Sejumlah pegawai pemerintah berbelanja sayuran pada Hari Belanja ke Pasar Tradisional di Pasar Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (5/5/2021). | BUDI CANDRA SETYA/ANTARA FOTO

Opini

Konsumsi Pulihkan Ekonomi

Percepatan pemulihan ekonomi diperlukan untuk menyerap tenaga kerja.

TASMILAH, Statistisi pada BPS Kota Malang

Dampak pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga 2021,  yang ditandai kontraksi ekonomi pada triwulan I sebesar minus 0,71 persen (//year on year//). Indonesia mengalami pertumbuhan minus selama empat triwulan berturut-turut sejak triwulan II 2020.

Upaya pemulihan ekonomi oleh pemerintah berdampak pada percepatan ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya tetapi belum mampu memberikan pertumbuhan positif pada triwulan I tahun ini.

Diperinci menurut komponen pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi sumber kontraksi terdalam dengan andil minus 1,22 persen. Konsumsi rumah tangga berkontraksi minus 2,23 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Kontraksi disebabkan penurunan pengeluaran untuk makanan minuman (-2,31 persen), pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan (-2,71 persen), transportasi dan komunikasi (-4,24 persen), dan restoran dan hotel (-4,16 persen).

 
Harus diakui, aktivitas mudik menggerakkan permintaan barang dan jasa.
 
 

Guna mendongkrak perekonomian 2021, perlu dorongan permintaan. Salah satunya, momentum Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan II tahun ini. Namun, pemerintah melarang mudik  untuk mencegah penularan Covid-19.

Maka, potensi ekonomi dari aktivitas mudik akan hilang. Harus diakui, aktivitas mudik menggerakkan permintaan barang dan jasa pada sektor transportasi, perdagangan, akomodasi dan restoran/makan minum, hingga rekreasi dan hiburan.

Beberapa lapangan usaha tersebut turun tajam selama pandemi Covid-19. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, stimulus disiapkan pemerintah, salah satunya diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, program ini meningkatkan penjualan ritel mobil pada Maret 2021 hingga 65,1 persen dibandingkan Februari 2021. Program diteruskan hingga November dengan relaksasi insentif secara bertahap.

Kebijakan ini diharapkan mendorong konsumsi penduduk menengah atas yang selama ini tertahan akibat pandemi Covid-19. Bukan tanpa alasan pemerintah mendorong konsumsi, mengingat perekonomian Indonesia 56,93 persen ditopang konsumsi rumah tangga.

 
Selama pandemi belum bisa dikendalikan, pengeluaran kedua kelompok ini masih akan tertahan. 
 
 

Bahkan untuk kelompok 40 persen kelas menengah berkontribusi 35,85 persen dan kelompok 20 persen kelas atas berkontribusi 46,22 persen dari konsumsi rumah tangga nasional. Pengeluaran kedua kelompok ini tergantung pada pengendalian pandemi Covid-19.

Selama pandemi belum bisa dikendalikan, pengeluaran kedua kelompok ini masih akan tertahan. Berdasarkan laporan Bank Dunia, Aspiring Indonesia, pengeluaran penduduk kelompok menengah atas di Indonesia didominasi pengeluaran untuk perumahan dan hiburan.

Pemerintah pun menganggarkan Rp 500 miliar untuk subsidi bebas ongkos kirim belanja secara daring pada hari belanja online nasional (Harbolnas) Lebaran dari H-10 hingga H-5 Idul Fitri.

Harapannya, pekerja formal (buruh/karyawan, termasuk juga pegawai negeri sipil/TNI/Polri) yang memperoleh tunjangan hari raya (THR) membelanjakan uangnya dengan tetap tinggal di rumah.

Namun perlu diperhatikan, apakah program itu juga menetes pada penduduk kelompok 40 persen terbawah? Mengingat pelaku usaha dari kelompok terbawah ini masih terbatas kemampuannya mengakses ekonomi digital atau platform e-commerce.

Karena itu, semangat belanja ini juga harus ditujukan kepada pedagang kecil yang belum tersentuh ekonomi digital. Mengingat, bantuan sosial tunai nonregular bagi penduduk 40 persen terbawah ini hanya diberikan selama empat bulan hingga April 2021.

 
Namun, meningkatkan daya beli kelompok ini menaikkan kesejahteraan penduduk. 
 
 

Meskipun harus diakui, memacu konsumsi pada penduduk 40 persen terbawah tak berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi karena kontribusi kelompok ini hanya 17,93 persen dari seluruh konsumsi rumah tangga nasional.

Namun, meningkatkan daya beli kelompok ini menaikkan kesejahteraan penduduk. Konsumsi tahun ini belum akan pulih seperti sebelum pandemi. Sebab, banyak pekerja kehilangan pekerjaan atau turun pendapatannya.

Berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas, Februari 2021) ada 8,75 juta orang menganggur dan 11,42 juta orang bekerja dengan jam kerja di bawah normal.

Selain konsumsi rumah tangga, yang memacu pemulihan ekonomi adalah investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor. Investasi bergantung kemampuan pemerintah mengendalikan pandemi karena berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan investor.

Investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) berkontribusi 31,98 persen dalam perekonomian Indonesia, peringkat kedua setelah konsumsi rumah tangga.

Untuk ekspor, awal 2021 ini Indonesia diuntungkan adanya kenaikan harga komoditas dan membaiknya perekonomian mitra dagang. Ini diharapkan mendorong pemulihan ekonomi, mengingat ekspor berkontribusi 19,18 persen terhadap perekonomian Indonesia.

Percepatan pemulihan ekonomi diperlukan untuk menyerap tenaga kerja. Ketiadaan lapangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi, terlebih tingkat kemiskinan pada September 2020 yang mencapai 10,19 persen atau setara 27,55 juta jiwa.

Pemulihan ekonomi perlu syarat yaitu terkendalinya pandemi Covid-19 agar konsumsi kembali normal sehingga mendorong produksi dalam negeri. Butuh keterlibatan seluruh penduduk menerapkan protokol kesehatan ketat agar pandemi terkendali. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat