Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (9/6/2021). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Pukat UGM: Peran Azis Harus Diusut

Dewas KPK sudah meminta keterangan Azis sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran kode etik Stepanus.

JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait perkara perkara dugaan suap di Kota Tanjungbalai.

Menurut Zaenur, nama Politisi Golkar itu banyak disebut sejak dulu di banyak kasus. Namun, ia selalu lolos dari jerat hukum. "Sesuai dengan apa yang terungkap dalam persidangan Dewas (Dewan Pengawas) KPK, sudah seharusnya penyidik KPK memiliki informasi lebih lengkap dari Dewas KPK," ujar Zaenur, Sabtu (10/7).

Dugaan keterlibatan Azis dalam kasus suap di Tanjung Balai terungkap saat KPK menetapkan tersangka terhadap penyidik KPK asal kepolisian, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP), pengacara Maskur Husain, dan Wali Kota Tanjung Balai Syahrial terkait suap penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Pemkot Tanjung Balai. Stepanus dan Maskur diduga menerima suap dari Syahrial sebesar Rp 1,3 miliar.

Suap itu disebut berawal dari peran Azis yang memperkenalkan Stepanus dengan Syahrial di rumah dinasnya di Jakarta Selatan pada Oktober 2020. Dalam pertemuan tersebut, Azis meminta Stepanus membantu penghentian penyelidikan kasus Syahrial di KPK.

Zaenur menilai, bantahan Azis tentu tidak menghalangi penyidik KPK, jika telah memiliki bukti. Sebab, penyidik memiliki kewenangan yang jauh lebih besar dari Dewas, termasuk menyita, menggeledah, memanggil saksi dan lainnya.

"Sudah seharusnya alat bukti yang dimiliki penyidik lebih kuat dari informasi Dewas. Dengan alat bukti yang kuat, tentu tidak ada halangan KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Zaenur.

Dewas KPK sudah meminta keterangan kepada Azis sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran kode etik Stepanus. Dalam putusan pelanggaran kode etik Robin pun, Dewas KPK menyebut Azis memberikan Rp 3,15 miliar kepada Robin.

"Dalam perkara Lampung Tengah yang terkait dengan saudara Aliza Gunado, terperiksa menerima uang dari Azis Syamsuddin sejumlah Rp 3,15 miliar yang sebagian diserahkan kepada saksi Maskur Husain kurang-lebih sejumlah Rp 2,55 miliar dan terperiksa mendapat uang lebih sejumlah Rp 600 juta," kata Anggota Dewas Albertina Ho.

Sementara Azis saat selesai diperiksa menjadi saksi mengaku akan mengikuti proses yang sedang berjalan terkait kasus Stepanus tersebut. "Saya ikut proses yang ada saja, makasih," kata Azis saat itu.

 
Saya ikut proses yang ada saja, makasih.
 
 

Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati memastikan KPK masih terus mendalami dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin dalam perkara tersebut. "Tim penyidik masih terus melakukan pengembangan dalam penyidikan perkara tersebut," kata Ipi, Sabtu (10/7).

Ipi menuturkan, saat jalannya penyidikan sedikit terhambat lantaran kondisi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di DKI Jakarta. Tak hanya itu, banyaknya personel pada Kedeputian Penindakan yang masih harus menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri karena terpapar Covid-19 pun membuat KPK harus melakukan berbagai penyesuaian.  

"Masa penahanan tersangka misalnya menjadi salah satu tantangan penyidik untuk segera merampungkan penyidikan," terang Ipi. Tim penyidik, kata dia, perlu menetapkan prioritas dan mengambil langkah-langkah tertentu dalam penanganan perkara. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat