Ribuan warga Chicago, AS, turun ke jalan mendukung kemerdekaan Palestina, Ahad (16/5). | AP/Anthony Vazquez/Chicago Sun-Times

Tajuk

Kemenangan Asimetri Palestina-Israel

Wacana apartheid Israel atas Palestina, sebagaimana pembersihan etnis kini tak lagi menjadi isu pinggiran.

Keadaan yang tidak seimbang tak selamanya merugikan. Ketakseimbangan bukan berarti kemenangan sudah di tangan. Ketakseimbangan pun tak selamanya kekalahan bakal dialami beruntun.

Apa yang dialami Palestina selama 11 hari serangan brutal Israel contohnya. Bukti bahwa sepanjang 10 hingga 21 Mei Israel mengagresi Jalur Gaza, wilayah Palestina, dengan kekuatan tempur supercanggih tak selamanya melahirkan kemenangan nyata.

Sebaliknya, dalam 11 hari agresi Israel itu, Palestina mendapatkan banyak kemenangan. Setidaknya ditunjukkan dengan euforia rakyat Palestina menyambut gencatan senjata yang diambil pemerintahan Zionis pada Jumat (21/5) dini hari.

Bukan pada agresi Israel kali ini, sedikit terjadi tokoh publik di bidang olahraga, hiburan, atau bisnis yang menyuarakan dukungan bagi perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan Zionis. Kalaupun itu dilakukan, figur terkenal itu dipastikan terhambat jalur kariernya.

 
Setidaknya ditunjukkan dengan euforia rakyat Palestina menyambut gencatan senjata yang diambil pemerintahan Zionis pada Jumat (21/5) dini hari.
 
 

Kalau dia artis, tak lama kemudian masuk daftar hitam yang tak bisa manggung lagi. Jika dia politisi, karier politiknya bakal tamat.

Bila pebisnis, prospek usahanya seret. Intinya, tokoh yang mendukung Palestina dan memusuhi Israel, siap-siap terhenti aktivitasnya. Sedemikian kuat pengaruh lobi-lobi Yahudi yang bisa menamatkan karier mereka.

Namun, pada konflik Israel-Palestina kali ini, semangat perlawanan mencuat begitu kuat. Dukungan bagi Palestina yang teraniaya dan permusuhan terhadap Israel yang berlaku zalim deras disuarakan publik maupun komunitas internasional dengan keberagamannya.

Meski suara-suara pendukung Palestina ini bukan nihil narasi tandingan.

Cornel West, aktivis yang juga akademisi, percaya penolakan awal masa jabatannya di Harvard University karena dukungannya bagi pembebasan Palestina. Namun kini, tabu bagi perjuangan Palestina itu seakan dihancurkan.

John Oliver, pembawa acara malam di kanal HBO, menyebut adanya asimetri dalam konflik Israel-Palestina ini. Setidaknya 248 warga Gaza, yang 65 di antaranya anak-anak, dilaporkan gugur selama Gaza dibombardir militer Israel.

 
Namun, pada konflik Israel-Palestina kali ini, semangat perlawanan mencuat begitu kuat. 
 
 

Di Tepi Barat, sedikitnya 29 warga Palestina gugur dalam aksi solidaritas terhadap saudara-saudara mereka di Gaza, empat di antaranya anak-anak. Adapun Israel mencatatkan, setidaknya 12 korban jiwa akibat serangan roket Hamas.

Oliver menyatakan, kedua pihak saling menembakkan roket. Namun, roket Israel salah satu kekuatan militer paling maju sedunia. Kedua seteru juga jatuh korban jiwa, tapi dari Palestina dalam jumlah eksponensial. Asimetri data yang kontras ini berbuah dukungan.

Simak salah satunya dari situs ifamericansknew.org. Betapa ketaseimbangan yang terjadi diperlihatkan di situs ini. Di antaranya mengenai korban anak-anak dalam konflik Israel-Palestina.

Ada 134 anak-anak Israel meninggal karena orang Palestina, dengan 2.172 anak-anak Palestina yang gugur oleh Israel sejak 29 September 2000 hingga kini. Ada 1.270 orang Israel terbunuh berbanding 10.001 orang Palestina sejak 29 September 2000 hingga kini.

Terdapat 32 orang Israel tewas terkena roket Palestina dan lebih dari 4.000 orang Palestina gugur akibat serangan jet tempur. Ketakseimbangan juga terlihat pada sumbangan AS: 10,5 juta dolar AS per hari untuk militer Israel dan 0 dolar AS untuk militer Palestina!

 
Wacana apartheid Israel atas Palestina, sebagaimana pembersihan etnis kini tak lagi menjadi isu pinggiran.
 
 

Kini, pembawa acara televisi di AS hingga selebritas media sosial, berbicara lantang tentang pendudukan Israel di Palestina. Praktik apartheid yang diterapkan terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan Israel merupakan salah satu yang dilantangkan.

Mengarustamakan kejahatan apartheid ini cukup mengena, sebagaimana slogan "Tak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina, tapi cukup dengan menjadi manusia!"

Wacana apartheid Israel atas Palestina, sebagaimana pembersihan etnis kini tak lagi menjadi isu pinggiran.

Wacana tersebut cukup menjelaskan tentang asimetri yang dialami rakyat Palestina selama ini. Ketidakseimbangan hak asasi sebagai manusia yang tak bisa diredam dalam narasi-narasi palsu yang dibangun kekuatan media pro-Israel! 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat