Arianto memutuskan untuk menjadi Muslim pada 2019 lalu. Jauh sebelumnya, ia termasuk yang antipati terhadap Islam. | DOK IST

Oase

Arianto, Terinspirasi Makna ‘Allahu Akbar’

Arianto lelaki asal Jakarta ini sempat begitu membenci Islam, tetapi kemudian mempelajarinya dengan tekun.

 

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

 

Dalam bahasa Arab, hati manusia disebut sebagai al-qalb. Secara harfiah, itu berarti ‘sesuatu yang cenderung bolak-balik'. Disebut demikian karena hati mudah berubah atau tidak berpendirian tetap.

Karena itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya doa tentang ketetapan hati. “Ya Muqallibal qulubi tsabbit qalbi ‘ala diinika.” Artinya, “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agama-Mu.”

Alangkah beruntungnya orang-orang yang berhati mantap dalam iman dan Islam. Mereka memperoleh petunjuk Allah SWT sehingga jauh dari kemusyrikan dan kekafiran. Allah Ta’ala Mahakuasa memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. “Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” Demikian terjemah surah al-Hajj ayat 16.

Setiap ayat Alquran itu diperdengarkan, Arianto selalu memanjatkan syukur ke hadirat Allah SWT. Sebagai seorang mualaf, dia telah menerima cahaya Islam kira-kira setahun lalu. Sebelumnya, Ari—demikian sapaan akrabnya—justru bersikap antipati terhadap agama ini. Bahkan, diakuinya, rasa bencinya kala itu begitu kuat.

Umpamanya, ketika azan berkumandang dari menara-menara masjid. Ari waktu itu selalu menutup kedua telinganya. Kalaupun terpaksa tidak begitu, ia akan mencerca dalam hati. Baginya, kumandang panggilan shalat itu sangat mengganggu.

Dia pun tidak suka melihat perempuan berhijab, apalagi yang bercadar. Dalam persepsinya saat itu, pakaian khas Muslimah itu melambangkan keterbelakangan budaya. Seolah-olah, wanita dipaksa untuk mengenakan kain yang menutupi nyaris seluruh tubuhnya.

 
Dia pun tidak suka melihat perempuan berhijab, apalagi yang bercadar.
 
 

Kalau mengenang masa-masa itu, Ari mengatakan, dirinya cenderung gegabah. Apa saja stigma negatif tentang Islam kerap ditelannya mentah-mentah, tanpa tabayyun atau klarifikasi terlebih dahulu.

Stereotip itu pun sering kali datang dari pemberitaan media-media, misalnya, yang mengaitkan identitas Muslim dengan terorisme dan radikalisme. Keadaannya semakin buruk karena tak sedikit orang-orang terdekatnya yang mendiskreditkan agama ini.

Wajarlah bila Ari saat itu jauh dari keinginan untuk mempelajari Islam. Lelaki kelahiran DKI Jakarta ini memilih khusyuk dalam agama lamanya. Ia mengakui, saat itu tidak bisa dikatakan sebagai pemeluk yang taat. Namun, dalam momen-momen sulit, agama menjadi tempat pelariannya untuk menemukan ketenteraman dan kedamaian batin.

Ari berprofesi sebagai pengusaha. Di dunia usaha, ia kerap mengalami jatuh-bangun. Semua tantangan dihadapinya dengan penuh perhitungan dengan tetap menarget laba sebesar-besarnya.

Namun, yang terjadi saat itu kerugian datang bertubi-tubi. Alih-alih untung, yang diperolehnya adalah buntung. Usaha yang dirintisnya dari nol bahkan nyaris bangkrut. Ia pun terlilit banyak utang dengan nilai yang melampaui kemampuan fiskal.

 
Usaha yang dirintisnya dari nol bahkan nyaris bangkrut. Ia pun terlilit banyak utang.
 
 

Dalam kondisi demikian, Ari pun berpaling pada agama. Ia kemudian memutuskan untuk pergi sementara dari Jakarta. Daerah Malang, Jawa Timur, menjadi tempat persinggahannya demi merasakan ketenangan. Di sana, lelaki ini menyambangi berbagai lokasi keagamaan.

Salah satu situs yang dikunjunginya ialah Gua Maria di Sukun, Malang. Banyak yang menyarankan lokasi itu sebagai tempat berziarah. Sebab, gua itu dianggap mampu membangkitkan spiritualitas. Dengan mengunjunginya Ari berharap bisa menemukan ketenangan batin. Alhasil, dia tidak makin tertekan oleh kondisi pekerjaannya.

Berbulan-bulan lamanya ia menetap di Malang. Berkali-kali pula, ziarah keagamaan itu dilakukannya. Sudah banyak doa dipanjatkannya di gua itu.

Namun, Ari saat itu merasa, doa-doanya tak kunjung mendapatkan jawaban. Hingga pada suatu hari, ia membatin di dalam gua itu. Jika doanya tak juga terkabul, dia akan mencari jalan pintas.

Sempat terpikir dalam benaknya untuk mengikuti pesugihan di tempat-tempat mistis di Jawa. Dalam bayangannya, para pelaku ritual dunia hitam itu bisa menjadi kaya raya dalam sekejap mata.

“Alhamdulillah, tidak jadi saya jatuh dalam dunia hitam. Yang ada, justru saya mendapatkan hidayah Allah,” kata Ari saat menuturkan kisahnya kepada Republika, beberapa waktu lalu.

 
Alhamdulillah, tidak jadi saya jatuh dalam dunia hitam. Yang ada, justru saya mendapatkan hidayah Allah.
 
 

Ya, lelaki ini mengurungkan niatnya untuk coba-coba melakukan pesugihan. Beberapa hari kemudian, saat sedang berjalan-jalan di Gua Maria ia merasa seperti mendengar sebentuk suara. Suara itu seakan-akan membisikkannya bahwa ada Tuhan yang lebih besar, yang menguasai seluruh alam semesta.

“Bisikan ini meminta agar saya mendekat ke Sang Pencipta yang sesungguhnya. Lalu, tiba-tiba terpikiran ritual shalat yang dilakukan orang-orang Islam,” ujarnya mengenang momen itu.

Ari tidak langsung mempercayai bisikan tersebut. Waktu itu, ia berpikir bahwa suara yang didengarnya hanyalah imajinasi atau mungkin bisikan setan. Berhari-hari lamanya ia mencoba untuk melupakan kejadian tersebut.

Akan tetapi, Ari justru semakin penasaran tentang ibadah shalat. Sebab, mengapa pula yang terlintas di benaknya saat itu ibadah khas Islam, bukan agama lain? Untuk menuntaskan rasa penasaran, ia pun mulai mencari tahu tentang shalat melalui video-video di media sosial.

 
Bisikan ini meminta agar saya mendekat ke Sang Pencipta yang sesungguhnya. Lalu, tiba-tiba terpikiran ritual shalat yang dilakukan orang-orang Islam.
 
 

Salah satu video yang ditontonnya menerangkan, shalat merupakan tiang agama Islam. Maknanya, seorang Muslim wajib melaksanakannya setiap hari. Ari pun mencari-cari video tentang bacaan shalat, bukan hanya gerakan-gerakannya. Ia lalu membaca terjemahan dari masing-masing doa dalam ibadah Islam itu.

Salah satu yang mengesankannya adalah kalimat “Allahu akbar". Bacaan takbiratul ihram itu memiliki arti, “Allah Mahabesar". Dengan perkataan lain, shalat dimulai dengan pengakuan bahwa Tuhan yang disembah adalah Zat Yang Mahabesar; tidak ada sesuatu pun yang melebihi Dia.

Maka teringatlah Ari pada kejadian di Gua Maria. Suara bisikan yang didengarnya itu menegaskan bahwa ada Tuhan yang lebih besar daripada benda-benda buatan manusia. Bahkan, Dia Mahabesar. Kesadaran ini membuatnya kian tekun mempelajari Islam melalui buku-buku atau video-video dakwah di YouTube.

photo
Saat berziarah di Gua Maria, Arianto justru seperti mendengar suara, yang mengimbaunya untuk menyembah Tuhan Yang Mahabesar. Sejak itu, ia mulai mempelajari Islam. - (DOK IST)

Menjadi Muslim

Selama beberapa hari, Ari terus berkutat pada upaya mengenal Islam lebih dekat. Ia pun membaca terjemahan Alquran dan buku-buku tentang Nabi Muhammad SAW. Seolah-olah, tak diingatnya lagi bahwa dahulu dirinya pernah begitu membenci Islam. Yang terjadi kini, hatinya kian terpaut pada agama tauhid.

Pada 2019, ia memberanikan diri untuk berbicara terus terang kepada kawannya yang Muslim. Sebab, Ari ingin meminta bantuannya untuk menemaninya bersyahadat, sebagai tanda resmi telah memeluk Islam. Kawannya itu lantas menghubungi pihak Mualaf Center Indonesia (MCI) Cabang Malang. Beberapa ustaz setempat kemudian mempersilakannya untuk datang ke kantor organisasi ini.

Tepat pada 20 November 2019, Ari mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bimbingan ketua MCI Malang, Irfan. Prosesi yang sakral ini dilakukan di Masjid Baitut Taqwa Bea Cukai, Malang. Setelah bersyahadat, dia mendapatkan tuntunan kemualafan. Mulai dari pengetahuan tentang rukun iman, rukun Islam, tata cara wudhu dan shalat, hingga doa sehari-hari.

 
Setelah bersyahadat, dia mendapatkan tuntunan kemualafan.
 
 

Dari hari ke hari, ia berupaya untuk melancarkan bacaan dan gerakan shalat. Ini menjadi tantangan tersendiri baginya. Sebab, belum pernah dirinya menggunakan bahasa Arab. Sementara, bahasa inilah yang mesti dipakai dalam shalat dan berbagai ibadah lainnya.

Walaupun begitu, Ari tidak putus semangat. Ia dengan tekun mempelajari tuntunan shalat. Alhasil, dalam waktu kira-kira sebulan, dirinya sudah lancar melaksanakan kewajiban shalat lima waktu.

Setelah menjadi mualaf, tak lantas kesulitan hidupnya teratasi. Ari kembali mendapat ujian ekonomi yang justru lebih berat. Utang-utangnya terus menumpuk. Untuk memulihkan keadaan bisnisnya, ia pun kembali ke Jakarta.

Berbeda dengan sebelumnya, Ari kini dapat menghadapi persoalan yang ada dengan pikiran tenang. Ia pun perlahan-lahan menata kembali bisnisnya. Akhirnya, satu per satu utang dapat dilunasinya. Bahkan, uang yang tersisa di tangan cukup untuk mendaftar umrah atau haji.

“Hanya saja, kini terkendala Covid-19 jadi belum ada kesempatan untuk berangkat,” ucapnya.

Islam membuat hidupnya berubah jadi lebih bermakna. Sebelumnya, Ari berpandangan sempit terhadap kaum dhuafa. Menurutnya, kemiskinan yang mereka alami tidak lain akibat dari kemalasan. Sungguh tidak berguna orang-orang yang kerjanya mengemis atau meminta sedekah. Seharusnya mereka berusaha lebih keras untuk mendapatkan pekerjaan; begitu pandangannya dahulu.

 
Benar saja, ketika Ari mulai gemar bersedekah, ada saja keajaiban yang dirasakannya.
 
 

Namun, sejak memeluk Islam, persepsinya berbalik. Justru keberadaan orang-orang papa merupakan ladang amal bagi mereka yang memiliki kelebihan materi. Ia juga mendapatkan nasihat dari seorang ustaz bahwa sedekah adalah investasi akhirat. Dalam Alquran, Allah pun menegaskan bahwa Dia menyuburkan sedekah dan memusnahkan riba.

Benar saja, ketika Ari mulai gemar bersedekah, ada saja keajaiban yang dirasakannya. Konsumen kian hari banyak mencarinya untuk membeli rumah darinya. Bahkan dia beberapa kali mendapatkan penghargaan marketing terbaik karena melakukan penjualan terbanyak.

Di samping bersedekah, ia pun senang menabung. Ini dianggapnya perlu karena dalam Mei nanti, insya Allah, dirinya akan menikah. Sejak menjadi mualaf pun, lelaki ini terus berupaya menjaga silaturahim dengan keluarga, utamanya kedua orang tua.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat