Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Ibu Menyusui tidak Berpuasa, Fidyah dan Qadha?

Ada tiga pendapat ahli fikih seputar ibu menyusui yang memilih untuk tidak berpuasa.

Oleh USTAZ DR ONI SAHRONI

OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI 

Seperti halnya ibu hamil, tidak sedikit penjelasan tentang kompensasi ibu menyusui yang tidak berpuasa saat Ramadhan (di media sosial) itu dengan meng-qadha. Tetapi, sesungguhnya penjelasan tersebut adalah salah satu pendapat dalam fikih.

Secara umum, perbedaan pendapat para ahli fikih seputar kompensasi yang harus dilakukan oleh ibu menyusui itu sama dengan perbedaan pendapat para ahli fikih seputar ibu hamil. Sesungguhnya ada tiga pendapat ahli fikih seputar ibu menyusui yang memilih untuk tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau anak yang disusuinya.

Pendapat pertama, saat mereka tidak berpuasa, maka mereka harus membayar fidyah sebagai kompensasinya tanpa harus meng-qadha. Sebagaimana pendapat riwayat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.

Pendapat kedua, mereka meng-qadha saja tanpa harus membayar fidyah. Sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Abu ‘Ubaid, dan Abu Tsaur. Pendapat ketiga, mereka harus meng-qadha dan membayar fidyah sekaligus, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i.

Ibnu Rusyd menjelaskan, sumber perbedaannya adalah pertimbangan mengenai ibu menyusui disamakan dengan orang yang tidak mampu/kuat berpuasa atau disamakan dengan orang yang sakit (Bidayatul Mujtahid 241).

Para ahli fikih yang menganalogikannya dengan orang sakit berkesimpulan bahwa ibu menyusui itu harus meng-qadha. Namun, bagi mereka yang menganalogikannya dengan orang yang tidak kuat fisiknya untuk berpuasa, ibu tersebut cukup membayar fidyah. Sebagaimana firman Allah SWT, “... Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin ….” (QS al-Baqarah: 184).

Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, ibu menyusui memiliki pilihan, yaitu membayar fidyah, meng-qadha, atau melakukan kedua.

Pilihan tersebut dikembalikan kepada ibu menyusui tersebut. Jika yang memudahkan adalah membayar fidyah, itu dapat menjadi pilihan. Namun, jika yang memudahkannya adalah meng-qadha, itu dapat dipilih. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Permudahlah dan jangan mempersulit ….” (HR Bukhari). Dan hadis Rasulullah SAW, “Rasulullah jika diberikan pilihan antara dua hal, beliau memilih pilihan yang mudah selama itu bukan dosa.” (HR Abu Daud).

Jika diilustrasikan, ibu A masuk Ramadhan dalam kondisi sedang menyusui. Karena khawatir kualitas ASI-nya berkurang dan berefek kepada kesehatan anaknya, ia tidak berpuasa dan meninggalkan satu hari puasa pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, ia membayar fidyah senilai Rp 45 ribu (dengan asumsi satu porsi makan itu Rp 15 ribu), diserahkan langsung kepada dhuafa atau melalui lembaga zakat, baik saat meninggalkan puasa Ramadhan pada hari tersebut atau pada hari setelahnya. 

Ia bisa juga cukup menggantinya dengan puasa satu hari pada bulan Syawal. Namun, pilihan lainnya, di samping membayar fidyah Rp 45 ribu, ia juga mengganti atau meng-qadha puasanya pada bulan Syawal. Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat