Semua pihak harus bersinergi memperkuat perlindungan anak dan perempuan. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Tiga Aksi Perlindungan Anak dan Perempuan

Komunikasi dan kolaborasi adalah kunci mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan.

 

DENPASAR — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta jajarannya melakukan tiga aksi perlindungan pada korban kekerasan perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan. 

Tiga aksi tersebut terkait tugas dan fungsi baru Kementerian PPPA, yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan perlu koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional.

"Tambahan tugas dan fungsi ini harus mampu diterjemahkan dalam tiga aksi, yaitu prioritaskan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat melalui kampanye, sosialisasi dan edukasi publik yang menarik dan memunculkan kepedulian sosial terhadap isu kekerasan," ujar Bintang dalam dalam Rakornas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak 2021 di Denpasar, Bali, Rabu.

Selain itu, Bintang meminta jajarannya untuk memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan terjadinya kekerasan terhadap anak. "Korban, keluarga, dan masyarakat harus tahu kemana harus melapor. Akses mudah dan mendapatkan respons cepat," ujar dia.

Terlebih, reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilakukan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif atau one stop services. "Itu mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi," kata dia.

Tugas baru tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA, dan ditindaklanjuti dengan penetapan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kemen PPPA melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2020.

Desa ramah anak dan perempuan

Desa RPPA (Ramah Perempuan dan Peduli Anak) akan menjadi contoh pembangunan berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak.Pembentukan Desa RPPA merupakan inisiasi Kementerian PPPA bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan latar belakang semangat pembangunan hingga tingkat akar rumput.

"Hadirnya model Desa RPPA ini diharapkan dapat menjadi contoh pembangunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak secara riil dan terintegrasi di tingkat pemerintahan yang paling bawah (desa) serta percontohan bagaimana pemerintah desa dapat menyelesaikan isu-isu perempuan dan anak, khususnya terkait lima isu prioritas yang menjadi arahan Presiden," ujar dia dalam acara Rakornas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak 2021 di Denpasar, Bali, Rabu.

Desa RPPA terbentuk dalam rangka mempercepat terwujudnya arahan Presiden RI Joko Widodo. Sesuai arahannya, Kementerian PPPA memiliki lima isu prioritas untuk diselesaikan dalam periode 2020-2024, yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, serta pencegahan perkawinan anak.

"Dari kelima isu prioritas tersebut, pemberdayaan perempuan secara ekonomi melalui kewirausahaan adalah hulunya," ujar dia.

Dari berbagai kasus yang terjadi dan evaluasi yang telah dilakukan, ketidakberdayaan perempuan secara ekonomi menjadi salah satu akar masalah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, perkawinan anak, dan pekerja anak.

"Selain itu, peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak juga punya peran strategis dan sangat menentukan kualitas anak sebagai generasi penerus bangsa," ujar dia.Sebelumnya, Menteri Bintang menyebut pandemic Covid-19 menambah permasalahan yang semakin besar bagi perempuan dan anak. Hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi pihaknya.

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu, semua pihak harus mulai dari tingkat akar rumput yaitu mulai desa. Desa merupakan ujung tombak dalam pembangunan nasional di mana fokus pembangunan bisa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar pembangunan sarana dan prasarana.

Kekerasan anak dan perempuan di Kalimantan Timur

Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kalimantan Timur sejak 2019 hingga saat ini cukup tinggi, yakni mencapai 1.386 aduan dan ditindaklanjuti. "Jumlah ini berdasarkan data di aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noryani Sorayalita di Samarinda, Selasa. 

Rincian kejadian kekerasan sebanyak ini berasal dari tahun 2019 sebanyak 629 pengaduan, tahun 2020 ada 612 pengaduan, dan hingga 11 Juni 2021 sebanyak 145 aduan. Dari jumlah ini, pengaduan didominasi oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) fisik sebanyak 277 kasus pada 2019, sebanyak 255 kasus pada 2020, dan 72 kasus terhitung hingga 11 Juni 2021.

Sedangkan pengaduan terbanyak kedua adalah kasus kekerasan seksual, yakni sebanyak 200 kasus pada 2019, kemudian 226 kasus pada 2020, dan 52 kasus terhitung hingga 11 Juni 2021. "Mengingat banyaknya jumlah kasus yang terjadi, maka diperlukan tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan korban kekerasan di daerah," ujarnya.

Saat membuat Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan bagi Lembaga Layanan, Eka juga mengatakan bahwa pelatihan bagi pendamping tersebut sangat penting agar mereka memahami tugas dan fungsinya saat menangani kasus tersebut. Pelatihan ini diikuti sebanyak 30 peserta dari UPTD PPA kabupaten/kota se- Kaltim. 

Hadir menjadi narasumber adalah Ketua Tim Percepatan Maratua, Meiliana, Kepala Bidang PPPA Junainah, Kabid SIGA Iwan Heriawan dan Psikolog Biro Psikologi Inka Alzena Samarinda Siti Mahmudah I K. "Diperlukan upaya pendampingan psikologis yang dilakukan oleh psikolog untuk membantu pemulihan korban kekerasaan, makanya dalam pelatihan ini juga kami libatkan psikolog," ujar Eka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat