Foto udara pembangunan masjid terapung di Pantai Carocok, Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, beberapa waktu lalu. Pemkab Pesisir Selatan membangun masjid terapung di objek wisata Pantai Carocok sebagai upaya mewujudkan pariwisata halal dan | Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO

Ekonomi

Pariwisata Halal Ditata Ulang

Pariwisata halal bukan bermaksud menciptakan destinasi religi yang eksklusif.

JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno tengah meninjau dan menata ulang secara komprehensif industri pariwisata halal di Indonesia. Ia mengatakan, pariwisata halal harus ditekankan sebagai wisata yang ramah muslim dan merupakan layanan tambahan untuk kenyamanan pengunjung.

"Masa-masa pandemi ini adalah momentum yang terbaik untuk kita menata ulang. Karena kita sudah menjadi pemenang seperti di Lombok yang sudah menjadi destinasi terbaik (wisata halal)," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Senin (19/4).

Sandiaga mengatakan, ada beberapa kandidat daerah yang berpotensi untuk dijadikan lokasi pengembangan pariwisata halal. Di antaranya yakni Sumatra Barat, Aceh, serta Sulawesi Selatan. Menurut dia, tiga provinsi itu memiliki keunikan dan potensi untuk pengembangan pariwisata halal.

 
Ini kesempatan bagi pariwisata halal untuk bangkit lebih cepat karena karakteristiknya sudah sesuai dengan megatrend tourism saat ini.
RIYANTO SOFYAN, Ketua PPHI
 

Selain itu, ujar Sandiaga, pemerintah juga akan membedah kembali data kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) Muslim ke Indonesia. Dari hasil analisis Kemenparekraf, wisatawan yang fokus mencari wisata ramah muslim justru kebanyakan berasal dari Malaysia, Singapura, dan wisatawan dalam negeri.

"Kita belum bisa mengkonversi wisatawan-wisatawan yang justru seharusnya datang dari Timur Tengah. Ini pekerjaan rumah untuk kita," ujarnya.

Sandiaga mengatakan, pada pekan ini pihaknya akan mengunjungi Sumatra Barat dan Aceh untuk membahas pariwisata ramah muslim dengan para pemangku kepentingan. Kemenparekraf berharap pariwisata halal bisa menjadi penggerak sektor pariwisata dan ekonomi kreatif serta menciptakan lapangan pekerjaan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sandiaga Salahuddin Uno (sandiuno)

Meski begitu, Sandiaga mengaku, seiring masa pandemi yang masih berlangsung, Kemenparekraf lebih dulu memprioritaskan pasar wisatawan dalam negeri untuk segmentasi pariwisata halal. "Sekarang wisatawan nusantara yang jadi fokus kita. Kalau bisa terus dikembangkan layanan tambahan untuk ramah Muslim kita akan mampu menaikkan minat wisata dan semakin membuka peluang agar kita pulih," kata Sandiaga.

Pandemi Covid-19 menjadi kesempatan untuk membangkitkan pariwisata halal. Sektor tersebut diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi pengembangan industri pariwisata nasional. Hal ini karena tuntutan yang muncul terhadap industri pariwisata selama masa pandemi dapat dijawab dengan konsep pariwisata halal.

Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan mengatakan, pandemi membuat pariwisata dituntut mengarah ke industri yang lebih bertanggung jawab bagi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seperti misalnya menjaga kesehatan dan etika di destinasi wisata. Pariwisata juga mulai mengarah ke tema-tema yang berkaitan dengan kesehatan seperti tren wisata kuliner sehat.

photo
Karyawan menyiapkan makanan di restoran Hotel Aruna Senggigi yang telah memenuhi standar protokol kesehatan berbasis Cleanliness, Health, Safety and Environment (CHSE) di Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, Jumat (29/1). - (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Konsep pariwisata halal merupakan layanan tambahan dengan mengedepankan fasilitas ramah Muslim dan ramah bagi keluarga. Dengan konsep itu, pariwisata halal dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung muslim atau nonmuslim, baik perorangan maupun keluarga.

"Ini kesempatan bagi pariwisata halal untuk bangkit lebih cepat karena karakteristiknya sudah sesuai dengan megatrend tourism saat ini," kata Riyanto.

Ia pun menegaskan, pariwisata halal bukan bermaksud menciptakan destinasi religi yang eksklusif. Menurutnya, anggapan tersebut yang membuat adanya kesalahpahaman sehingga pengembangan pariwisata halal menjadi kontraproduktif.

"Ini yang harus ditata ulang sehingga benar-benar wisata ramah Muslim bisa melebur tanpa ada dikotomi," katanya.

Riyanto mengatakan, ke depan para pelaku pariwisata halal harus dapat memanfaatkan kesempatan pandemi saat ini untuk mengemas pariwisata ramah muslim dengan efektif. Menurutnya, potensi pendapatan dari wisatawan mancanegara Muslim juga lebih besar dari wisatawan pada umumnya.

Wisman muslim tercatat biasa menghabiskan belanja paling sedikit 1.350 dolar AS per kunjungan. Angka itu di atas rata-rata wisman umum sekitar 1.100 dolar AS per kunjungan. Belanja lebih besar tercatat dilakukan oleh turis-turis asal Timur Tengah. Riyanto mengatakan, turis dari kawasan tersebut rata-rata menghabiskan hingga 2.000-2.500 dolar AS per kunjungan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat