Menurut Ustaz Fahmi Salim, Ramadhan merupakan momen yang sangat tepat untuk merutinkan tadabur Alquran. | DOK IST

Hiwar

Ustaz Fahmi Salim, Tadabur Alquran di Bulan Suci

Tadabur merupakan upaya sungguh-sungguh untuk memahami setiap ayat Alquran yang dibaca.

Ramadhan tidak hanya menjadi bulan puasa wajib. Allah SWT menurunkan Alquran pada bulan suci ini. Ustaz Fahmi Salim mengatakan, umat Islam hendaknya sungguh-sungguh menadaburi Alquran setidaknya selama sebulan ini.

Pendiri Pusat Dakwah Alquran al-Fahmu Institute Jakarta itu menjelaskan, tadabur adalah upaya yang timbul dari hati tulus untuk memahami setiap ayat Alquran. Kitab Suci tidak sekadar dibaca, tetapi direnungi dan diresapi dengan sepenuh hati. Dengan perkataan lain, kesungguhan alias totalitas dalam mengamalkan seluruh ajaran Alquran.

“Jadi, bukan hanya sekadar baca secara lisan, tapi hati kita juga harus hadir. Lalu, anggota tubuh kita merasakan. Karena itu, di dalam Alquran disebutkan bahwa orang yang menadaburi Alquran itu hatinya bergetar,” ujarnya.

Alumnus Universitas al-Azhar Kairo itu juga mengingatkan, kaum Muslimin seyogianya mempersiapkan diri jauh-jauh hari jelang 10 malam terakhir Ramadhan. Sebab, ada kemuliaan Lailatul Qadr yang sayang bila terlewatkan. Allah Ta’ala memuji momen itu sebagai malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Di dalamnya, Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

“Maka kalau membaca (Alquran) plus pemahaman, tentu pahalanya lebih besar lagi. Jadi, penting sekali untuk menadaburi Alquran,” kata Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.

Bagaimana langkah-langkah ideal untuk tadabur Alquran? Lebih lanjut, bagaimana meningkatkan interaksi dengan Kitabullah selama Ramadhan ini? Berikut perbincangan wartawan Republika, Muhyiddin, dengan ulama kelahiran Jakarta, 22 Mei 1980, ini. Wawancara berlangsung melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

Apa makna Ramadhan sebagai bulan Alquran (syahr al-Qur’an)?

Ramadhan disebut sebagai bulannya Alquran. Sebab, Allah SWT yang menyatakan dalam surah al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadan adalah yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia.” Bahkan, Ramadhan juga merupakan satu-satunya bulan yang disebut dalam Alquran.

Mengapa Ramadhan dipilih sebagai bulan diturunkannya Alquran, lalu diwajibkan atas Muslimin berpuasa? Menurut Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, itu agar umat Islam merayakan dan memperingati turunnya Alquran. Untuk merayakan turunnya Alquran di Ramadhan, kita harus menjadikan Alquran itu sebagai manhajul hayat atau pedoman hidup.

Intinya, jadikanlah Ramadhan sebagai momentum yang sebaik-baiknya untuk meningkatkan interaksi kita dengan Alquran. Minimal, tingkatkan bacaan. Lalu, tingkatkan pemahaman dan pengamalan kita akan Alquran.

Apa saja keutamaan mengkhatamkan Alquran di bulan suci ini?

Sebagian umat Islam berlomba-lomba mengkhatamkan Alquran di bulan Ramadhan. Ya, khotmil Qur’an itu adalah salah satu sunah Rasulullah SAW, terutama kala Ramadhan. Di bulan suci inilah, Nabi SAW mengkhatamkan Alquran. Secara khusus, seperti diutarakan dalam sebuah hadis, Malaikat Jibril turun setiap malam Ramadhan untuk memeriksa wahyu Allah yang sudah diturunkan kepada beliau.

Jadi, itulah cara Allah untuk menjaga kemurnian Alquran. Sepeninggal Rasulullah SAW, umat Islam juga sangat dianjurkan untuk mengkhatamkan Alquran, apalagi di bulan suci Ramadhan. Kalau misalnya ada orang yang berpuasa, tetapi tidak mengkhatamkan Alquran, itu akan terasa kurang lengkap Ramadhannya.

Suasana bulan suci menjadi hambar kalau tidak diisi dengan kegiatan yang paling utama setelah berpuasa, yakni tilawatil Qur’an dan khotmil Qur’an. Jadi, Rasulullah SAW, para sahabat beliau, generasi tabiin, dan tabiut tabiin itu memberikan contoh kepada kita semua. Teladan untuk menghidupkan Ramadhan dengan memperbanyak interaksi dengan Alquran.

Apakah perintah untuk menadaburi Alquran?

Dalam surah Shaad ayat 29, Allah berfirman, yang artinya, “Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati (liyaddabbaru) ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” Jadi, tadabur itu adalah tujuan utama diturunkannya Alquran kepada manusia.

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, artinya, “Maka tidakkah mereka menghayati (yatadabbarun) Alquran ataukah hati mereka sudah terkunci?” Dengan demikian, ciri orang yang hatinya hidup adalah senantiasa menadaburi Alquran. Orang yang tidak menadaburi Alquran, dikhawatirkan hatinya terkunci. Maka, untuk meraih hikmah-hikmah dan petunjuk-petunjuk Alquran, itu harus dengan tadabur.

Tadabur berarti tidak sekadar membaca Kitab Suci?

Membaca Alquran saja itu berpahala. Maka, kalau membaca plus pemahaman, tentu pahalanya lebih besar lagi. Jadi, penting sekali untuk menadaburi Alquran. Kita tidak akan bisa menggali nilai-nilai atau hikmah dari narasi ayat-ayat kauniyah, satu ayat qauliyah di dalam Alquran, kecuali dengan tadabur.

Dengan menadaburi itu, akan menjadi suatu nilai tambah yang sangat luar biasa, terutama di bulan Ramadahan. Bagi orang awam, cara menadaburi Alquran adalah dengan meminta petunjuk dari ulama-ulama ahli Alquran. Orang awam itu harus mengikuti kajian ahli-ahli Alquran untuk memahami kandungan ayat, firman Allah SWT.

Apa saja manfaat tadabur Alquran pada bulan suci?

Tadabur Alquran sebenarnya berlaku umum. Artinya, bukan hanya di bulan Ramadhan. Manfaatnya pun sangat banyak. Di antaranya adalah dapat mendatangkan keberkahan dari sisi Allah SWT. Karena itu, Ibnu Taimiyah pun pernah menyesal. Sebab, ulama besar tersebut merasa usianya lebih banyak dihabiskan untuk mengajar, bukan tadabur Alquran. Maka, di akhir hayatnya Ibnu Taimiyah kemudian banyak menulis renungan-renungan tentang ayat-ayat Alquran.

Kemudian, kalau kita sering menadaburi Alquran, hati kita juga akan menjadi lembut. Sebab, itu akan mengingatkan kepada banyak kisah dan pelajaran di dalam Alquran yang semuanya menyentuh hati, akal, dan budi. Bukan hanya akalnya diasah. Jiwa dan rasa pun juga diasah agar menjadi lebih tajam dan peka.

Jadi, kalau ingin menjadi orang yang baik, kuncinya adalah tadabur Alquran. Sebab, metode terbaik untuk memahami Alquran, selain dengan tafsir, adalah tadabur. Kalau tafsir, itu berarti mengurai atau memperinci sesuai dengan ilmu-ilmu. Sedangkan tadabur ini inti sarinya atau sari pati daripada hasil interkasi dengan tafsir Alquran itu. Jadi manfaatnya luar biasa.

Bagaimana langkah-langkah untuk tadabur Alquran?

Langkah-langkah itu saya pernah kutip dalam buku saya yang berjudul Tadabbur Qur`an di Akhir Zaman. Dimulai dari sebelum, pada saat, dan setelah tilawah. Sebab, tadabur ini memang merupakan upaya sungguh-sungguh untuk memahami setiap ayat Alquran yang dibaca.

Jadi, Alquran itu bukan sekadar dibaca secara lisan. Hati kita juga harus hadir. Lalu, anggota tubuh kita harus bisa merasakan. Karena itu, di dalam Alquran disebutkan bahwa orang yang menadaburi Alquran itu hatinya bergetar, kulitnya juga bergetar, kala mendengar ayat suci dibacakan.

Harus ada totalitas untuk mengamalkan kandungan-kandungan Alquran. Karena itu, menurut Syekh Ahmad Isa al-Ma’sharawi, aktivitas tadabur harus meliputi aspek pra tilawah, saat tilawah, dan pasca tilawah.

Apa saja ketiga aspek itu?

Pertama, sebelum membaca Alquran, kita harus membersihkan diri atau bersuci. Lalu, meluruskan niat. Kemudian, kita memakai pakaian yang bersih. Setelah itu, barulah kita membaca Alquran. Jadi, langkah-langkah tadabur itu dimulai sejak sebelum tilawah.

Lalu pada saat tilawah, kita harus merasakan. Misalnya, ketika membaca ayat tentang neraka, ayat tentang surga, atau ayat tentang kisah nabi-nabi, kita harus meresapi maknanya. Misalnya, dengan mengulang-ulang bacaannya.

Contohnya, seperti imam Masjidil Haram. Ketika membaca ayat tentang surga dan neraka, bacaannya itu sering diulang-ulang. Bahkan, ia sampai sesenggukan dan menangis. Setelah tilawah, barulah kemudian muncul gelombang iman. Ada dorongan dalam diri kita untuk mengamalkan isi Alquran dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, sebagian umat Islam menjalankan tradisi khatam Alquran dalam shalat tarawih. Bagaimanan menurut Anda?

Saya kira, itu tradisi ulama-ulama yang harus kita pertahankan. Tradisi itu dimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Setiap malam, Nabi melakukan tadarus Alquran dengan Malaikat Jibril. Maka, sebaik-baik tilawah Alquran itu ada di dalam shalat. (Alquran) dibaca di luar shalat, bagus. Namun, tidak seperti nilainya ketika dibaca di dalam shalat.

Makanya di negara-negara Timur Tengah itu rata-rata imam masjidnya bukan hanya merdu suaranya. Mereka juga termasuk kalangan hafiz Alquran. Jadi, dengan lancar mereka insya Allah dapat melangsungkan khatam Alquran dalam ibadah shalat.

Saya kira, tradisi ini harus kita hidupkan, apalagi selama Ramadhan. Kalau bisa, itu merata di Tanah Air, bukan hanya tempat-tempat tertentu.

Bagaimana persiapan yang ideal dalam meraih Lailatul Qadar di bulan Ramadhan?

Ramadhan adalah bulan istimewa. Ibadah puasa diwajibkan Allah SWT di bulan ini, yang mana juga menjadi bulan diturunkannya Alquran. Kalau kita lihat urutannya, mulai dari al-Baqarah ayat 183—ayat yang memuat perintah berpuasa—hingga ayat ke-184 dan 185, itu jelas tampak benang merahnya. Jadi, bulan puasa pun mesti dimaknai sebagai syahr al-Qur’an.

Dengan demikian, kuatkan tekad agar tidak satu waktu pun terlewat dalam Ramadhan ini kecuali kita meningkatkan interaksi dengan Alquran. Kuatkan hati dan niat untuk menggapai Lailatul Qadar.

Lalu, buatlah rencana-rencana yang feasible terkait ibadah, apalagi dalam mengisi 10 malam terakhir di bulan Ramadhan. Selanjutnya, ajaklah keluarga dan orang-orang terdekat untuk menghidupkan malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan.

Dalam sebuah hadis, dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW ketika masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan, beliau mengencangkan kain, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Jadi, keluarga kita pun harus diajak untuk qiyamul lail dan membaca Alquran. Setidaknya, itulah persiapan-persiapan yang harus kita lakukan untuk menggapai Lailatul Qadar. Semuanya bagusnya dilakukan secara kontinyu sejak awal Ramadhan.

photo
Ustaz Fahmi Salim - (DOK REP Thoudy Badai)

Totalitas untuk Syiar Alquran

Sejak masih berusia anak-anak, Ustaz Fahmi Salim sudah menyukai kajian ilmu-ilmu keislaman. Dosen Fakultas Agama Islam UHAMKA ini menuturkan, dia menempuh pendidikan dasar di dua tempat sekaligus. Yakni, sekolah dasar (SD) dan Madrasah Diniyah Sa’adatud Darayn di bilangan Duri Selatan, Tambora, Jakarta. Madrasah tersebut waktu itu diasuh Habib Hasan Alaydrus.

Lulus dari sana, ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren al-Muayyad, Solo, Jawa Tengah. Lembaga ini dipimpin KH Abdul Rozaq Shafawi. Tiga tahun lamanya dia menuntut ilmu-ilmu agama di sana. Di pesantren inilah, Ustaz Fahmi mulai serius mempelajari ilmu-ilmu Alquran, baik dari aspek tajwid maupun tahfiz.

Rihlahnya berlanjut ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Program Khusus Keagamaan di Pesantren Darussalam, Ciamis, Jawa Barat. Di tempat itu, dia mempelajari berbagai kitab turats, seperti Alfiyah Ibnu Malik, Al-Muhadzdzab fii Fiqh al-Syafii, Fiqhus Sunnah, Shahih Bukhari, Tafsir al-Manar, dan Tafsir al-Munir.

Dalam usia muda, dia berhasil meraih beasiswa dari Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Di kampus Islam ternama ini, ia menempuh studi pada Jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin. Setelah lulus, studi S-2 diteruskannya pada kampus yang sama.

Ia mengaku ingin mendalami Alquran karena sesuai dengan misi dakwah. Di antara tugas utama dai ialah memberikan pencerahan kepada umat.

“Sebab, Alquran ini adalah kitab pedoman seluruh manusia, seluruh umat Islam. Maka, mempelajari isinya, kandungannya, menguasai ilmu-ilmu Alquran itu merupakan fardhu kifayah dalam rangka mencerahkan umat,” ujar Ustaz Fahmi Salim saat dihubungi Republika baru-baru ini.

Alquran merupakan pedoman bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Ajaran yang terkandung di dalamnya harus terus didakwahkan kepada masyarakat secara luas. Di luar dunia kampus, Ustaz Fahmi terus menggiatkan syiar. Salah satu ikhtiarnya adalah mendirikan pusat dakwah Alquran di Jakarta, yaitu Al-Fahmu Institute.

Lembaga ini berdiri sejak 2020 lalu. Tujuannya untuk menyebarkan nilai-nilai Alquran, rahamatan lil ‘alamin, kepada seluas-luasnya masyarakat. Dengan memahami Alquran, kehidupan Muslimin Indonesia akan menjadi lebih baik.

“Kalau kita bisa memahami Alquran dengan baik, insya Allah, kehidupan kita akan menjadi baik. Untuk itu, saya mengembangkan (institut) ini,” katanya.

 
Kalau kita bisa memahami Alquran dengan baik, insya Allah, kehidupan kita akan menjadi baik.
 
 

Untuk saat ini, dia sedang berupaya mengembangkan dakwah Alquran melalui platform digital. Ia memandang, ruang digital membuka luas banyak kemungkinan untuk syiar Alquran. Apalagi, generasi muda Muslim kini termasuk konsumen utama internet.

“Anak-anak muda Muslim sekarang ini didominasi oleh generasi milenial. Mereka sudah melek digital. Ini (Alquran digital) upaya kita untuk menyebarluaskan dakwah,” ucap lelaki berusia 41 tahun ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat