layanan bus Transjakarta, baik dari kelompok pekerja maupun individu dengan keperluan lainnya. Jika calon penumpang tidak dapat menujukan STRP, maka tidak dapat menaiki bus. 

Aturan mengenai penumpang bus Transjakarta wajib memiliki STRP ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan (Menhub) Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2021 tentang perubahan atas SE Menhub Nomor 43 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat pada Masa Pandemi Covid-19.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat