Prof Kuwat Triyana | Wihdan Hidayat/Republika

Narasi

Ikhtiar Sang Penghuni Laboratorium

Prof Kuwat Triyana, Perancang Genose C19

Oleh Tokoh Perubahan Republika 2020

OLEH SILVY DIAN SETIAWAN

Republika kembali menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan 2020. Pada perhelatan yang masih dibayangi pandemi Covid-19 ini, Republika menyoroti mereka-mereka yang berjibaku membawa bangsa melewati masa-masa sulit. Berikut profil mereka.

Dua stiker berukuran 0,5 X 1 meter bertuliskan Enose terpampang di pintu lemari berisi alat-alat praktikum fisika dan kimia di Laboratorium Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Selasa (23/3) pagi WIB. Enose atau Electronic Nose merupakan bentuk awal dari Genose C19, sebuah alat pendeteksi Covid-19 lewat embusan napas dengan keakuratan mencapai 97 persen.

Gelas kimia transparan, mulai dari gelas ukur hingga gelas beaker terletak di banyak meja yang memenuhi ruangan laboratorium. Beberapa gelas kimia tersebut ada yang kosong dan ada yang dibungkus dengan plastik bertuliskan nama-nama bahan kimia, seperti amonia, asam sulfat, natrium hidroksida, dan nama-nama bahan kimia lainnya yang terdengar asing di telinga masyarakat awam.

Berbagai alat lainnya juga seakan membuat penuh laboratorium dengan panjang ruang sekitar 5 meter dan lebar sekitar 3 meter tersebut. Ada juga alat yang bergerak sendiri, seolah tengah menari balet di atas lantai besi yang sehari-hari menjadi tempat pijakan pria yang selalu setia dengan jas lab putihnya, Prof Kuwat Triyana.

photo
Prof Kuwat Triyana di Laboratorium Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Selasa (23/3).  - (Wihdan Hidayat/Republika)

"Di laboratorium ini Genose lahir. Kita bersusah payah melahirkan alat tersebut di laboratorium kecil ini," kata Kuwat saat ditemui Republika di Laboratorium Fisika FMIPA, UGM, Selasa (23/3).

Lahir dari laboratorium sebesar satu kamar anak kos, penggunaan Genose semakin diperluas oleh pemerintah. Saat ini, alat yang bisa mendeteksi Covid-19 dalam waktu kurang dari tiga menit tersebut juga sudah memasuki tahap produksi massal untuk dipasarkan ke masyarakat luas.

Nama Kuwat mencuat seiring dengan penggunaan Genose yang terus diperluas di tengah masyarakat. Pada awal April 2021 nanti, Genose sudah mulai digunakan di bandara.

Walaupun begitu, Kuwat tidak memusingkan produksi maupun penjualan alat tersebut. Ia bahkan sudah kembali ke laboratoriumnya untuk terus menghabiskan waktunya melakukan penelitian bersama teman-teman dan mahasiswanya.

 
Di laboratorium ini Genose lahir. Kita bersusah payah melahirkan alat tersebut di laboratorium kecil ini.
 
 

"Peneliti kembali ke lab lagi, dengan mahasiswa lagi, bikin alat lagi. Saya tidak tertarik ikut bisnis, nanti laboratoriumnya jadi terbengkalai," ujar Ketua Departemen Fisika FMIPA, UGM, tersebut.

Kepada Republika, Kuwat banyak bercerita tentang penelitiannya terdahulu, yang pengembangannya kemudian menghasilkan Genose. Tidak seperti sulap, Genose tak terlahir secara tiba-tiba. Namun, sudah banyak penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Pada 2008, ia bersama timnya memulai riset untuk membuat sebuah alat sederhana yang membedakan jenis makanan dan minuman, seperti kopi, teh, hingga kakao.

Bermula dari alat sederhana tersebut, kemudian dikembangkan menjadi alat yang dapat mendeteksi kehalalan dari suatu bahan makanan. Tak hanya sampai di situ, alat tersebut terus dikembangkan menjadi alat untuk mendeteksi narkoba.

Alat yang sudah berkali-kali dikembangkan itu menjadi alat untuk mendeteksi tuberkulosis pada 2018. Saat itu, alatnya sudah dinamai dengan Enose.

Hingga tahun 2020, alat tersebut kembali dikembangkan sebagai pendeteksi Covid-19. Bermula sejak adanya kasus pertama Covid-19 di Indonesia di awal 2020 lalu, ia bersama tiga orang timnya yang meliputi ahli lintas bidang ilmu di UGM mulai mengerjakan Genose. "Tiba-tiba, 2020 awal itu ada Covid-19, kemudian penelitian yang lain kami tinggalkan sebentar dan kita fokus pada deteksi Covid-19," tuturnya.

photo
Prof Kuwat Triyana - (Wihdan Hidayat/Republika)

Kuwat menyebutkan, pemeriksaan Covid-19 pada awal pandemi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) sangat terbatas. Belum lagi biayanya yang juga sangat mahal.

Genose pun lahir karena situasi dan kondisi pada awal pandemi tersebut. Hanya membutuhkan waktu enam bulan, berbagai uji diagnostik, uji standardisasi, dan uji profiling dilakukan.

Tiga kali presentasi juga dilakukan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dua kali presentasi ditolak karena data yang tidak cukup dan invalid. Walau begitu, ikhtiarnya untuk menghasilkan Genose akhirnya terbayar.

Pada 24 Desember 2020 lalu, Kemenkes memberikan izin edar atas Genose. "Dari situ lah kita baru mulai pekerjaan sebenarnya," kata Kuwat.

Usai mendapatkan izin edar, pengembangan terhadap alat ini terus dilakukan dengan sampel yang lebih banyak. Saat ini, pihaknya tengah melakukan uji diagnostik post-market.

photo
Pegawai mengembuskan napas ke dalam kantong udara untuk dites Covid-19 dengan alat Genose C19 di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Senin (22/3). PT Angkasa Pura II melakukan uji coba alat pendeteksi Covid-19 berbasis embusan napas Gense C19 buatan tim riset UGM di Bandara Husein Sastranegara selama lima hari dengan target 100 orang per hari sebelum diterapkan kepada penumpang pada 1 April 2021. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Produksi massal juga sudah dimulai dengan target dari pemerintah yang mencapai 15 ribu unit per bulannya. Ia berharap, dengan Genose banyak beredar di tengah masyarakat, nantinya alat itu dapat memindai (screening) lebih banyak orang.

Per harinya, satu alat Genose dapat memindai lebih dari 250 orang. Ia mencontohkan, untuk memindai seluruh penduduk di Provinsi DIY yang berjumlah 3 juta orang tidak sampai sehari dengan menggunakan Genose.

Dengan begitu, screening massal dapat dilakukan menggunakan Genose, mengingat PCR saat ini masih kurang. Tentunya juga dapat mereduksi biaya yang mahal dari PCR dengan biaya screening yang murah lewat Genose.

"Nanti kalau kita bantu dengan screening cepat menggunakan Genose maka yang positif saja nanti yang kita tes dengan PCR. Maka sudah mereduksi biaya yang sangat besar, sementara kita bisa men-screening banyak orang," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat