Petani mengangkut benih padi di Kawasan Tasikardi, Kramatwatu, Serang, Banten, Jumat (28/6/2021). Pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah tenaga kerja sektor R&D jauh dari keseimbangan. | ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Opini

Kebijakan R&D Pulihkan Pandemi

Pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah tenaga kerja sektor R&D jauh dari keseimbangan.

RIZKA AMALIA NUGRAHAPSARI, Peneliti Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian

Pandemi Covid-19 mendorong pemerintah bersegera mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, penurunan output dan kendala distribusi pasca-PSBB tak terelakkan, yang berujung shock pada agregate supply.

Akibatnya, demand for labour turun. Produktivitas tenaga kerja menurun karena masa transisi pada awal sistem working from home (WFH). Beberapa pekerjaan bisa menyesuaikan dengan sistem ini, tetapi jenis pekerjaan lainnya tidak sehingga terjadi penurunan output.

Data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada Mei 2021 menyebutkan, 19,10 juta orang (9,30 persen penduduk usia kerja) terdampak Covid-19.

 
Implikasi lebih lanjut pemberhentian tenaga kerja adalah penurunan pendapatan yang berimbas pada penurunan konsumsi.
 
 

Terdiri atas pengangguran karena Covid-19 (1,62 juta orang), bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 (0,65 juta orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (1,11 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (15,72 juta orang).

Implikasi lebih lanjut pemberhentian tenaga kerja adalah penurunan pendapatan yang berimbas pada penurunan konsumsi. Pembatasan mobilitas masyarakat ke tempat hiburan, wisata, restoran, dan fasilitas umum lainnya turut menyumbang penurunan konsumsi.

Penurunan output menyebabkan investasi tak menarik bagi sektor swasta sehingga investasi menurun. Rilis BPS,  5 Mei 2021 menyebutkan, ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021 terhadap triwulan I-2020 (y-on-y) mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,74 persen.

Kontraksi terdalam pada komponen PK-LNPRT sebesar 4,53 persen, diikuti komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) dan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masing masing 2,23 persen dan 0,23 persen.

Sementara itu, komponen ekspor barang dan jasa tumbuh 6,74 persen. Ekspor tumbuh, tetapi belum mampu mengimbangi penurunan konsumsi dan investasi sehingga shock  pada aggregate demand tidak terelakkan.

Shock pada agregate supply dan agregate demand selama pandemi Covid-19 berujung pada penurunan pertumbuhan ekonomi.

 
Ekspor tumbuh, tetapi belum mampu mengimbangi penurunan konsumsi dan investasi sehingga shock pada aggregate demand tidak terelakkan.
 
 

Pembatasan sosial dan refocusing anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 dapat menurunkan aktivitas penelitian dan pengembangan (R&D) serta berpotensi menurunkan jumlah tenaga kerja yang terlibat R&D.

Dalam model R&D Romer disebutkan, jumlah tenaga kerja di sektor R&D selalu lebih sedikit dari jumlah optimal karena pergeseran sumber daya antara sektor produksi barang dan sektor R&D. Pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah tenaga kerja sektor R&D jauh dari keseimbangan.

Selain aktivitas produksi barang dan jasa, perusahaan juga melakukan aktivitas R&D. Kelesuan ekonomi menyebabkan guncangan pada keuangan perusahaan sehingga menurunkan kemampuan dan kemauan berinvestasi pada R&D.

Kebijakan pemulihan

Kebijakan pemulihan pascapandemi Covid-19 berbasiskan R&D difokuskan untuk membuat kegiatan R&D di sektor R&D ataupun sektor produksi barang tetap berjalan, serta mendorong tumbuhnya knowledged based entrepreneurship.

Pertama, dukungan terhadap penelitian ilmiah untuk menghasilkan inovasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian oleh universitas ataupun lembaga penelitian nonprofit lainnya pada umumnya menghasilkan eksternalitas positif.

 
Pemerintah perlu memberikan subsidi bagi penelitian ilmiah. Penelitian dapat difokuskan pada teknologi produksi, distribusi, dan digitalisasi rantai pasok.
 
 

Karena itu, pemerintah perlu memberikan subsidi bagi penelitian ilmiah tersebut. Penelitian dapat difokuskan pada teknologi produksi, distribusi, dan digitalisasi rantai pasok.

Kedua, private incentive pada kegiatan R&D khususnya yang dapat mengatasi Covid-19. Pemberian insentif ini mendorong produktivitas penemuan. Pemerintah perlu memastikan hasil R&D memiliki kekuatan pasar dan bersifat excludable melalui lisensi.

Ini bisa memotivasi peneliti mencurahkan sumber daya untuk mempelajari gagasan tersebut. Di satu sisi, mempercepat pemulihan dampak pandemi, di sisi lain meningkatkan efek stok pengetahuan sekarang terhadap keberhasilan R&D.

Ketiga, penataan kelembagaan yang memberikan peluang bagi generasi muda bertalenta untuk berkontribusi dalam pemulihan pascapandemi. Penataan kelembagaan mendorong aktivitas kewirausahaan sehingga menggerakkan perekonomian. Antara lain, pengurangan hambatan perdagangan, memastikan pasar modal berfungsi baik dan perlindungan terhadap  property right untuk menjamin keamanan dalam penyimpanan keuntungan, sehingga mendorong kewirausahaan.

Keempat, dukungan berupa subsidi ataupun fasilitasi untuk mendorong aktivitas R&D sektor produksi barang agar mampu beradaptasi terhadap kondisi normal baru melalui teknik inovatif dan adaptif, serta mencari strategi pemulihan pascapandemi.

Pemerintah dapat secara bertahap memberikan kelonggaran aktivitas ekonomi dengan mensyaratkan protokol kesehatan ketat.

Mulai berjalannya aktivitas ekonomi, memberikan kesempatan aktivitas R&D dalam sektor barang kembali dilakukan. Perusahaan bisa mulai berinovasi melakukan pengenalan produk, layanan, dan cara berbisnis baru yang menjadi elemen penting dalam pemulihan pascapandemi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat