Pedagang beristirahat sambil menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (2/6/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya inflasi pada Mei 2021 sebesar 0,32 persen karena terjadi kenaikan permintaan pada bahan makanan untuk ke | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kabar Utama

Kenaikan Inflasi Belum Cerminkan Daya Beli

Meski inflasi cenderung naik, bukan berarti daya beli masyarakat telah pulih sepenuhnya.

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan inflasi sebesar 0,32 persen pada Mei 2021. Laju inflasi bulan lalu lebih tinggi dibandingkan dengan April yang sebesar 0,13 persen. Meski inflasi cenderung naik, bukan berarti daya beli masyarakat telah pulih sepenuhnya.  

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, mengatakan, kenaikan inflasi lebih disebabkan adanya momen musiman, khususnya bulan Ramadhan dan Lebaran. Itu salah satunya tecermin dari pengungkit utama inflasi yang bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat peningkatan permintaan.

"Dilihat dari beberapa komoditas utama yang sebabkan inflasi ini antara lain adalah bahan makanan yang notabene memang dibutuhkan masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari terkait puasa maupun hari raya," kata Setianto dalam konferensi pers, Rabu (2/6).

Setianto menyampaikan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki andil terbesar, yaitu mencapai 0,10 persen. Kelompok ini pada bulan lalu mengalami inflasi 0,38 persen.

Selain menyumbang inflasi, tetap terdapat komoditas pangan yang memberikan andil deflasi. Di antaranya cabai merah sebesar 0,07 persen serta cabai rawit 0,05 persen. "Terasa sekali (puasa dan Lebaran) meningkatkan harga-harga dan inflasi di bulan Mei," katanya.

Oleh karena itu, kata Setianto, BPS belum dapat menyimpulkan pemulihan daya beli secara keseluruhan telah terjadi. Menurut Setianto, BPS masih perlu dilihat perkembangan harga-harga pada beberapa bulan mendatang.

Sebab, pada Mei lalu, sebagian masyarakat mendapatkan pendapatan musiman, seperti tunjangan hari raya maupun donasi-donasi sosial ke masyarakat tertentu melalui zakat dan instrumen lainnya.

"Jadi, ya, belum bisa kami simpulkan. Kita lihat apakah di dua bulan ke depan terjadi pemulihan (daya beli) atau tidak," kata dia. 

Secara keseluruhan, tingkat inflasi sepanjang Januari-Mei sebesar 0,90 persen. Adapun laju inflasi dari Mei 2020 ke Mei 2021 tercatat sebesar 1,68 persen. 

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, meski inflasi mengalami kenaikan, daya beli masyarakat belum pulih akibat tekanan pandemi Covid-19. Menurut dia, faktor Ramadhan dan Idul Fitri pada April-Mei lalu menjadi salah satu kontributor kenaikan inflasi Mei.

"Setiap memasuki Lebaran memang konsumsi cenderung tinggi, tapi pemulihan penuh saya kira belum, mengingat inflasi pada waktu momen Lebaran sebelum pandemi masih lebih tinggi," kata Bhima kepada Republika, Rabu (2/6). 

Bhima mengatakan, inflasi pada Juni 2019 tercatat sebesar 0,55 persen. Ia kemudian menyinggung indikator lain yang bisa dijadikan acuan, yakni inflasi inti yang mencerminkan sisi permintaan. Inflasi inti, kata Bhima, tetap belum pulih seperti sebelum pandemi. 

photo
Pedagang sayur melayani pembeli di Pasar Induk Rau di Serang, Banten, Rabu (2/6/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi Indeks Harga Konsumen bulan Mei 2021 sebesar 0,32 persen, sedang inflasi tahun kalender (year to date) sebesar 0,90 persen dan inflasi tahunan (year on year) 1,68 persen. - (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Pada Juni 2019 sebelum terjadi pandemi dan bertepatan dengan Ramadhan dan Idul Fitri, inflasi inti bisa mencapai 0,38 persen. Sementara itu, pada Mei tahun ini hanya 0,24 persen. "Pemulihan daya beli masyarakat masih perlu didukung dengan percepatan vaksinasi dan perbaikan mobilitas masyarakat untuk berbelanja," katanya.

Bhima menambahkan, berdasarkan data mobilitas Google, pergerakan masyarakat secara nasional ke pusat belanja ritel masih minus 5 persen dari baseline. Karena itu, menurut dia, stimulus untuk menunjang daya beli kelas menengah bawah juga masih diperlukan karena pemulihan konsumsi tidak merata.

"Kelas atas lebih siap berbelanja dengan keluarkan simpanan di bank, sementara kelas menengah bawah pendapatan masih tertekan," ujarnya.

Bhima menyarankan pemerintah untuk kembali memberikan stimulus berupa subsidi gaji seperti yang diberikan tahun lalu. Namun, subsidi itu diberikan spesifik ke sektor-sektor yang mengalami kontraksi terdalam, seperti pariwisata yang di dalamnya terdapat perhotelan, restoran, dan transportasi. Langkah itu dilakukan karena anggaran pemerintah terbatas, maka klasterisasi bisa membuat pemerintah lebih terfokus.

Sementara itu, Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir melihat kenaikan inflasi bulan lalu telah menunjukkan kuatnya proses pemulihan ekonomi. "Kuatnya pemulihan ini justru ditunjukkan dengan inflasi inti sebesar 0,24 persen dengan andil terhadap inflasi total sebesar 0,16 persen," ujarnya.

Menurut Iskandar, kenaikan inflasi didukung dengan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) IHS Markit pada Mei 2021 yang naik lagi menjadi 55,3 poin dari bulan April 2021 yang sebesar 54,6 poin. Selain itu, penjualan mobil juga meningkat 227 persen pada april 2021 menunjukkan kuatnya pemulihan ekonomi. 

Iskandar menilai, dengan perkembangan tersebut maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 akan mencapai di atas 7 persen (year on year/yoy). Pertumbuhan itu tentu bisa tercapai karena faktor basis angka pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen.

photo
Perkembangan Inflasi Mei 2021 - (bps.go.id)

Inflasi di daerah

Menurut catatan BPS, sebanyak 78 kota mengalami inflasi dari 90 kota yang menjadi faktor penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Penyebab inflasi di daerah beragam. 

BPS Jawa Timur mencatat inflasi Mei 2021 sebesar 0,27 persen. Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan menjelaskan, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Dari 11 kelompok pengeluaran, sembilan kelompok mengalami inflasi, satu kelompok mengalami deflasi, dan satu sisanya tidak mengalami perubahan.

"Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi, yaitu kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,22 persen," kata Dadang saat menggelar konferensi pers secara virtual, Rabu (2/6).

Di Provinsi Lampung, inflasi Mei sebesar 0,15 persen. Menurut BPS Provinsi Lampung, ikan kembung, cumi-cumi, petai, jeruk, dan tarif dokter spesialis memberikan andil inflasi terbesar. 

BPS Provinsi Lampung memerinci, ikan kembung, cumi-cumi, petai, dan jeruk masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen. Tarif dokter spesialias, minyak goreng, kangkung, kendaraan sewa (rental), telur ayam ras, dan tarif angkutan perjalanan masing-masing 0,02 persen.

"Pada Mei, terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen dari 106,92 pada April 2021 menjadi 107,09 atau mengalami inflasi sebesar 0,15 persen. Laju inflasi tahun kalender 0,68 persen, dan inflasi tahunan 2,20 persen," kata Kepala BPS Lampung Faizal Anwar, kemarin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat