Sejumlah massa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Papua melaksanakan aksi menolak perpanjangan Otonomi Khusus Papua di depan gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (24/2). | Republika/Putra M. Akbar

Tajuk

Otsus Papua dan Elite Baru

Kita harus sepakat membangun Papua haruslah melibatkan seluruh elemen masyarakatnya.

 

Situasi keamanan di Papua kian memprihatinkan sepekan terakhir. Teror serangan menyasar warga sipil terus terjadi. Pekan lalu, dua orang guru tewas ditembak oleh kelompok kriminal bersenjata. 

Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB) mengaku sebagai eksekutor dari dua guru tersebut. Alasan mereka, keduanya dicurigai sebagai intelijen TNI. 

Terkini, pada Ahad malam kemarin, empat orang anggota TNPPB, menurut polisi, membakar satu helikopter di Bandara Ilaga. Pembakaran itu diikuti baku tembak di sekitar bandara. Polisi mengatakan, sudah mengetahui identitas pembakar helikopter dan kini tengah memburunya.

Teror demi teror ini membuat warga ketakutan. Kita mengutuk pembunuhan dua orang guru di Papua. Kita meminta aparat segera mengungkap kasusnya dan menangkap pelakunya. Kita juga prihatin kepada saudara-saudara di Papua yang justru pada awal Ramadhan ini harus mengalami teror, tak bisa beribadah dengan tenang. Kita mendesak pemerintah selekasnya bisa mengembalikan ketertiban dan keamanan di daerah konflik.

 
Naiknya tensi teror di Papua tampaknya beriringan dengan situasi politik di Kompleks DPR Senayan, Jakarta.
 
 

Naiknya tensi teror di Papua tampaknya beriringan dengan situasi politik di Kompleks DPR Senayan, Jakarta. Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah dan DPR terlihat fokus membahas Otonomi Khusus (otsus) Papua, yang masa berlakunya sebentar lagi habis. Di DPR kini sudah terbentuk Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua. 

Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, pemerintah akan meneruskan pengucuran dana Otsus Papua. Sampai dengan 2020, pemerintah sudah mengucurkan total Rp 100 triliun hingga Rp 120-an triliun dana tersebut. Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan menambah dana Otsus Papua untuk 20 tahun ke depan, menjadi sekitar Rp 230-an triliun!

Selain itu, pekan lalu Mendagri Tito Karnavian menyatakan, pemerintah ingin membentuk empat provinsi baru lagi di Papua. Menurut Tito, wilayah Papua yang amat luas tidak cukup ditangani oleh dua provinsi. Langkah penambahan daerah otonomi baru di Papua ini, juga diikuti dengan keinginan pemerintah memotong jalur persetujuan kebijakan pusat dengan daerah, yang di Papua diikuti pula oleh Majelis Rakyat Papua. 

 
Menurut para kelompok yang menuntut evaluasi menyeluruh Otsus Papua tersebut adalah dana dan keistimewaan sosial politik akibat otsus hanya dinikmati oleh segelintir kelompok.
 
 

Harusnya, melihat rencana ini, warga Papua akan mendukungnya. Namun, penelusuran Republika menemukan, dari sejumlah wawancara dengan kelompok mahasiswa, kelompok Majelis Rakyat Papua, kelompok pemuka agama, justru menentang kembalinya Otsus Papua. Alasan berbagai kelompok ini adalah berbagai permasalahan di Papua, seperti hak politik, keamanan, ketimpangan ekonomi, tidak akan selesai dengan otsus ataupun terus membagikan dana otsus triliunan rupiah.

Mengapa? Dua puluh tahun ini menjadi buktinya. Menurut para kelompok yang menuntut evaluasi menyeluruh Otsus Papua tersebut adalah dana dan keistimewaan sosial politik akibat otsus hanya dinikmati oleh segelintir kelompok. Muncul apa yang dinamakan kelas menengah elite baru di sana. Kelompok kelas menengah elite ini menikmati akses yang terbuka, seperti akses keuangan, akses ekonomi, akses pendidikan, akses politik, dan lainnya, yang tidak bisa ditembus oleh masyarakat lainnya.

 
Kita harus sepakat membangun Papua haruslah melibatkan seluruh elemen masyarakatnya. 
 
 

Dominasi kelompok elite  atas akses-akses tersebut di ataslah, yang membuat sebagian besar warga Papua lainnya skeptis juga lelah terhadap kebijakan lanjutan Otsus Papua. Sehingga argumen mereka kemudian adalah bilamana otsus dilanjutkan, situasi akan tidak berubah. Kelompok elite kelas menengah justru semakin ekspansif, tapi pada saat yang sama menutup akses terhadap warga lainnya. 

Pemerintah dan DPR sepertinya menyadari ada situasi ini. Bahkan, kita patut menduga turut mendesain bangunan kelompok kelas menengah itu. Namun, opsi menghentikan otsus bukanlah pilihan. Dana otsus dan status sosial politik otsus akan dipertahankan, dengan syarat, harus ada perbaikan kesejahteraan yang riil, bukan semu. 

Kita harus sepakat membangun Papua haruslah melibatkan seluruh elemen masyarakatnya. Dengan begitu, yang merasakan dampak pembangunan itu berbagai lapisan masyarakat. Hal ini harus dimulai dari dalam masyarakat Papua itu sendiri. Tidak bisa dari Jawa, apalagi hanya Jakarta. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat