Medina Sidonia. Dahulu, di lembah inilah pasukan Muslim yang dipimpin Thariq bin Ziyad menghadapi balatentara Gothik yang dikomandoi Raja Roderick. | DOK WIKIPEDIA

Tema Utama

Heroisme Muslimin di Sidonia

Dipimpin Thariq bin Ziyad, Muslimin memenangkan pertempuran atas pasukan Roderick di Sidonia.

OLEH HASANUL RIZQA

 

 

 

Semenanjung Iberia terletak di bagian paling barat daratan Benua Eropa. Wilayah itu kini menjadi lokasi negara-negara modern, termasuk Spanyol dan Portugal. Muslimin pernah berjaya ratusan tahun lamanya di Andalusia—sebutan bagi Spanyol dalam historiografi Islam. Sejarah kegemilangan peradaban Islam itu bermula sejak Ramadhan 92 H atau Juli 711 M melalui penaklukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad.

Lelaki itu awalnya merupakan letnan kepercayaan gubernur Ifriqiyah, Musa bin Nusair. Wilayah Ifriqiyah, seperti mayoritas Afrika Utara kala itu dikuasai Kekhalifahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Kerajaan Islam ini mulai berekspansi ke Iberia setelah penguasa Ceuta, Raja Julian, meminta bantuan Muslimin, khususnya dari Berber, dalam menjungkalkan kekuasaan Raja Roderick.

Menurut Prof Raghib as-Sirjani dalam Bangkit dan Runtuhnya Andalusia (2013), Thariq bin Ziyad merupakan tokoh kunci dalam Pembebasan Andalusia. Masyarakat Iberia menyebutnya, Taric El Tuerto, Thariq si pemilik satu mata. Jenderal Umayyah ini berasal dari Suku Berber (Barbar) Nafzah, yang telah memeluk Islam.

Dalam perspektif Barat, penamaan barbar sering diidentikkan dengan suku bangsa yang ‘tidak beradab’ atau ‘liar'. Kecenderungan itu dapat dilacak setidaknya sejak zaman kejayaan Imperium Romawi.

Penduduk Roma menamakan bangsa-bangsa di luarnya, terutama yang berasal dari pesisir Afrika, sebagai barbarus. Istilah itu untuk mengecap sang lainnya sebagai ‘terbelakang’, sembari mengeklaim bangsa sendiri sebagai ‘tercerahkan’ atau ‘beradab'.

Sejak Daulah Umayyah menguasai sebagian Afrika Utara, banyak suku-suku barbar setempat yang menjadi Muslim atas kemauan sendiri. Suku Nafzah pun demikian. Keluarga Thariq merupakan keturunan kelompok etnis tersebut.

 
Sejak Daulah Umayyah menguasai sebagian Afrika Utara, banyak suku-suku barbar setempat yang menjadi Muslim atas kemauan sendiri.
 
 

Lelaki ini lahir pada 50 H, yakni ketika ekspansi Islam sedang gencar-gencarnya dilakukan di penjuru Afrika Utara. Ia pun menjalani masa anak-anak, remaja, dan dewasa sambil menyaksikan serta merasakan sendiri pengaruh pergolakan politik-kekuasaan tersebut.

Ayahnya bekerja sebagai budak di pusat pemerintahan Ifriqiyah, Kairouan. Sejak kecil, Thariq sudah diajarkan untuk menjadi pria yang tangguh dan patriotik. Sebagai anak budak, dia terus berjuang untuk memenuhi ekspektasi tuannya. Seperti umumnya penguasa saat itu, gubernur Ifriqiyah menginginkan hamba-hamba yang dapat membela kepentingan tuannya di lapangan.

Maka dalam usia remaja, Thariq sudah terampil menunggang kuda, memanah, menggunakan senjata, dan menerapkan ilmu bela diri. Terutama setelah dibebaskan Musa bin Nusair dari status budak, ia pun makin disiplin dalam menguasai ilmu-ilmu agama dan umum.

Dengan cepat, dia mampu berbicara, menulis, dan membaca dalam bahasa Arab dan Yunani. Kecerdasan dan ketangkasannya membuat Gubernur Musa mengangkatnya sebagai letnan di jajaran militer setempat.

Musa sering mengadakan ekspedisi untuk meredam para pemberontak di berbagai daerah. Dalam banyak misi, Thariq pun dengan setia mengiringinya. Biasanya, mantan budak ini berperan sebagai pemimpin pasukan perintis yang bertugas memantau dan mengawasi pihak musuh.

 
Biasanya, Thariq yang mantan budak ini berperan sebagai pemimpin pasukan perintis yang bertugas memantau dan mengawasi pihak musuh.
 
 

Kota Tangier berhasil dikuasai Musa dan pasukannya. Gubernur Ifriqiyah itu dengan segera membangun wilayah tersebut sebagai salah satu kota pemerintahan Umayyah. Sebelum kembali ke Kairouan, dirinya mengangkat Thariq sebagai letnan. Keamanan Tangier pun diamanahkan kepada Muslim berber tersebut. Sebanyak 19 ribu prajurit ditempatkan di sana.

Secara de facto, Thariq menjadi penguasa Tangier. Kota ini hanya berjarak kira-kira 70 km dari pesisir Iberia di arah utara. Untuk sampai ke wilayah kekuasaan bangsa Gothik itu, seseorang hanya perlu mengarungi lautan sempit—yang kini disebut Selat Gibraltar.

Siapa kira, tiga tahun kemudian dirinya akan memimpin sekelompok pasukan Muslimin untuk menyeberangi selat tersebut dan merebut daerah Gothik dari tangan Roderick.

Koalisi Umayyah-Ceuta

Invasi yang bertujuan menjajah hanya menjadikan rakyat sebagai objek belaka. Sementara, kekuasaan yang baik akan selalu membebaskan mereka dari ketakutan dan ketertindasan. Dalam sejarah Islam, betapa banyak ekspedisi militer yang walaupun ekspansif, dilakukan dengan hasil menebar maslahat.

Inilah mengapa, Islam begitu diterima di wilayah-wilayah taklukannya. Sebab, penguasa Muslim ketika membebaskan suatu wilayah akan memerdekakan rakyat setempat dari penindasan rezim yang zalim. Tak mengherankan bila kemudian mereka berbondong-bondong memeluk Islam tanpa dipaksa.

Itu pula yang tampak dari Pembebasan Andalusia. Sebelum terjalin koalisi Ceuta dan Umayyah, masyarakat Iberia terbelenggu oleh kekuasaan yang tidak adil. Raja Gothik, Roderick, menindas mereka dengan berbagai kebijakan yang represif. Siapapun yang melawan akan terancam hukuman yang kejam. Sementara, kaum bangsawan dan agamawan setempat cenderung kompromistis, mencari selamat sendiri.

Umat Islam meyakini, kekuasaan di dunia tidaklah kekal, melainkan sementara. Alquran surah Ali Imran ayat 140 menegaskan hal itu. Artinya, “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).”

Ketika merasa berada di puncak kekuasaannya, Roderick luput mewaspadai kelemahannya. Sebagai pemimpin bertangan besi, dia pun menciptakan banyak musuh di sekitarnya. Kebanyakan mereka tidak secara langsung mengungkapkan permusuhan, tetapi bara dalam sekam tetap menyala.

Seorang di antaranya adalah raja dari negeri kecil tetangga Gothik, Ceuta. Penguasa Ceuta, Julian, sebenarnya sudah lama menaruh dendam kesumat terhadap Roderick. Raja Gothik itu sebelumnya telah membunuh sahabatnya, Witiza, bekas penguasa Toledo. Namun, kedengkian itu terus disimpan, tanpa ketahuan.

photo
Peta Ceuta yang berada di ujung. - (DOK Wikipedia)

Barulah setelah putrinya sendiri diperkosa Roderick, Julian mulai mengobarkan api perlawanan. Bersama dengan sejumlah bangsawan anti-Gothik, ia menjalin kerja sama. Karena merasa belum cukup menandingi kekuatan militer Gothik, mereka menghubungi Bani Umayyah melalui gubernur Ifriqiyah Musa bin Nusair.

Kabar terbentuknya koalisi Umayyah-Ceuta itu disambut gembira mayoritas rakyat Iberia. Mereka sudah muak dipimpin seorang raja yang zalim. Di sisi lain, berita tentang keadilan umat Islam masyhur di masyarakat seberang Selat Gibraltar ini. Tidak hanya berpangku tangan, sebagian warga setempat turut andil dalam pertempuran melawan rezim Gothik.

Pada awal 711 M, kapal-kapal laut bertolak dari Tangier melalui Selat Gibraltar. Armada itu mengangkut sekira 500 personel, yang terdiri atas 400 prajurit pejalan kaki dan 100 orang regu berkuda. Selanjutnya, delapan kapal lagi diberangkatkan ke pantai Gothik. Sebanyak empat unit di antaranya merupakan pemberian Raja Julian. Armada tersebut berhasil mendarat di sebuah pantai dekat Kota Tarife. Inilah sasaran pertama.

Misi yang dijalankan Gubernur Musa itu merupakan langkah awal. Regu yang dipimpin Abu Zar’ah sukses merebut beberapa kota di pantai Iberia terdekat, tanpa menghadapi perlawanan yang berarti. Keberhasilan ini membuat Musa semakin percaya diri untuk menarget pembebasan Iberia seluruhnya. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad untuk memimpin pasukan dalam ekspedisi berikutnya ke sana.

Bulan Juli tahun yang sama, Thariq membawa serta 7.000 prajurit untuk melintasi selat menuju Iberia. Sementara itu, Roderick mendengar berita kemenangan Abu Zar’ah di kota-kota dekat pantai Negeri Gothik. Tambahan pula, ada pasukan Muslim lainnya yang akan mendarat. Raja Gothik itu buru-buru mengalihkan perhatiannya ke kawasan selatan usai memadamkan pemberontakan-pemberontakan kecil di Sidonia.

photo
Peta yang menggambarkan posisi Medina Sidonia (tanda) di selat Gibraltar. - (Google map)

Begitu sampai ke Toledo, Roderick segera mempersiapkan pasukannya. Jumlahnya mencapai 100 ribu orang dengan berbagai persenjataan dan kuda-kuda perang. Mereka bergerak ke selatan guna menyambut kedatangan pasukan Thariq.

Jenderal Muslim ini mengetahui keadaan musuh. Ia pun menghubungi Gubernur Musa untuk meminta bantuan. Dari Tangier, dikirimlah pasukan tambahan. Jumlahnya mencapai 5.000 orang.

Tepat pada 19 Juli 711 M/28 Ramadhan 92 H, kedua belah pihak bertemu di lembah Medina Sidonia. Perang dahsyat pun terjadi. Delapan hari lamanya, pasukan yang dipimpin Thariq menghadapi serangan Roderick dan balatentaranya.

photo
Peta Medina Sidonia dan Ceuta - (Google map)

Walaupun berjumlah lebih sedikit, Muslimin berjuang dengan gagah berani di palagan tersebut. Dalam hati mereka, sudah tertanam semangat jihad fii sabilillah. Spirit itu kian kuat terutama usai menyimak pidato Thariq, beberapa saat setelah mereka mendarat di pesisir Iberia.

Ya, peran sang jenderal Umayyah begitu besar dalam membangun mentalitas perjuangan dari seluruh pasukannya. Thariq memang bekas budak belian dari suku berber. Akan tetapi, jiwanya telah dipenuhi keimanan. Ia begitu karismatik sebagai komandan pasukan Muslimin.

Pada hari kedelapan, kemenangan semakin nyata untuk kubu Islam. Pasukan Gothik diliputi ketakutan. Bahkan, Raja Roderick kabur dari gelanggang. Inilah akhir dari kesewenangan penguasa zalim tersebut.

photo
Thariq bin Ziyad. Pahlawan Muslim dari suku berber ini berperan besar dalam merintis pembebasan Andalusia atau Spanyol. - (DOK WIKIPEDIA)

Pidato Menggugah Jiwa

 

Sejarah membuktikan, kedatangan Islam di Semenanjung Iberia membawa berkah, bahkan bagi penduduk setempat yang non-Muslim. Peradaban Islam bersinar terang dari wilayah di sebelah barat Benua Eropa itu.

Penguasa Muslim memiliki visi kosmopolitan. Alhasil, kaum Kristen dan Yahudi pun dapat menikmati berbagai kemajuan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang disediakan khalifah di sana. Kemajuan Kota Kordoba sejak abad kedelapan adalah bukti telak untuk itu.

Langkah keseribu selalu dimulai dari langkah kecil pertama. Dalam hal ini, langkah pertama dilakukan Thariq bin Ziyad, sang panglima Muslim yang merintis Penaklukan Iberia. Demi mengenang jasanya, selat yang memisahkan Maghribi (Maroko) dan Iberia dinamakan Gibraltar. Nama itu adalah pelafalan dalam bahasa Spanyol untuk Jabal Thariq, ‘Bukit Thariq'.

Ya, di bukit yang menghadap pantai selatan Iberia itu, komandan Muslim tersebut menyampaikan pidato menggugah jiwa. Ia berpesan kepada seluruh pasukannya, sesaat setelah berhasil mendarat di pesisir. Apa yang dilakukannya merupakan keberanian nyata.

 
Di bukit yang menghadap pantai selatan Iberia itu, komandan Muslim tersebut menyampaikan pidato menggugah jiwa.
 
 

Thariq memerintahkan para prajuritnya untuk membakar semua kapal yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut pasukan Muslimin dari Maroko ke Spanyol. Dengan demikian, ia berupaya menunjukkan bahwa tidak ada jalan untuk melarikan diri. Hadapi yang terbentang di depan, yakni berjihad sepenuh jiwa dan raga, melawan musuh. Pilihannya hanya dua, meraih kemenangan atau gugur sebagai syuhada.

Pidato Thariq, sebagaimana dikutip Ahmad Thomson dalam Islam Andalusia, antara lain, sebagai berikut.

“Ke manakah kalian, wahai pasukan Muslimin, dapat melarikan diri? Musuh berada di depan, sementara lautan terbentang di belakang kalian? Demi Allah! Tak ada keselamatan bagi kalian kecuali dalam keberanian dan keteguhan hati. Pertimbangkanlah situasi kalian: berdiri di sini bagaikan anak-anak yatim terlontar ke dunia. Kalian akan segera bertemu dengan musuh yang kuat, mengepung kalian dari segala penjuru bagaikan gelombang samudera yang bergejolak.

Maka buanglah segala ketakutan dari hati kalian. Percayalah bahwa kemenangan akan menjadi milik kita, dan percayalah bahwa raja kafir itu tak akan mampu bertahan menghadapi serangan kita.

Jika aku terbunuh sebelum mendekatinya (Roderick), jangan kalian bersusah payah karenaku. Tetaplah bertempur seolah aku masih hidup di tengah kalian. Sebab, kaum kafir ini saat melihat rajanya jatuh, pastilah akan kocar-kacir. Jika aku terbunuh setelah menewaskan raja mereka itu, tunjuklah seseorang di antara kalian yang di dalam dirinya terdapat jiwa keberanian dan kecakapan pengalaman, mampu memimpin kalian dalam situasi genting ini.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat