Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan tes usap antigen sebelum memasuki kantor Pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (28/6/2021). | ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Nasional

UU ASN Harus Cegah Birokrasi Partisan

Demokratisasi dan debirokratisasi saling terkait sehingga keduanya bisa saling mendorong perbaikan masing-masing.

JAKARTA—Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai perlu membuat sistem dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) agar birokrasi Indonesia tidak partisan. Hal itu agar tidak terjadi politisasi terhadap para birokrat.

"Birokrasi harus netral karena tidak bisa dipaksa untuk partisan. Kalau partisan, nanti birokrasi tidak profesional," kata Siti Zuhro dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja revisi UU ASN Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/6).

Ia menambahkan, sejak pemilu dan pilkada, netralitas birokrasi menjadi topik yang diperdebatkan karena birokrasi ditarik dalam politik praktis dan menjadi "mesin pendulang suara". Siti Zuhro mencontohkan di negara tetangga, seperti Singapura, benar-benar tidak mengenal politisasi birokrasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana birokrasi di Indonesia dikelola sendiri tanpa dipolitisasi.

"Demokrasi yang berkualitas bukan hanya prosedural, melainkan harus berdampak pada birokrasi seperti bagaimana tingkatkan kualitasnya karena sistem yang dibangun adalah pelembagaan nilai-nilai demokrasi," ujarnya.

Secara konseptual, kata Siti Zuhro, demokratisasi dan debirokratisasi saling terkait sehingga keduanya bisa saling mendorong perbaikan masing-masing. Menurut dia, kalau demokrasi maju, birokrasi akan meningkat karena naik kelas sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas karena birokrasi terkontaminasi positif oleh pemimpin yang direkrut.

"Demokrasi diharapkan mampu mendorong terwujudnya debirokratisasi, yaitu penghapusan atau pengurangan hambatan yang terdapat dalam sistem birokrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik," katanya.

Zuhro menilai debirokratisasi dapat menghilangkan politisasi birokrasi di pemerintahan untuk memberi ruang partisipasi warga di ruang publik yang perlu diefektifkan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional, Zudan Arif Fakhrulloh, mengakui politisasi dan intervensi birokrasi masih terjadi sampai saat ini. "Selalu terjadi irisan antara birokrasi dengan politik sehingga intervensi kepada birokrasi, politisasi terhadap birokrasi masih saja terjadi pascapilkada, pascapileg, pilpres. Baik di dalam tata kelolanya maupun di dalam penempatan dalam jabatan," kata Zudan.

Selain itu, Zudan mengatakan fakta yang juga masih terjadi saat ini yaitu sistem karier yang sangat tergantung dengan pilkada. Ia mengatakan banyak sekretaris daerah provinsi dan kepala dinas di kabupaten kota yang khawatir dicopot usai pilkada. Ia mencontohkan, kasus tersebut terjadi di Kepulauan Sula, Maluku Utara. Ada banyak kepala dinas yang dicopot bupati yang baru.

"Nah ini sekarang terjadi kemacetan birokrasi karena kepala daerahnya langsung mencopot dengan cara melanggar aturan. Ini menjadikan ritual lima tahunan kita pilkada, pileg, pilpres menyebabkan denyut nadi birokrasi terganggu yang harusnya profesional berkarier secara tenang, ini menjadi terganggu," tegasnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat