Massa aksi dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB melakukan aksi kreatif damai di area Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap 75 pegawai yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sekaligus p | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Pegawai KPK Ajukan Uji Materi TWK

KSP sebut pimpinan KPK tidak bertentangan dengan Presiden.

JAKARTA -- Puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Mereka menekankan pada pasal terkait peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"JR, pasalnya ada 69B dan Pasal 69C. Jadi pada hari ini kami mendaftarkan JR ke MK," kata salah satu dari perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, Hotman Tambunan, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (2/6).

Hotman meminta MK menguji pasal 69D ayat 1 dan 69C terhadap UUD Pasal 1, kemudian pasal 28D ayat 1, 2, dan 3. Hotman mengatakan, pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 ayat 1, 2, 3 UUD 1945.

Hotman mengatakan, mereka juga akan menguji pengertian tidak merugikan dalam alih tugas ini sesuai putusan MK Nomor 70. Saat ini, pihaknya baru mendaftarkan gugatan uji materi dengan membawa 28 bukti untuk disampaikan ke MK. "Kesimpangsiuran di publik kami bawa ke sidang MK sehingga terbuka semua bagaimana proses ukur, bagaimana cara mengukurnya, dan hasil ukurnya," kata dia.

photo
Massa aksi dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-IPB melakukan aksi kreatif damai di area Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap 75 pegawai yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sekaligus pelabelan tanda merah dan pemecatan kepada 51 pegawai KPK dalam proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara. - (Republika/Thoudy Badai)

Dia mengatakan, judicial review atau uji materi dilakukan menyusul MK sebagai penjaga dan penafsir akhir konstitusi. Terlebih, kata dia, MK sudah mengeluarkan putusan terkait bagaimana seharusnya pengalihtugasan pegawai KPK menjadi ASN.

Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan pimpinan KPK dinilai mengabaikan putusan MK dengan menafsirkan sendiri proses alih status kepegawaian. "Kami melihat BKN semacam memonopoli pengertian itu dengan menggunakan alat ukur TWK. Nah, apakah alat ukur valid dan sebagainya, nanti coba kita lihat, kita buka di sidang MK," kata dia.

TWK menuai polemik setelah terungkap berbagai kejanggalan, seperti materi yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsi KPK. TWK kemudian berhasil menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pada Kamis (27/5) mengatakan akan membawa masalah TWK ke MK. Uji materi dilakukan untuk memperkuat pertimbangan MK terkait proses peralihan pegawai. MAKI ingin pertimbangan MK memiliki kekuatan hukum mengikat dengan cara mengubah pertimbangan menjadi amar putusan MK.

KPK belum merespons terkait uji materi tersebut. Sementara, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana sebelumnya mempersilakan jika para pegawai itu mengajukan gugatan.

"Silakan saja, itu hak setiap warga negara dan justru kami merasa sangat senang karena kami bisa membuka data itu di pengadilan," ujar Bima, Senin (31/5).

Sementara itu, Istana menyatakan tidak ikut campur lagi urusan TWK. Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, sikap Istana sama dengan pernyataan Presiden Joko Widodo. Itu bukan berarti KPK tak mendengarkan arahan Jokowi. "Bukan (tak mengikuti arahan presiden), mereka (KPK) kan punya pertimbangan," kata Moeldoko usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, Rabu (2/6).

Istana, kata dia, tidak akan mengambil sikap terkait nasib 51 pegawai KPK tersebut. Sebab, Jokowi sudah mengambil sikap sebelumnya. "Itu sudah urusan internal, arahan Presiden sudah disampaikan. Urusannya dari pimpinan internal," ujar Moeldoko.

Penundukan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai TWK merupakan instrumen membuat pegawai KPK tunduk pada pimpinan KPK. Menurut ICW, di antara poin indikator tidak lolosnya pegawai KPK tertera perihal penolakan atas pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

"Cara-cara seperti ini sangat bertolak belakang dengan nilai dan budaya yang dibangun di KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Rabu (2/6).

ICW berpandangan tanda “merah” kepada 51 pegawai KPK semakin menguatkan dugaan publik bahwa TWK didesain sebagai upaya bersih-bersih bagi pegawai yang disebut memiliki kritik atau selisih paham dengan ketua KPK. Kurnia mengungkapkan, ada pula indikator terkait penolakan atas revisi UU KPK.

Hal itu dinilai memperlihatkan panitia penyelenggara TWK ahistoris. Dia mengatakan, sikap penolakan atas revisi UU KPK bukan merupakan sikap individu pegawai melainkan kelembagaan KPK kala itu. KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo dkk sempat melayangkan surat untuk menolak pembahasan revisi UU KPK.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat