Calon penumpang mengangkat barangnya di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (19/4/2021). Peraturan pemerintah yang melarang mudik dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 membuat sebagian warga memilih mudik lebih awal. | ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Pemerintah Siapkan Aturan Baru Mudik

Pemerintah daerah saat ini sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19.

JAKARTA -- Pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan terkait larangan mudik Lebaran. Perubahan aturan ini dilakukan untuk mengantisipasi siasat masyarakat yang memilih pulang kampung lebih awal. 

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menekankan, peniadaan mudik dilakukan untuk menekan laju mobilitas penduduk yang linier dengan peningkatan kasus Covid-19. "Karenanya, pemerintah akan segera melakukan penyesuaian kebijakan dengan tujuan mengerem arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkat," kata Wiku, Selasa (20/4).

Kendati demikian, Wiku belum membocorkan bentuk pengetatan atau penyesuaian aturan yang akan dilakukan. Hal yang pasti, kata Wiku, pemerintah tetap meminta masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan mudik Lebaran dan bisa belajar dari pengalaman lonjakan kasus setiap usai libur panjang pada 2020 lalu. 

Ia menyampaikan, semakin kecil mobilitas antarwilayah yang dilakukan masyarakat, maka upaya pencegahan penularan Covid-19 semakin optimal. Larangan mudik sudah diatur pemerintah melalui SE Satgas Nomor 13 Tahun 2021. "Keputusan untuk tidak mudik merupakan cara kita untuk melindungi keluarga di kampung halaman terutama mereka yang telah lanjut usia, seperti bapak, ibu, kakek, nenek," kata Wiku.

Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat menyinggung data lonjakan kasus yang selalu terjadi pasca libur panjang pada 2020. Pertama, libur Idul Fitri tahun lalu yang menaikkan angka kasus harian hingga 93 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sampai 66 persen. 

Kedua, libur panjang 22-23 Agustus 2020 yang menaikkan angka kasus sampai 119 persen dan meningkatkan tingkat kematian mingguan hingga 57 persen. Ketiga, libur panjang periode 28 Oktober sampai 1 November 2020 yang menaikkan kasus Covid-19 sampai 95 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan 75 persen. Terakhir, libur panjang akhir 2020 yang menaikkan angka kasus harian sampai 78 persen dan tingkat kematian hingga 46 persen. 

Jumlah kasus harian Covid-19 terus menunjukkan penurunan sampai hari ini dengan penerapan PPKM level mikro. Pemerintah tidak ingin kelonggaran pada periode mudik Lebaran justru akan membalikkan kurva yang mulai menurun sejak Februari sampai hari ini. 

Pemerintah juga menegaskan larangan mudik dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2021 tentang PPKM dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Masyarakat yang nekat mudik akan menjalani karantina mandiri di tingkat desa/kelurahan selama lima hari.

"Dan biaya karantina dibebankan kepada masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota," demikian dikutip Inmendagri yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada Senin (19/4).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kantor Staf Presiden (kantorstafpresidenri)

Aturan tersebut tertuang dalam poin ke-14 huruf b dalam Inmendagri 9/2021. Masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota tanpa memiliki dokumen administrasi perjalanan tertentu, maka kepala desa atau lurah melalui posko desa/posko kelurahan menyiapkan tempat karantina mandiri selama 5x24 jam dengan penerapan protokol kesehatan.

Biaya karantina pun dibebankan kepada orang yang bersangkutan. Pada huruf c diatur, masyarakat yang akan melakukan perjalanan harus menunjukkan dokumen administrasi perjalanan tertentu atau surat izin yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah dengan tanda tangan basah atau tanda tangan elektronik dan identitas diri calon pelaku perjalanan.

Hal ini menjadi bagian dari kebijakan untuk mencegah terjadinya peningkatan penularan Covid-19 selama Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Pemerintah daerah diminta melakukan kegiatan pemantauan, pengendalian dan evaluasi, serta kebijakan lainnya.

Pada huruf a, gubernur dan bupati/wali kota melakukan sosialisasi peniadaan mudik Lebaran kepada warga dan perantau yang berada di wilayahnya. Apabila terdapat pelanggaran maka dilakukan pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, jika mudik tidak dilarang, maka akan ada sekitar 73 juta orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Meskipun sudah dilarang, pemerintah memprediksi setidaknya 13 persen dari jumlah tersebut akan tetap mudik.

"Akan ada 73 juta orang bermudik, dan kalau dilarang itu potensinya 13 persen dari total itu. Jadi mungkin sekitar 10 jutaan. Itu tentu saja cukup membuat semrawut karena itu berarti dua kali lipat dari penduduk Singapura," kata Muhadjir, saat menjadi pembicara diskusi "Untung Rugi Mudik di Tengah Pandemi", Selasa (20/4).

Muhadjir mengatakan, pemerintah berupaya keras untuk memperkecil jumlah orang yang tidak patuh dan tetap mudik pada tanggal yang dilarang. Pemerintah khawatir, penambahan kasus Covid-19 akan terjadi jika mudik tidak diatur.

Tahun lalu setidaknya terjadi tiga kali momentum libur panjang yang menyebabkan penambahan kasus harian secara cukup signifikan. Ketiga momentum tersebut adalah libur Maulid Nabi Muhammad SAW, mudik Lebaran 2020, dan libur Natal dan Tahun Baru.

"Karena kasusnya naik, otomatis diikuti dengan daya tampung rumah sakit juga naik drastis dan angka kematian juga mengalami kenaikan. Tentu saja yang paling kita prihatinkan adalah angka kematian ini," kata Muhadjir menambahkan.

Ia menyebutkan, angka kematian di Indonesia masih di kisaran 2,72 persen dari total kasus. Jumlah ini berarti lebih tinggi ketimbang angka rata-rata kematian dunia yang 2,18 persen.

Strategi daerah

Pemerintah daerah saat ini sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19. Pemerintah Kota Solo, misalnya, bakal mewajibkan pemudik menjalani isolasi atau karantina di lokasi yang sudah ditetapkan.

photo
Petugas mengecek surat tes RT-PCR penumpang pesawat yang tiba di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (19/4/2021). Pemerintah Provinsi Kalteng mengeluarkan surat edaran mewajibkan bagi pelaku perjalanan jalur transportasi udara yang memasuki wilayah Kalteng menunjukkan surat keterangan hasil uji tes RT-PCR guna mengantisipasi peningkatan penularan Covid-19 dan menekan lonjakan pemudik awal. - (Makna Zaezar/ANTARA FOTO)

Pemkot bakal mengaktifkan kembali Solo Techno Park (STP) dan Dalem Joyokusuman sebagai lokasi karantina pemudik. Pemudik juga dibolehkan melakukan isolasi mandiri di hotel dengan biaya mandiri. Sedangkan pemudik yang terindikasi positif Covid-19 diarahkan karantina di Asrama Haji Donohudan.

"Ya upaya dengan pengetatan kami siapkan ruang isolasi khususnya yang dari luar kota. Bisa diisolasi di STP atau di hotel bayar sendiri lima hari. Kalau Donohudan khusus yang positif," kata Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Kota Solo, Ahyani. 

Ahyani menjelaskan, teknis penjemputan pemudik berkoordinasi dengan Satgas Jonggo Tonggo yang akan melaporkan kepada Satgas Covid-19 tingkat kota. Selain mendata warga yang positif, Satgas Jogo Tonggo juga memonitor mobilisasi penduduk di wilayah masing-masing.

Pemudik akan disosialisasi terlebih dahulu. Kebijakan ini akan diterapkan sebelum 6 Mei. "Jadi kami mungkin hari ini ada sosialisasi, bukan berarti memberi kesempatan untuk mencuri start, tapi untuk memberi tahu bahwa kalau ke Solo ada prosedur seperti itu," kata Ahyani yang juga Sekretaris Daerah Solo.

photo
Petugas memeriksa dokumen perjalanan penumpang pesawat yang tiba di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (19/4/2021). Pemerintah Provinsi Kalteng mengeluarkan surat edaran mewajibkan bagi pelaku perjalanan jalur transportasi udara yang memasuki wilayah Kalteng menunjukkan surat keterangan hasil uji tes RT-PCR guna mengantisipasi peningkatan penularan Covid-19 dan menekan lonjakan pemudik awal. - (Makna Zaezar/ANTARA FOTO)

Pemerintah Kota Tasikmalaya tegas melarang warganya melakukan mudik saat Lebaran. Pandemi Covid-19 yang belum berakhir menjadi alasan utama tradisi mudik Lebaran tak diperbolehkan.

"Ketentuan dari pusat sampai ke daerah, kita ikuti. Jangan ada yang mudik dari luar daerah ke tempat kita," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Tasikmalaya, Muhammad Yusuf, Selasa (20/4).

Ia tak ingin masyarakat yang nantinya mudik ke Kota Tasikmalaya akan membawa virus Covid-19. Dampaknya, kasus di Kota Tasikmalaya akan kembali meningkat. Padahal, saat ini kasus Covid-19 di Kota Tasikmalaya sudah mulai melandai. 

Yusuf tak mau ada klaster baru dari kegiatan mudik Lebaran. Karena itu, ia tegas melarang warganya di luar daerah untuk tidak mudik.  "Kalau nanti ada yang sampai, mereka harus perlihatkan hasil uji swab atau dokumen terlait. Kalau tidak ada, kita pulangkan ke tempat asalnya," ujar dia.

Tak cukup

Pemerintah berencana menerapkan kembali surat izin keluar masuk (SIKM) pada masa larangan mudik Lebaran Idul Fitri 2021. Menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno, penerapan SIKM dan larangan mudik saja belum tentu efektif untuk mencegah masyarakat pulang kampung pada masa libur Lebaran.

“SIKM perlu diperkuat dengan kewajiban karantina mandiri dengan pantauan RT dan RW di kota tujuan,” kata Djoko kepada Republika, Selasa (20/4).

photo
Pemudik memasuki bis jurusan Jawa Tengah di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (16/4). Banyak masyarakat pulang kampung sebelum larangan mudik berlaku pada 6-17 Mei 2021.- (Edi Yusuf/Republika)

Djoko menegaskan, kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat pada masa pandemi Covid-19 perlu dibuat secara menyeluruh. Dia menuturkan, SIKM sepatutnya berlaku tidak hanya pada masa Lebaran, namun juga sepanjang pandemi.

Menurut dia, kebijakan melarang mudik dan penerapan SIKM tidak akan pernah cukup.  “Dibandingkan melarang, lebih baik membuat peraturan yang membuat masyarakat berpikir dua kali untuk bepergian,” tutur Djoko.

Djoko menambahkan, jika ingin menggunakan data zona yang sudah dimiliki Satgas Covid-19, maka seharusnya dapat dibuat program mobilisasi sehat selama masa pandemi. Djoko mengatakan, setiap warna zona asal diberikan kriteria atau syarat mulai tinggi hingga rendah.

Begitu juga dengan penerapan yang sama di zona tujuan. “Di sini masyarakat yang melakukan perjalanan wajib karantina sekian hari dan bayar. Kalau ketahuan positif, bayar sendiri. Kalau hanya melarang dan melakukan penyekatan, kurang efektif jika tidak dilakukan selama 24 jam untuk seluruh titik lokasi,” jelas Djoko.

Sementara itu, meskipun Satgas Covid-19 sudah menyatakan larangan mudik tahun ini, namun aturan turunannya hingga saat ini belum terbit. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idulfitri 1442 H/Tahun 2021 dalam rangka Pencegahan Penyebaran hingga saat ini juga belum terbit secara resmi.

Begitu pula dengan aturan teknis yang akan dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Darat, Laut, Udara, dan Perkeretaapian. “(Permenhub dan SE larangan mudik) belum keluar nanti akan ada,” kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Abdul Mu'ti menilai peraturan pelarangan mudik perlu melibatkan partisipasi masyarakat. Menurutnya, peraturan yang dibuat tidak semata-mata pendekatan formal, namun juga pendekatan kultural.

photo
Petugas memeriksa tiket calon penumpang kereta jarak jauh di Stasiun Senen, Jakarta, Ahad (18/4/2021).  - (Prayogi/Republika.)

"Dari sinilah peran dan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Kami menyampaikan usulan supaya pemerintah melibatkan masyarakat dalam konteks sosialisasi mudik ini, dan penegakan aturan ini jangan selalu pendekatan yang formal dengan perangkat hukum," kata Mu'ti.

Ia mengatakan, masyarakat sebenarnya tidak terlalu peduli dengan ancaman-ancaman pidana. Pendekatan yang menurutnya akan lebih efektif untuk menjaga masyarakat tidak mudik adalah melalui pelibatan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, dan organisasi masyarakat.

Para elemen masyarakat tersebut bisa dilibatkan dengan ikut menyebarkan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga. "Menjelaskan menyelamatkan kesehatan dan menyelamatkan kehidupan dengan tidak mudik itu jauh lebih utama daripada mudik. Itu menurut saya," kata dia lagi.

Pada tahun lalu, mudik tetap dilakukan dan setelahnya terjadi peningkatan kasus Covid-19. Walaupun demikian, sebagian masyarakat lainnya memutuskan untuk tidak mudik namun tetap bersilaturahmi dengan cara virtual.

Menurut Mu'ti, yang perlu ditekankan di masyarakat adalah makna dan esensi silaturahim di dalam mudik. Bukan semata-mata harus berpindah tempat dan bertemu langsung dengan keluarga. Sebab, situasi dan kondisi saat ini yang berbahaya jika dilakukan perpindahan orang secara besar-besaran. ed: satria kartika yudha 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat