Raden Ridwan Hasan Saputra | Istimewa

Opini

Pendidikan Suprarasional

Pendidikan suprarasional berhasil jika orang Indonesia memiliki keyakinan tinggi kepada Allah.

RADEN RIDWAN HASAN SAPUTRA, Doktor Alumnus UIKA Bogor

Sudah 75 tahun Indonesia merdeka, sepertinya pendidikan nasional masih dirundung masalah. Mulai dari kenakalan pelajar kian mengkhawatirkan, kualitas akademik pelajar belum merata, kesejahteraan dan kualitas guru memprihatinkan, hingga banyak lulusan perguruan tinggi masih menganggur dan deretan masalah pendidikan yang tak pernah kunjung selesai.

Menyelesaikan masalah pendidikan memang tak semudah membalikkan telapak tangan karena sudah parah dan beragam. Perlu strategi tak biasa. 

Mari kita renungkan tujuan pendidikan nasional pada Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003. Yakni, "Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

 
Menyelesaikan masalah pendidikan memang tak semudah membalikkan telapak tangan karena sudah parah dan beragam. Perlu strategi tak biasa. 
 
 

Maka seharusnya, komponen pendidikan nasional diarahkan pertama kali membentuk peserta didik beriman dan bertakwa. Namun, saat ini justru lebih ditekankan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mudah memperoleh pekerjaan. Keberhasilan dilihat dari hal duniawi.

Padahal dalam epistemologi Islam, menurut an-Nasafi dan Prof al-Attas, khabar shadiq (wahyu) bisa jadi sumber ilmu. Wahyu banyak bersifat supranasional. Solusi jika menggunakan pendidikan supranasional, fokus pembentukan manusia beriman dan bertakwa terlebih dahulu.

Sebab, manusia beriman dan bertakwa bisa menyelesaikan masalah dan mendatangkan rezeki yang tak disangka-sangka. Surah At-Thalaq ayat 2 dan 3 menyebutkan, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. 

Selain itu, membuat manusia beruntung, seperti disebutkan Al-Ashr ayat 1-3. “Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran".

Dan bisa membuat Indonesia diberkahi, diuraikan  surah al-A’raf ayat 96, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.

 
Karena itu, harus ada revolusi pendidikan yang mengubah kurikulum, manajemen, fasilitas, biaya, dan lainnya.
 
 

Karena itu, harus ada revolusi pendidikan yang mengubah kurikulum, manajemen, fasilitas, biaya, dan lainnya yang bertujuan membuat murid, mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat menjadi manusia beriman dan bertakwa.

Keinginan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan teknologi dengan negara maju lainnya merupakan motivasi yang sangat bagus. Namun, jika hanya mengandalkan hal rasional tanpa pertolongan Allah, keinginan itu sulit tercapai. Pertolongan datang jika kita beriman.

Sebenarnya, mengutamakan hal bersifat keimanan dan ketakwaan untuk mendapatkan kesuksesan dalam ilmu dan teknologi bukan hal yang tak mungkin.

Penelitian doktoral di bidang pendidikan di Universitas Ibn Khaldun Bogor, “Penerapan 7 Sunnah Nabi Muhammad SAW dan Hubungannya dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills) dalam Bidang Matematika” sudah membuktikannya.

Kesimpulannya, pelaksanaan tujuh sunah, yaitu shalat fardhu berjamaah, Tahajud, Dhuha, membaca Alquran, puasa sunah, sedekah, dan menjaga wudhu memiliki hubungan signifikan dalam peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam matematika.

 
Pendidikan suprarasional berhasil jika orang Indonesia memiliki keyakinan tinggi kepada Allah.
 
 

Pendidikan suprarasional berhasil jika orang Indonesia memiliki keyakinan tinggi kepada Allah. Karena itu, guru, siswa, orang tua siswa, pejabat di bidang pendidikan di daerah, hingga Kemendikbudristek harus ditanamkan keyakinan yang kuat kepada Allah. 

Penulis menyebut cara berpikir agar yakin kepada Allah sehingga mendapat pertolongan dari Allah adalah cara berpikir suprarasional. Sebenarnya, cara berpikir ini sudah ada di Indonesia, khususnya di pesantren tradisional pada masa lalu.

Di pesantren tradisional, santri yang belajar tidak membayar dan ustaz yang mengajar ngaji tidak digaji. Uniknya, pesantren bisa berjalan baik dan tidak terdengar para ustaz protes masalah keuangan karena keyakinannya kepada Allah.

Jika guru sudah berpikir supranasional, insya Allah tidak lagi berpikir gaji atau demo ingin menjadi PNS. Jika orang tua sudah supranasional, insya Allah akan banyak melakukan wakaf, infak, dan sedekah yang membuat guru sejahtera. Jika peserta didik sudah supranasional, insya Allah kenakalan remaja sangat berkurang dan kualitas pendidikan meningkat.

Senyampang dengan kementerian baru, Kemendikbudristek, ini momentum berharga. Menteri Nadiem Makarim sebagai pendiri platform teknologi terbesar di Indonesia dan lulusan perguruan tinggi top di AS, sepertinya bisa memajukan riset dan teknologi di Indonesia.

Karena itu, Nadiem harus didukung wakil menteri mumpuni dalam pendidikan, khususnya pendidikan suprarasional. Sosok seperti ini bisa ditemukan di ormas-ormas berbasis pendidikan Islam. Insya Allah, kolaborasi ini membuat Indonesia mempunyai derajat tinggi di dunia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat