Gangguan Mata | health.havard.edu

Sehat

Gangguan Mata Akibat LED

Semakin putih atau 'lebih dingin' cahaya, semakin besar proporsi biru dalam spektrum.

Saat ini, banyak orang yang beralih ke penggunaan lampu light-emitting diode (LED) yang dapat menghemat daya, tetapi cahayanya cukup terang.

Teknologi LED yang tahan lama, hemat energi, dan murah telah melahap separuh pasar penerangan umum dalam satu dekade ini. Bahkan, menurut proyeksi industri, pada akhir tahun depan, konsumsinya mencapai 60 persen.

LED hanya menggunakan seperlima dari listrik yang dibutuhkan untuk bola lampu pijar dengan kecerahan yang sebanding. Tapi tahukah Anda, pengawas kesehatan Pemerintah Prancis mengungkapkan, cahaya biru dalam lampu LED dapat merusak retina mata dan mengganggu ritme tidur alami.

Pembuat bola lampu LED terkemuka di dunia adalah GE Lighting, Osram, dan Philips. Teknologi dasar untuk menghasilkan cahaya putih menggabungkan LED panjang gelombang pendek, seperti sinar biru atau ultraviolet dengan lapisan fosfor kuning. Semakin putih atau 'lebih dingin' cahaya, semakin besar proporsi biru dalam spektrum.

Temuan baru mengonfirmasi kekhawatiran sebelumnya bahwa paparan cahaya yang kuat LED adalah 'racun-foto'dan dapat menyebabkan hilangnya sel retina. Kondisi ini yang tidak dapat diubah dan berakibat pada berkurangnya ketajaman penglihatan.

Masalah ini diangkat oleh Badan Makanan, Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Prancis Keselamatan (Anses). Agensi merekomendasikan dalam laporan 400 halaman bahwa batas maksimum untuk paparan akut direvisi, meski batas itu jarang terjadi di rumah ataupun di lingkungan kerja.

Laporan ini membedakan antara paparan akut cahaya LED intensitas tinggi dan "paparan kronis" ke sumber intensitas rendah. Meskipun kurang berbahaya, paparan kronis dapat mempercepat penuaan jaringan retina. Penuaan ini berkontribusi terhadap penurunan ketajaman visual dan penyakit degeneratif tertentu, seperti degenerasi makula terkait usia.

LED digunakan untuk penerangan rumah, jalan, kantor, dan industri, juga di berbagai alat permainan anak. "Di layar ponsel, tablet, dan laptop LED tidak berisiko merusak mata karena luminositasnya sangat rendah dibandingkan jenis pencahayaan lainnya," kata dokter spesialis mata dan kepala kelompok ahli yang melakukan tinjauan ini, dr Francine Behar-Cohen.

Jika alat-alat itu menyala, terutama pada malam hari atau lingkungan sekitar yang gelap, dapat mengganggu ritme biologis dan juga pola tidur. Karena, lensa kristal di mata mereka tidak sepenuhnya terbentuk. Anak-anak dan remaja sangat rentan terhadap gangguan seperti itu.

"Ini mengganggu ritme sirkadian tubuh, yang juga diketahui memperburuk gangguan metabolisme, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan beberapa bentuk kanker," kata Dina Attia, seorang peneliti dan manajer proyek di Anses, seperti dilansir dari Malaymail.

Selain itu, "Pengaruh stroboskopik pada beberapa lampu LED, yang dipicu oleh fluktuasi kecil dalam arus listrik, dapat menyebabkan sakit kepala, kelelahan visual, dan risiko kecelakaan yang lebih tinggi," kata laporan itu.

Untuk penerangan domestik, Anses merekomendasikan lampu LED dengan cahaya putih hangat. Selain itu, sarannya adalah membatasi paparan dari sumber LED dengan konsentrasi tinggi cahaya biru ke mata dan menghindari layar LED sebelum tidur.

Anses juga mengatakan, pabrikan harus membatasi intensitas lampu depan kendaraan bercahaya. Soalnya, beberapa di antaranya terlalu terang. Akhirnya, agensi tersebut meragukan efektivitas beberapa filter dan kacamata hitam anti-blue light.(ed:dewi mardiani)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat