Delfano Charies yang dahulu sempat membenci azan, akhirnya memahami makna di balik suara panggilan shalat itu. Ia pun memutuskan untuk berislam pada Oktober 2019. | DOK IST

Oase

Delfano Charies, Hati Tersentuh Antusiasme Berhaji

Delfano tertarik mengenal Islam sejak menyaksikan bahagianya jamaah sepulang berhaji.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

Betapa Allah SWT Maha membolak-balikkan hati manusia. Seorang insan bisa jatuh hati pada sesuatu yang dahulu dibencinya. Sebaliknya, kebencian pun dapat timbul dari hal-hal yang semula dicintainya secara berlebihan.

Maka dari itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya agar memohon ketetapan hati kepada Allah Ta’ala. “Ya Muqallibal qulubi, tsabbit qalbi ‘ala diinika,”  (Wahai Zat Yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agama-Mu).

Hati seluruh manusia berada dalam kekuasaan-Nya. Sahabat Rasul SAW, Mu’adz, pernah berdoa, “Rabbana, laa tuzigh qulubana ba’da idz hadaitana,” (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberikan petunjuk-Mu kepada kami.) Batin yang selalu disinari cahaya iman dan Islam, itulah yang diharapkan kaum Muslimin.

Bagi Delfano Charies, menjadi seorang Mukmin dan Muslim adalah anugerah terindah yang pernah dirasakannya. Mualaf yang lahir pada 6 Agustus 1994 itu mengaku bersyukur karena Allah telah memberikan kepadanya hidayah untuk memeluk Islam. Keputusannya untuk beriman kepada ajaran Rasulullah SAW pun berangkat dari kesadaran sendiri, tanpa paksaan atau rayuan dari siapapun.

Lelaki yang akrab disapa Fano itu menuturkan kisah perjalanan spiritualnya melalui saluran YouTube Cah Hijrah. Channel itu dimiliki seorang kawannya, Iyok. Fano sendiri kini cukup aktif sebagai Youtuber.

Ia menceritakan pengalamannya dalam menemukan Islam. Bermula sejak 2015. Waktu itu, anak ketiga dari lima bersaudara ini menjalankan bisnis biro perjalanan umrah dan haji.

Usaha itu dikelolanya bersama kakaknya. Ya, walaupun berstatus non-Muslim, dia memilih ceruk bisnis tersebut karena melihat potensi keuntungan yang cukup besar di sana.

 
Walaupun berstatus non-Muslim, dia memilih ceruk bisnis biro perjalanan umrah dan haji karena melihat potensi keuntungan yang cukup besar di sana.
 
 

Kantor agen yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, itu sempat berhenti beroperasi. Sebab, Fano dan kakaknya mengalami masalah terkait pengurusan visa para calon jamaah umrah. Namun, keduanya terus berupaya memecahkan persoalan yang ada. Akhirnya, kendala berhasil diatasi.

Belajar dari tantangan itu, Fano pun semakin tertarik untuk lebih mendalami umrah. Dalam arti, tidak lagi memandangnya sebagai perjalanan pergi-pulang dari Indonesia ke Arab Saudi saja. Ia berusaha mengenal lebih dekat umrah sebagai sebuah ibadah yang diyakini umat Islam.

Tingginya animo Muslimin dalam berumrah membuatnya terheran-heran. Mengapa para jamaah itu sampai merelakan waktu dan uangnya untuk keluar negeri dengan tujuan menziarahi sebuah masjid? Bukankah di Indonesia saja ada begitu banyak masjid? Apa istimewanya Masjidil Haram atau Masjid Nabawi di Saudi?

Deretan pertanyaan itu seakan menggelitik pikirannya. Baginya, jamaah itu cukup aneh karena dengan uang banyak rela mengantre demi mendapatkan kuota haji. Untuk mereka yang mampu, tidak cukup satu kali ke Makkah dan Madinah. Berulang kali pun ke tempat yang sama tetap didambakan orang-orang Islam ini. Padahal, sesampainya di masjid tujuan pun mereka “hanya” shalat dan memanjatkan doa, tak ubahnya ibadah di masjid sekitar rumah masing-masing.

Fano tidak sampai bertanya langsung kepada jamaah tentang hal itu. Bagaimanapun, menyaksikan wajah-wajah bahagia mereka saat berangkat ataupun pulang dari Saudi, sudah menjadi jawaban tersendiri.

Ia merasakan, mereka berbahagia bukan lantaran bisa mendirikan shalat di masjid yang “lebih bagus” atau “lebih menarik” daripada yang ada di Tanah Air. Ada sebab lain yang membuat Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bak magnet bagi hati orang-orang ini.

 
Menyaksikan wajah-wajah bahagia mereka saat berangkat ataupun pulang dari Saudi, sudah menjadi jawaban tersendiri.
 
 

Ingat shalat

Kesan itu terus terbawa dalam pikiran Fano. Hatinya selalu senang setiap memudahkan urusan jamaah untuk mereka bisa berangkat ke Tanah Suci. Lebih bahagia lagi ketika tahu mereka telah lancar dengan ibadahnya di Saudi, lalu kembali dengan selamat ke Indonesia.

Momen lain yang membuat hatinya cenderung tertarik pada Islam ialah manasik haji. Fano sering mengantarkan pelanggannya untuk pergi ke tempat manasik. Ia menyaksikan, bagaimana orang-orang Muslim senang mengikuti rangkaian kegiatan tersebut.

Namun, semua itu belum sampai menerbitkan keinginannya untuk menjadi Muslim. Ia masih sebatas menaruh simpati pada ajaran Islam. Sekurang-kurangnya, ia terus berupaya mempelajari agama ini dari pelbagai bahan bacaan. Empat tahun lamanya kebiasaan tersebut dilakukannya.

Pernah satu ketika saat berkumpul bersama teman-temannya yang Muslim, azan terdengar berkumandang. Dari arah masjid terdekat, suara itu terus menggema.

Fano menyaksikan, mereka ternyata tetap asyik dengan kesibukan masing-masing. Ada yang bermain ponsel atau sekadar mengobrol. Seolah-olah, kumandang suara itu bukanlah panggilan shalat.

photo
Sebelum memeluk Islam, Delfano Charies mendapatkan kesan baik dari jamaah yang akan atau baru saja pulang dari Tanah Suci. Ia sejak 2015 memiliki biro perjalanan umrah dan haji. - (DOK IST)

Fano kaget ketika melihat seorang kawannya berdiri dan minta izin ke masjid sebentar. Dari kejauhan, ia melihat temannya itu sedang berwudhu di samping masjid tersebut. Ia pun berupaya mengingatkan kawannya yang masih duduk-duduk saja untuk mengikuti Muslim yang shalat tadi.

“Saya ingatkan teman yang lain untuk shalat. Namun, mereka pura-pura tak mendengar, kemudian saya ingatkan kembali kalau sudah diingatkan, pura-pura tidak mendengar, maka dosanya besar. Mereka kemudian khawatir dan langsung beranjak shalat,” ujar Fano mengenang, seperti dikutip Republika dari channel YouTube Cah Hijrah, beberapa waktu lalu.

Tak disangka, seorang di antara mereka lantas mengajaknya berwudhu. Padahal, kawannya itu paham bahwa ia belum bersyahadat. Sesampainya di masjid, beberapa orang temannya mengatakan, Fano sudah cocok menjadi Muslim. Harapannya, ia bersedia memeluk Islam.

Setelah kejadian itu, waktu pun berlalu sampai satu malam di Oktober 2019. Hatinya mulai resah. Ada rasa kerinduan akan Tuhan di hidupnya yang terasa kosong.

Hingga saat itu, Fano mengaku tidak meyakini agama apa pun. Dia juga tidak menjalankan suatu ibadah atau ritual. Setelah tiba di malam itu, Fano gelisah dan bahkan sempat merasa depresi. Ia kemudian menghubungi teman-temannya. Sayangnya, tidak ada yang punya waktu untuk datang ke rumahnya.

Fano memutuskan menyetir seorang diri untuk menenangkan pikiran. Terbersit dalam benaknya bahwa yang ia butuhkan saat ini adalah Allah. Langsung saja ia kembali ke rumah, lalu menelepon seorang sahabatnya—yang paling pertama menyambut suara azan pada kejadian lalu.

Temannya kemudian datang dan keduanya berdiskusi. Setelah yakin Fano kemudian bersyahadat di hadapan temannya di rumah.

Mereka terus melanjutkan diskusi tentang Islam hingga Subuh tiba. Teman Fano yang bernama Benny ini kemudian mengajaknya shalat Subuh ke masjid.

Saat itu adalah shalat pertamanya setelah menjadi mualaf. Meski dia sebelumnya bukan Muslim, Fano sedikit-sedikit telah hafal surah al-Fatihah.

Beberapa hari kemudian, Fano bersyahadat kembali di hadapan seorang ustaz dan jamaah sebagai saksi di Masjid at-Taufiq Semarang. Sesudah itu, ia pun mulai bergabung dengan komunitas Cah Hijrah. Rutin pula dia mengikuti kajian di masjid tersebut.

 
Aku sempat menghina azan dan menganggap azan itu sangat mengganggu. Azan terlalu berisik bagi aku dahulu, tetapi kini azan adalah suara yang aku rindukan.
 
 

“Aku sempat menghina azan dan menganggap azan itu sangat mengganggu. Azan terlalu berisik bagi aku dahulu, tetapi kini azan adalah suara yang aku rindukan,” jelas dia.

Saat pertama kali membahas tentang agama dengan ibundanya, ada keraguan dan kekhawtiran. Ia cemas bila perempuan yang amat dikasihinya itu tidak akan menerima keputusannya berislam.

Bagaimanapun, ada sebersit asa. Waktu itu, kakak kandungnya telah lebih dahulu memeluk Islam. Ini berarti, ibunya mungkin cukup toleran dalam menyikapi perbedaan agama.

Nyatanya, anggapan itu meleset. “Mama mengaku sedih dan kecewa saat tahu aku menjadi Muslim. Dia kaget, tapi saya serahkan kepada Allah,” ucapnya.

Benar saja, keesokan harinya, ibunya dapat menerima keputusan Fano menjadi Muslim. Seakan-akan beban berat telah diangkat dari dadanya. Ia sangat bahagia menyaksikan keridhaan hati orang tua.

Tahun 2020 merupakan tahun pertama Fano menjalankan segala hal kewajibannya sebagai Muslim. Meski terkendala pandemi dan harus shalat Tarawih di rumah, Fano terus belajar untuk mendalami Islam. Fano juga untuk pertama kalinya menjalankan menyembelih kurban saat Idul Adha lalu.

Bagi Fano, menjalankan kewajiban sebagai Muslim itu bukan menunggu hidayah. Tetapi, Allah sebenarnya telah menunjukkan hidayah melalui cara yang berbeda, hanya saja banyak orang yang tidak mempedulikannya.

Manusia adalah ciptaan Allah yang berakal dan berpikir, sehingga tugas manusia adalah untuk mencari kebenaran. Terkait agama tidak harus menjelekkan agama lain, tetapi individu tersebut yang harus mencari kebenaran dan Islam bagi Fano adalah kebenaran tersebut.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat