Umat muslim membaca Alquran saat beriktikaf di Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (3/5/2021). | SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO

Opini

Kebangkitan Suprarasional

Perlawanan suprarasional bersifat objektif, jadi setiap agama bisa melakukannya.

RADEN RIDWAN HASAN SAPUTRA, Doktor Alumnus Universitas Ibn Khaldun Bogor

Setelah sepekan umat Islam merayakan Idul Fitri 1442 H, bangsa Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2021. Ini bisa menjadi momentum bagi anak bangsa bangkit menyelesaikan masalah besar bangsa saat ini.

Masalah Covid-19 sepertinya bisa segera  diselesaikan bila bangsa ini mengambil hikmah Ramadhan. Jika umat Islam menjalankan ibadah Ramadhan lalu dengan baik, terjadi kebangkitan keimanan dan ketakwaan. Penulis menyebutnya kebangkitan suprarasional.

Kebangkitan ini terjadi karena pada Ramadhan umat Islam didorong meyakini hal-hal gaib. Contoh nyata, saat Ramadhan umat Islam mau berpuasa di siang hari dan malam harinya Tarawih agar mendapat pahala yang berlipat ganda.

Kebangkitan suprarasional lain yang nyata adalah banyak Muslim meramaikan masjid dengan beriktikaf, membaca Alquran, zikir, shalat malam dan aktivitas ibadah lainnya di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Banyak yang berharap mendapatkan Lailatul Qadar.

 
Kebangkitan ini terjadi karena pada Ramadhan umat Islam didorong meyakini hal-hal gaib. 
 
 

Cara berpikir meyakini sesuatu yang gaib dengan syarat ada dalilnya dalam Alquran dan hadis, harus dimiliki umat Islam. Penulis menyebutnya cara berpikir suprarasional. Sayangnya, saat ini mulai bergeser.

Cara berpikirnya lebih meyakini sesuatu yang bersifat nyata, rasional, masuk akal atau bersifat empiris. Sehingga banyak masalah besar bangsa ini yang belum terpecahkan karena Yang Maha Gaib kurang dilibatkan dalam menyelesaikannya.

Soal Covid-19, pemerintah lebih banyak menggunakan cara berpikir rasional seperti program 5M  (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilisasi), vaksin massal dan pelarangan mudik.

Sementara, doa bersama masih kurang banyak dilakukan dan doa tersebut akan kurang berdampak jika tak didukung aktivitas ibadah yang banyak. Karena itu pemerintah harus lebih mengaktifkan cara suprarasional dalam melawan Covid-19.

Sayangnya cara berpikir suprarasional ini kurang dipelihara generasi saat ini dan mungkin akan dilupakan ketika keimanan dan ketakwaan bukan jadi hal yang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia.

 
Sementara, doa bersama masih kurang banyak dilakukan dan doa tersebut akan kurang berdampak jika tak didukung aktivitas ibadah yang banyak
 
 

Kebangkitan suprarasional harus dimanfaatkan pemerintah guna membentuk perlawanan supranasional untuk menghancurkan Covid-19. Perlawanan Suprarasional merupakan perlawanan dengan melaksanan perintah Allah SWT dan sabda Nabi.  

Pemerintah harus memimpin perlawanan suprarasional ini agar manfaatnya terasa secara nasional. Perlawanan suprarasional bersifat objektif, jadi setiap agama bisa melakukannya. Khusus umat Islam, bentuk perlawanannya ada beberapa.

Pertama, sesuai QS al-Isra ayat 82. “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” 

Umat mesti meyakini Alquran obat segala penyakit. Maka, pemerintah harus memerintahkan agar umat memperbanyak membaca Alquran dan mendukung ilmuwan mengkaji Alquran demi menemukan obat Covid-19 dalam Alquran.

Perlawanan kedua, seperti dalam hadis dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.” (Hadis diriwayatkan Ath Thabrani dalam Mu’jam al Awsath).

 
Berdasarkan hadis ini, pemerintah harus memerintahkan agar umat mau melaksanakan puasa sunah Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh atau puasa Nabi Daud.
 
 

Berdasarkan hadis ini, pemerintah harus memerintahkan agar umat mau melaksanakan puasa sunah Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh atau puasa Nabi Daud. Insya Allah dengan banyak  puasa sunah manusia akan dalam kondisi sehat.

Perlawanan ketiga, seperti hadis riwayat At-Thabrani. “Bersegeralah bersedekah sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah. Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah. Obatilah penyakitmu dengan sedekah. Sedekah itu sesuatu yang ajaib. Sedekah menolak 70 macam bala dan bencana, dan yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak (vitiligo).”

Sedekah bisa menyembuhkan penyakit. Maka, pemerintah harus menggalakkan sedekah baik berupa harta, tenaga, pikiran dan waktu. Bentuk sedekah mesti mulai digalakkan pemerintah adalah wakaf karena bisa menyelesaikan banyak masalah ekonomi.

Perlawanan keempat, seperti pada hadis berikut, "Pada pagi hari diwajibkan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah. Begitu juga amar makruf (memerintahkan kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat.” (HR Muslim No 1704)

 
Perlawanan suprarasional selaras dengan Pancasila, sila pertama. 
 
 

Jika persendian manusia bersedekah, maka Insya Allah manusia tersebut tidak akan terkena penyakit. Pemerintah harus menganjurkan umat Islam rajin membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, beramar makruf nahi mungkar dan shalat Dhuha.

Perlawanan kelima, mewajibkan umat Islam shalat karena secara kasat mata, masih banyak yang malas shalat. Padahal, shalat bisa menjadi penolong bagi kita.

Perlawanan suprarasional selaras dengan Pancasila, sila pertama. Jika pemerintah aktif menyosialisasikannya sehingga rakyat melaksanakannya, insya Allah akan menemukan cara rasional tak terduga untuk menuntaskan pandemi Covid-19. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat