Seorang pria membaca Alquran pada bulan suci Ramadhan di Masjid, Peshawar, Pakistan, Jumat (23/4). Bulan suci Ramadhan, dimanfaatkan umat Islam di penjuru dunia untuk memperbanyak amalan dan ibadah diantaranya dengan melakukan tadarus Al Quran. EPA-EFE/BI | EPA-EFE/BILAWAL ARBAB

Kitab

Serba-Serbi Keutamaan Ramadhan

Buku ini menjelaskan makna ibadah kala Ramadhan dari banyak perspektif.

OLEH MUHYIDDIN

Ramadhan selalu menjadi bulan yang dinanti-nanti kaum Muslimin. Dalam bulan suci ini, umat Islam menjalankan ibadah puasa wajib serta berbagai amalan sunah. Selama sebulan penuh, seluruh Mukminin ditempa untuk menjadi pribadi yang bertakwa.

Sebab, Allah SWT telah menurunkan perintah-Nya, sebagaimana termuat dalam surah al-Baqarah ayat 183. Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat istimewa. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, puasa mendapatkan ganjaran langsung dari Allah SWT. “Setiap amalan manusia adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku (Allah), dan Aku sendiri yang akan membalasnya,” demikian sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis qudsi.

Dalam hal ini, buku berjudul Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan menjadi salah satu sumber pengetahuan yang tepat. Dengan membaca buku ini, Anda dapat menadaburi rukun Islam tersebut beserta seluruh amalan khas Ramadhan. Karya itu ditulis Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis.

Buku tersebut menghimpun berbagai tulisan sang pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok, Jawa Barat, itu yang pernah dipublikasikan di media massa. Setiap esai karyanya mengulas sejumlah ayat Alquran dan hadis yang berkaitan dengan Ramadhan. Alhasil, kumpulan artikel tersebut dapat memudahkan masyarakat untuk menemukan hikmah bulan suci.

 
Kumpulan artikel tersebut dapat memudahkan masyarakat untuk menemukan hikmah bulan suci.
 
 

Penulis buku ini menjelaskan makna ibadah puasa dari berbagai perspektif. Misalnya dari sudut pandang fikih, tauhid, dan tasawuf. Ia pun memiliki kepakaran atas ketiga disiplin keilmuan itu.

Sangat banyak tema puasa yang diungkap dalam buku ini. Di antaranya bertajuk “Rahasia Puasa Ramadhan.” Tulisan ini berupaya mengungkapkan fakta-fakta sejarah serta keistimewaan siam di bulan suci.

Menurut Kiai Cholil, hakikat berpuasa adalah jihad melawan hawa nafsu pribadi. Bisikan-bisikan dalam diri manusia kerap mengajak pada keburukan. Rasulullah SAW pun mengakui perlawanan terhadap dominasi hawa nafsu adalah sebuah jihad. Hal itu disampaikannya tatkala Muslimin baru saja pulang dari gelanggang Perang Badar.

Tujuan jihad di jalan Allah tersebut untuk meninggikan kalimat Allah dan menerapkan Alquran di muka bumi. Ramadhan pun memiliki nilai historis, yakni sebagai bulan Alquran (syahr al-Qur’an). Di dalamnya, Allah SWT menurunkan kitab-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS al-Baqarah: 185).

Di dalam buku ini juga terdapat berbagai tulisan yang mengupas tentang makna puasa. Di antaranya, yang berkaitan dengan puasa sebagai amanah, perisai, dan momen untuk mengasah kedermawanan. Menurut Kiai Cholil, dalam sebulan penuh Ramadhan Muslimin pun diarahkan agar menguatkan mental demi menghindari pelbagai potensi buruk. Misalnya, godaan korupsi dan menafikan amanah. Dengan berpuasa, umat pun diharapkan dapat mempertajam kepekaan sosial.

photo
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis. - (Thoudy Badai_Republika)

Penulis Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan menjelaskan, selain makan dan minum, puasa juga mengandung pesan sosial yang luhur. Puasa bukan hanya ibadah yang berorientasi vertikal (teosentris), tetapi juga horizontal (antroposentris). Melalui ibadah ini, hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat diperbaiki. Begitu pula, relasi antarmanusia diharapkan bisa terjalin dengan lebih berakhlak mulia.

Salah satu tulisan yang menarik dalam buku ini adalah tentang puasa dan produktifitas kerja. Melalui esainya ini, Kiai Cholil berupaya meluruskan pelbagai persepsi yang keliru tentang puasa. Sering kali, orang-orang menganggap bahwa produktivitas kerja akan menurun ketika seseorang berpuasa. Karena itu, ada pula yang memandang setengah mata terhadap Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan biasa.

Mereka yang terbawa “stigma Ramadhan” itu akan cenderung menyalahkan orang yang berpuasa. Sebab, pelaku amal ibadah ini distigmakan tidak mempunyai energi yang cukup untuk menjaga produktivitas kerja. Padahal, tegas Kiai Cholil, stigma maupun anggapan demikian jelas-jelas salah. Sebab, semangat bekerja dan beramal seharusnya terpacu kala Ramadhan. Apalagi, sejarah membuktikan, banyak pencapaian gemilang kaum Muslimin yang terjadi pada bulan suci.

 
Sejarah membuktikan, banyak pencapaian gemilang kaum Muslimin yang terjadi pada bulan suci.
 
 

Menurut Kiai Cholil, puasa di bulan Ramadhan tidak menghalangi sedikitpun langkah umat Islam untuk terus produktif dan meraih prestasi. Salah satu prestasi umat Islam di kala berpuasa terjadi pada 10 Ramadhan 8 Hijriah. Muslimin saat itu berhasil menaklukkan Kota Makkah. Peristiwa yang disebut Fathul Makkah ini menunjukkan watak rahmatan lil ‘alamin Islam. Tidak ada pertumpahan darah di sana.

Sepeninggal Rasulullah SAW, bulan Ramadhan selalu diisi dengan pencapaian-pencapaian umat Islam ataupun kemenangan spektakuler dalam peradaban madani. Sebut saja, ekspansi umat Islam di Andalusia (Spanyol) pada Ramadhan 91 Hijriah atau 710 M, kesuksesan Muslimin dalam melawan bangsa Tartar pada 1168 M. Contoh lainnya, kemenangan besar di Perang Salib pada 1188 M.

Ramadhan pun memberikan kesan tersendiri dalam sejarah Indonesia, negara yang berpenduduk mayoritas Muslim terbesar sedunia. Pada 9 Ramadhan 1464 H, kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan di Jakarta oleh Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia. Tanggal itu bertepatan dengan 17 Agustus 1945. Semua fakta tersebut menunjukkan, berpuasa tidak menghalangi umat Islam untuk tetap aktif, produktif, dan berjuang mewujudkan cita-cita.

Kiai Cholil juga memandang puasa dari perspektif tauhid. Di dalam buku ini, terdapat tulisan berjudul “Nilai Tauhid dalam Berpuasa”. Penulisnya menjelaskan bahwa ibadah puasa sangat lekat dengan implementasi nilai-nilai tauhid. Dengan berpuasa, seorang Muslim menjadi terlatih untuk menjauhi syirik, baik yang samar, kecil, maupun besar. Wajarlah kiranya bila puasa dipandang sebagai ibadah yang istimewa oleh Allah SWT.

 
Dengan berpuasa, seorang Muslim menjadi terlatih untuk menjauhi syirik, baik yang samar, kecil, maupun besar.
 
 

Tidak hanya memuat tulisan tentang puasa, di bagian akhir buku ini Cholis Nafis juga menyertakan tulisan tentang spritualitas mudik. Tiap Ramadhan—terutama menjelang Lebaran—masyarakat Indonesia menjalankan sebuah tradisi kembali ke tempat asal. Di kampung halaman, mereka merayakan Idul Fitri, saling bermaafan, dan menyambung kembali tali silaturahim.

Kendati demikian, di tengah pandemi Covid-19, tradisi mudik cenderung tidak bisa dilakukan. Masyarakat Indonesia diimbau untuk tetap di kediaman masing-masing selama Ramadhan hingga masa Lebaran. Pemerintah beralasan, kebijakan larangan mudik diambil untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Terlepas dari itu, menurut penulis, semangat mudik tersebut sejalan dengan seruan Islam. Yakni, kaum Muslimin agar senantiasa menjalin hubungan silaturahim. Allah SWT berfirman, yang artinya, “Wahai sekalian manusia, dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS al-Nisa: 1).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturahim” (HR Bukhari). Berbagai tulisan tentang puasa Ramadhan ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, setiap karya tidak ada yang sempurna. Buku setebal 216 halaman ini juga tidak luput dari kekurangan.

Tema tulisan artikel pendek dalam buku ini tampak kurang sistematis. Hal ini tak lain karena buku ini hanya merupakan kumpulan tulisan. Kendati demikian, semua itu tertutupi dengan penyajian tulisan yang mudah dicerna. Para pembaca juga dapat dengan mudah memilih tema puasa yang sesuai dengan kebutuhan.

photo
Dalam buku ini, KH Cholil Nafis menjelaskan makna dan keutamaan puasa pada bulan suci Ramadhan. - (DOK IST)

DATA BUKU :

Judul: Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan

Penulis: KH Cholil Nafis

Penerbit: Mitra Abadi Press

Tebal: 216 halaman

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat