Ilustrasi ulama melaksanakan dakwah ajaran Islam | DOK IST

Khazanah

Dakwah Harus Menjawab Permasalahan Bangsa

Dakwah wasathiyah menjadi kunci memperkuat nilai kebangsaan.

JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan, Indonesia merupakan bangsa majemuk yang semestinya harus dihargai dan dihormati oleh semua pihak. Bangsa Indonesia memiliki kekayaan keragaman suku, ras, etnis, budaya, dan agama. Itu merupakan sunatullah yang harus dihargai dan dihormati oleh semua warga bangsa.

"Akan tetapi situasi saat ini menunjukkan Indonesia kerap kali dilanda berbagai permasalahan termasuk permasalahan yang memunculkan benih-benih permusuhan atau perseteruan yang beredar melalui media sosial seperti hoaks, adu domba, saling menghujat atau ujaran kebencian, intoleran," kata Noordjannah melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa (6/4).

Ia mengatakan, sekarang kerap muncul juga ananiyah hisbiyah atau egoisme kelompok. Bahkan sesama umat Islam juga saling menegasikan, padahal semestinya saling memperkokoh ikhtiar untuk kemajuan umat. 

Sehubungan dengan itu, Noordjannah berharap para pemimpin 'Aisyiyah dapat menjawab permasalahan kebangsaan. Caranya dengan menjadi sosok pemimpin yang dinamis, transformative, inklusif, responsive, luwes-luas dengan mengembangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang berwatak tengahan dengan perspektif Islam wasatiyah (tengahan) berkemajuan.

Ia menerangkan, pandangan Islam yang wasathiyah-berkemajuan bercirikan sifat tengahan, damai, toleran, menyatukan, membebaskan, memberdayakan, dan memajukan atau disebut beragama yang mencerahkan. "Pandangan wasathiyah-berkemajuan juga dicirikan dengan beragama yang tidak ekstrem (ghuluw), keras, konfrontatif, takfiri (mengkafirkan), dan merasa paling benar sendiri (fanatik-buta)," ujarnya. 

Noordjannah menyampaikan bahwa dengan pandangan Islam wasathiyah-berkemajuan maka 'Aisyiyah dapat memperluas arena dakwah dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta. Secara khusus menggerakkan dakwah untuk merawat persatuan bangsa dalam orientasi syuhadaa ala-n-nas dan rahmatan lil-‘alamin.

Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah juga menyampaikan keperihatinan dan ikut merasakan kepedihan akibat tindakan kekerasan yang terjadi baru-baru ini di Indonesia.

"Kita dikejutkan dengan tindakan tidak terpuji yang tidak diajarkan oleh agama apapun termasuk agama Islam, yaitu musibah pengeboman yang terjadi akhir-akhir ini," ujar Noordjannah menanggapi peristiwa pengeboman yang terjadi di Gereja Katedral Makassar dalam kegiatan Silaturahim dan Konsolidasi Nasional Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah 'Aisyiyah pada Sabtu (3/4). 

Aisyiyah merasakan kepedihan dari berbagai bentuk peristiwa kekerasan yang terjadi. Ia juga menyampaikan keprihatinannya karena peristiwa yang terjadi juga dilakukan oleh sebagian perempuan dan melibatkan anak-anak.

"Perempuan dan anak-anak bisa menjadi korban dari bentuk kekerasan yang terjadi di berbagai tempat," ujarnya.

Perkuat dakwah wasathiyah

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Ahmad Zubaidi menyeru para dai dan daiyah untuk memperkuat dakwah Islam wasathiyah. Hal ini penting untuk mencegah berkembangnya paham radikal dan aksi terorisme di tengah masyarakat. 

Menurut Kiai Zubaidi, dakwah Islam wasathiyah adalah dakwah yang santun, toleran, menghargai kemanusiaan, dan menguatkan pemahaman nilai-nilai Islam yang sejati. Ia menegaskan, aksi terorisme sama sekali bukan ajaran Islam, karena Islam adalah agama //rahmatan lil ‘alamin//, dan sangat menghargai kemanusiaan. 

Karena itu, Kiai Zubaidi menilai, jika pelaku teror menyebut aksinya sebagai bagian dari jihad maka itu adalah pemahaman yang salah besar. 

"Sebab, jihad tidak mengajarkan pengrusakan apalagi membunuh atau melukai orang-orang yang tidak bersalah. Umat lain yang berbeda agama di Indonesia bukanlah musuh, mereka adalah saudara sebangsa dan se-Tanah Air kita," ujar dia.   

"Karena itu kita harus bisa hidup berdampingan secara damai dan saling bertoleransi," sambung dia.  

 Kiai Zubaidi juga menegaskan bahwa medan jihad sangat luas, bukan hanya perang, apalagi Indonesia saat ini tidak dalam keadaan perang dan bahkan hubungan antarumat beragama berjalan dengan baik. Karena itu, menurut dia, jihad yang tepat di tengah pandemi Covid-19 sejatinya adalah jihad membantu kemanusiaan, meringankan penderitaan orang-orang yang terpapar Covid-19 atau yang terdampak secara ekonomi. 

"Kenapa malah pilih jalan salah dengan menjadi martir dengan argumentasi keagamaan yang tidak tepat," ujar dia. 

Karena itu, Kiai Zubaidi menegaskan kembali agar para dai-daiyah tidak henti-hentinya mendakwahkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, dan menerangkan makna jihad yang benar kepada umat Islam. 

Kiai Zubaidi menambahkan, Komisi Dakwah MUI juga akan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memerangi dan menangkal terorisme. Selama ini, MUI juga telah berupaya memperkuat peranan para dai untuk mencegah radikalisme dan terorisme. 

Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid menyatakan harapannya agar para dai, tokoh agama, dan ormas Islam ikut berperan dalam strategi pencegahan radikalisme dan terorisme. Menurut dia, kerja pencegahan radikalisme dan terorisme tidak hanya tugas BNPT maupun institusi pemerintah semata.

"Tapi juga melibatkan segenap elemen bangsa Indonesia, perlu penguatan secara aktif dan produktif sivitas akademi dan civil society moderat khususnya ormas-ormas moderat, para dai, tokoh agama yang dalam konteks ini untuk membantu strategi kesiapsiagaan nasional maupun kontra radikalisasi dan bersosialisasi," kata Nurwakhid saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Ikadi-BNPT bertajuk “Peran Dai dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia”, Ahad (4/4).

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof KH Achmad Satori Ismail mengatakan, harapan BNPT tersebut sebagai sesuatu yang wajar, karena peran para dai mengajak umat pada akhlak terpuji. 

Dai, menurut Kiai Satori, berperan menanamkan ihsan, berkaitan dengan akhlak mulia, dan tidak berkeinginan mencelakakan orang lain. Ia juga menilai, terorisme dan radikalisme tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu, radikalisme dalam bentuk apa pun harus diredam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat