Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Ibadah pada Masa Sulit

Mengerjakan ibadah pada masa sulit mengandung nilai atau keutamaan yang besar.

Oleh IMRON BAEHAQI

OLEH IMRON BAEHAQI

Hingga detik ini bangsa kita masih diuji dengan pandemi Covid-19. Pandemi ini telah mengakibatkan masa sulit yang boleh dikata pasang surut. Saat ini, pandemi sedang naik, jumlah orang yang sakit dan meninggal dunia karena serangan virus ini dikabarkan kian bertambah. 

Kabar duka, seperti jatuh sakit ataupun kematian karena serangan virus ini, datang silih berganti. Tidak hanya dialami orang lain, tapi juga menimpa keluarga, saudara, teman dekat, bahkan diri sendiri.

Efek pandemi ini dirasakan begitu luas. Di antaranya berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah, baik ibadah harian, pekanan, tahunan, wajib, maupun sunah. Pada prinsipnya, perintah dan kewajiban menjalankan ibadah tetap berlaku walaupun dalam kondisi masa sulit sekalipun. Justru dalam keadaan susah seperti ini, setiap Muslim dituntut lebih banyak bermuhasabah dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. 

Sekaligus bertobat jika selama ini ia lalai, banyak melakukan kezaliman, keangkuhan, kerusakan, kedurhakaan, dan dosa-dosa lainnya. Baik dosa kecil maupun besar, disengaja atau tidak, sedikit ataupun banyak.

Mengerjakan ibadah pada masa sulit (harj) mengandung nilai atau keutamaan yang besar. Hal tersebut didasarkan pada sejumlah hadis, salah satunya riwayat Muslim dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah SAW bersabda, “Ibadah yang dikerjakan di masa sulit laksana hijrah kepadaku.” (HR Muslim).

Sehingga dapat dimaklumi, apabila sebagian di antara kita yang masih menunaikan ibadahnya seperti biasa, meski dalam keadaan sulit, tetap dengan mengutamakan keselamatan, seperti mematuhi protokol kesehatan.

Dalam fikih juga dikenal istilah rukhsah (keringanan) melaksanakan ibadah, khususnya ketika masa sulit atau sebab tertentu. Dan rukhsah ini sifatnya adalah pilihan. Maknanya keringanan agama ini boleh dilakukan, boleh juga tidak. 

Saat kondisi pandemi Covid-19 masih terjadi, rukhsah dalam pelaksanaan ibadah tentu saja termasuk perkara yang disyariatkan. Apalagi jika di sebuah negeri atau daerah yang jelas-jelas termasuk zona merah, penyebaran virusnya sulit dikawal dan dikendalikan, sehingga menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi setiap orang. 

Maka karena uzur syar'i tersebut, keringanan dalam menjalankan ibadah berlaku. Inilah salah satu nikmat beragama bahwa hakikatnya Allah menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya, bukan menghendaki kesulitan (QS al-Baqarah [2]: 105). 

Selain itu, terdapat sejumlah kaidah fikih yang menjadi salah satu landasan para jumhur ulama dan lembaga yang dipandang otoritatif dalam mengeluarkan fatwa tentang ibadah pada masa sulit. Seperti kaidah berikut, “kondisi sulit dapat menarik kemudahan", “tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain", ”menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kemaslahatan", dan “kemudharatan harus dihilangkan".

Dalam masa sulit seperti ini, status fatwa dari lembaga yang memiliki otoritas adalah suatu keniscayaan. Selain menjadi panduan bagi umat dalam beribadah, fatwa juga berorientasi pada dua hal utama, yaitu menjaga kemaslahatan dan mencegah kerusakan.

Wallahu al-musta’an.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat