Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin, melakukan pertemuan di Jenewa, Swiss, Rabu (16/6/2021). | AP/Patrick Semansky

Internasional

Pertemuan Biden-Putin Konstruktif dan Positif

Putin mengaku puas dengan penjelasan Biden soal sebutan

JENEWA -- Presiden Amerika Serikat Joe Biden and Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk mengadakan pembicaraan tentang pengendalian senjata dan mengembalikan duta besar masing-masing ke pos mereka. Kesepakatan itu dihasilkan dari pembicaraan keduanya di sebuah vila di Jenewa, Swiss, Rabu (16/6).

Pertemuan yang berlangsung tiga jam tersebut merupakan yang pertama di antara dua pemimpin negara sejak Biden naik menjadi presiden pada Januari 2021. Seusai pertemuan, keduanya menggunakan kata yang hati-hati untuk menggambarkan diskusi tatap muka.

Biden menyebut pembicaraan itu "positif", sedangkan Putin menggambarkannya sebagai "konstruktif" dan tanpa permusuhan. Pada konferensi pers tunggal setelah pertemuan, Biden menekankan bahwa dia tidak membuat ancaman selama pertemuan.

Meskipun begitu, dia menguraikan kepentingan AS, termasuk keamanan siber, dan menjelaskan kepada Putin bahwa Washington akan merespons jika Moskow melanggar kekhawatiran itu. "Saya menekankan kepadanya bahwa kami memiliki kemampuan siber yang signifikan. Dan dia tahu itu," tambah Biden seperti dilaporkan Aljazirah, Rabu (16/6).

Dua belah pihak mencapai kesepakatan penting untuk mengembalikan diplomat mereka ke Moskow dan Washington. Sebelumnya, perwakilan masing-masing negara ditarik pulang lantaran hubungan yang memburuk dalam beberapa bulan terakhir.

Rusia menarik utusannya dari AS setelah Biden pada Maret 2021 mengatakan bahwa dia pikir Putin adalah seorang "pembunuh". Tak lama berselang, AS membalas tindakan itu dan segera memanggil pulang duta besarnya. Usai pertemuan, Putin mengatakan bahwa dia telah puas dengan penjelasan Biden tentang pernyataan tersebut.

Berbicara kepada wartawan sebelum Biden, Putin menepis kekhawatiran AS tentang Navalny, kehadiran militer Rusia yang meningkat di dekat perbatasan timur Ukraina. Termasuk juga dugaan AS bahwa Rusia bertanggung jawab atas serangan siber di negaranya.

Putin menyarankan Washington tidak dalam posisi untuk menceramahi Moskow mengenai isu hak asasi. Dia pun menjawab pertanyaan tentang tindakan kerasnya terhadap saingan politik dengan mengatakan dia mencoba untuk menghindari gangguan gerakan populer, seperti Black Lives Matter.

"Apa yang kami lihat adalah kekacauan, gangguan, pelanggaran hukum, dan lain-lain. Kami bersimpati kepada AS, tetapi kami tidak ingin itu terjadi di wilayah kami dan kami akan melakukan yang terbaik untuk tidak membiarkan hal itu terjadi," ujarnya.

photo
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan di Jenewa, Swiss, Rabu (16/6/2021). - (AP/Denis Balibouse/Pool Reuters)

Rusia dan AS, ujar Putin, juga sepakat mengadakan pembicaraan atau konsultasi tentang stabilitas strategis serta kontrol senjata. "Kami sepakat bahwa konsultasi di tingkat antarlembaga akan dimulai di bawah naungan Departemen Luar Negeri AS dan Kementerian Luar Negeri Rusia. Rekan-rekan di tingkat kerja akan menentukan susunan delegasi, tempat kerja, dan seberapa sering pertemuan ini akan diadakan," kata Putin kepada awak media, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Dua pemimpin negara itu pun berencana membangun perjanjian New START atau landasan pengendalian senjata global. Tujuannya, untuk meminimalisasi ancaman perang nuklir.

"Saya pikir jelas bagi semua orang bahwa Presiden Biden telah membuat keputusan yang bertanggung jawab dan dalam pandangan kami, tepat waktu untuk memperpanjang perjanjian New START Baru selama lima tahun, yang berarti hingga 2024," kata Putin.

"Tentu saja, itu menimbulkan pertanyaan tentang apa yang terjadi selanjutnya," kata Putin menyinggung diskusi pengendalian senjata akan diluncurkan dan diadakan di tingkat antarlembaga.

photo
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan di Jenewa, Swiss, Rabu (16/6/2021). - (AP/Mikhail Metzel/Pool Sputnik Kremlin)

Menurut Istana Kremlin, kedua pihak juga mengadopsi deklarasi bersama. Mereka menegaskan kembali komitmen pada prinsip bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan itu tidak boleh diperangi. Deklarasi tersebut juga merujuk pada pembicaraan baru yang digambarkan untuk meletakkan dasar bagi pengawasan senjata pada masa depan.

Awal tahun ini, Rusia dan AS sepakat memperpanjang perjanjian Treaty on Measures for the Further Reduction and Limitation of Strategic Offensive Arms (New START). New START adalah perjanjian kontrol senjata yang dijalin Moskow dan Washington sejak 2010 dan seharusnya berakhir pada 5 Februari 2021 lalu. Perjanjian itu melarang kedua negara mengerahkan lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir, membatasi rudal, dan pengebom berbasis darat serta kapal selam yang mengirimnya.

Sebelumnya, AS dan Rusia juga terikat dalam perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Perjanjian itu bubar setelah kedua negara saling tuding melanggar poin-poin kesepakatan. INF ditandatangani pada 1987. Kesepakatan itu melarang Washington dan Moskow memproduksi dan memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat