Ketua Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana (tengah) bersama Komisioner Choirul Anam (kiri) saat menyampaikan konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6/2021). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Penyelidik KPK Sebut Kepala BKN Aneh

Bima mengaku hasil TWK telah diberikan ke KPK.

JAKARTA -- Penyelidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rieswin Rachwell menilai aneh pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Bima Haria Wibisana. Rieswin mengaku sudah tidak memiliki data hasil tes wawasan kebangsaan (TWK).

Usai diperiksa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (22/6), Bima Haria mengaku dokumen hasil TWK para pegawai KPK itu sudah diserahkan kepada KPK pada Mei lalu.

"Jadi, pernyataan pak Bima ini konyol dan sekaligus tidak menjaga marwah BKN. Kami semua tahu kalau TWK ini diselenggarakan oleh BKN. Tes diselenggarakan di Kantor BKN, menggunakan fasilitas BKN, dan pada kop surat tes tertulis adalah logo dan nama BKN," kata Rieswin, Rabu (23/6).

Pernyataan Bima itu dinilai bertentangan dengan penjelasan sebelumnya. Kepala BKN itu pernah mengklaim pihaknya memiliki bukti, data, profil, rekaman, dan petunjuk lain sebagai hasil asesmen untuk memutuskan 75 pegawai KPK tidak lulus ujian. Rieswin merasa heran Bima tiba-tiba menyebut datanya rahasia dan datanya ada di instansi lain.

"Kartu ujian juga dari BKN, ketentuan perundang-undangan juga memberikan wewenang kepada BKN. Yang menyerahkan hasil TWK juga BKN saja. Artinya, BKN merasa memiliki wewenang dan harusnya BKN berwenang dan bertanggung jawab atas hasil TWK itu," kata dia.

photo
Ketua Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana menyampaikan konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6). Bima Haria Wibisana menghadiri panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap 75 pegawai KPK dalam proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Rieswin menilai kelakukan Bima tersebut disebabkan oleh penyelenggaraan TWK yang sudah janggal dari awal, seperti dokumen nota kesepahaman yang dibuat secara mundur dam proses munculnya TWK yang juga muncul tiba-tiba.

"Dalam pengalaman pekerjaan kami dalam penanganan tindak pidana korupsi, hal-hal di atas, seperti surat backdate, revisi anggaran mendadak, ini adalah salah satu indikasi adanya perbuatan melawan hukum," kata dia.

Dalam penjelasannya pada Selasa (22/6), Bima mengaku hasil TWK telah diberikan ke KPK dalam bentuk hasil secara kumulatif dan bukan data perseorangan masing-masing individu. "Saat ini hasil sudah di KPK, BKN sudah tidak punya dokumen itu," kata Bima di Kantor Komnas HAM.

Sementara, soal data Indeks Moderasi Bernegara-68 dan profiling yang juga diminta pegawai KPK, Bima mengeklaim masih berada di Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bima mengaku sempat berkomunikasi dengan kedua instansi tersebut.

Namun mereka menyatakan data hasil asesmen itu bersifat rahasia. Keterangan ini juga sebagai dalih Bima yang sebelumnya menyebut hasil TWK sebagai rahasia negara.

“Jadi saya sampaikan ini menurut Dinas Psikologi AD dan BNPT rahasia. Jadi bukan saya yang menyampaikan rahasia, tapi pemilik informasi itu. Karena saya sebagai asesor mempunyai kode etik, kalau menyampaikan yang rahasia bisa kena pidana,” kata dia.

Karena pernyataan Bima itu juga Komnas HAM melayangkan panggilan kepada Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sementara, Dinas Psikologi AD telah lebih dulu diperiksa pada pekan lalu.

"Kami sudah melayangkan surat panggilan ke  BIN, BNPT, kami mohon ke semua pihak datang ke Komnas HAM agar semakin terang informasinya," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam, Selasa (22/6).

Menurut Anam, keterangan kedua instansi negara itu dibutuhkan untuk melengkapi dugaan pelanggaran HAM yang diadukan 75 pegawai KPK. "Ini ditunggu oleh publik luas, sehingga semakin jelas ke mana arahnya rekomendasi nanti," ujar Anam.

Sementara, pihak BNPT dan BIN hingga Rabu malam belum merespons konfirmasi Republika terkait pemanggilan tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat