Sejumlah tersangka dihadirkan saat ungkap kasus tindak pidana operasi pekat dan pemusnahan barang bukti miras di Polres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (22/5/2020). | Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO

Tajuk

Mengawal Pembahasan RUU Minol

Poin utamanya di sini adalah sebisa mungkin menghindarkan generasi muda dari pengaruh minol.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Antipornografi dan Pornoaksi adalah salah satu undang-undang yang paling lama dibahas di meja DPR. Keberadaan naskah RUU Antipornografi-pornoaksi sudah muncul sejak 1997. Dibahas kembali pada 1999. Namun, baru bisa dirampungkan 11 tahun kemudian, setelah melalui perdebatan dan adu argumen yang keras dan komprehensif melibatkan berbagai pihak.

Akankah pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) mengikuti jejak UU Antipornografi dan Pornoaksi? Kita tentu berharap tidak. Namun, RUU Minol ini tampaknya ke arah sana. Dimunculkan pengajuannya sejak 2015, sudah masuk tahun keenam belum ada tanda-tanda RUU penting ini bakal digolkan oleh para wakil rakyat.

RUU ini ‘masuk-keluar masuk-keluar’ dari daftar ruu prioritas yang bakal disahkan. Tentu publik harus bertanya kepada para anggota pansus pembahas itu. Mengapa sukar sekali mengesahkan RUU Minol? Kepentingan apa yang menghalanginya?

Dukungan terhadap RUU Minol datang dari sejumlah fraksi partai Islam di DPR, macam Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB. Sementara beberapa fraksi yang menolak, seperti Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Gerindra. Salah satu alasan utama penolakan adalah fraksi ini membenturkan pelarangan minol dengan tradisi lokal Indonesia ataupun kepentingan pariwisata.

Mereka pun berdalih frasa melarang minol sukar diterapkan, dan memilih membatasi atau mengatur peredaran minol. Argumen ini tentu saja dengan mudah dipatahkan, misal dengan melihat berbagai contoh di daerah, yang terus berjuang membatasi peredaran minol. Papua adalah salah satu kisah daerah itu.

 
Akankah pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) mengikuti jejak UU Antipornografi dan Pornoaksi? Kita tentu berharap tidak.
 
 

Kisah soal minol lainnya yang juga amat baik dijadikan contoh adalah bagaimana Menteri Perdagangan 2014-2015 Rachmat Gobel merilis aturan melarang toko ritel kecil ataupun sedang, menjual minol. Beleid tersebut langsung menghilangkan seluruh minol, bahkan dengan kadar alkohol kecil dari rak-rak toko ritel di seluruh Indonesia.

Padahal, sebelum permendag itu terbit, minol dengan kadar alkohol rendah dengan mudah ditemukan di toko ritel, dibeli, dan dikonsumsi oleh siapa saja, termasuk remaja di bawah 21 tahun. Jelang tengah malam, misalnya di beberapa toko ritel atau tempat nongkrong anak muda di kota besar, mudah kita temui meja mereka penuh dengan botol bir ataupun minol lainnya.

Poin utamanya di sini adalah sebisa mungkin menghindarkan generasi muda dari pengaruh minol. Apakah itu minol sebangsa bir, cognac, vodka, dan lain-lain ataupun minol lokal, seperti tuak, arak, anggur, cukrik, dan berbagai jenis lainnya. Kita harus mengakui, baik minol lokal maupun minol lainnya memang masih beredar, dijual di bawah tangan, secara sembunyi-sembunyi. Yang menjual berarti melanggar aturan, yang membeli juga sama melanggarnya.

RUU Minol yang kemarin dibahas di Badan Legislasi DPR akan memberikan penegasan dari 'keberadaan' minol di publik ini. Tentu saja minol tetap boleh beredar di Indonesia. Tapi dengan syarat yang lebih ketat. Peredarannya terbatas. Umur pembeli ataupun toko dan daerah penjualannya diawasi, seperti di daerah wisata, ataupun konteks budaya minuman lokalnya. 

 
Poin utamanya di sini adalah sebisa mungkin menghindarkan generasi muda dari pengaruh minol.
 
 

Walaupun tentu lebih ideal, misal pariwisata tetap maju tanpa harus menjual minol secara terang-terangan. Hubungan antara wisata dan keberadaan minol itu sendiri patut kita kritisi lebih jauh. Tidak bisa diterima begitu saja. Mengapa ada asosiasi erat antara pariwisata dan minol itu yang harus dilenyapkan. Logika saja: Apakah enak berwisata dalam kondisi dipengaruhi oleh alkohol?

Kita berharap, para wakil rakyat di DPR bisa dengan jernih dan terang melihat permasalahan RUU Minol. Apalagi sebelumnya, kita melihat polemik pembukaan investasi asing terhadap industri minol di beberapa daerah, yang kemudian dicabut aturannya oleh Presiden Joko Widodo. 

Dengan demikian, keputusan membahas RUU Minol pada masa sidang saat ini harus berjalan terbuka, diisi dengan diskusi yang sehat. Tidak ada yang disembunyikan.

Apalagi, kemudian ada lobi-lobi khusus, ataupun tiba-tiba muncul pasal dan ayat siluman dari kelompok-kelompok, yang menolak pengesahan beleid ini. Yang lalu tahu-tahu memicu pengesahan RUU Minol kembali ditunda tahun ini. Dengan berbagai macam alasan tanpa dasar yang kuat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat