Sejumlah anak memakai pelindung wajah (face shield) bertuliskan Siap Sekolah saat aksi sambut pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Roemah Rakjat Solo, Jawa Tengah, Selasa (30/3/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk antusiasme terhadap rencana peme | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Tajuk

Menyambut Sekolah Tatap Muka

Pembukaan sekolah tatap muka ini haruslah disertai dengan pengaturan yang ketat.

 

Kabar gembira datang dari dunia pendidikan. Empat menteri menandatangani kesepakatan pembelajaran tatap muka. Direncanakan, sekolah tatap muka akan dimulai pada Juli 2021.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid-19 ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem A Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Kesehatan Budi G Sadikin.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengharapkan, melalui SKB ini,  anak-anak bisa terpenuhi hak-haknya dalam memperoleh pendidikan. Menurut dia, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan selama ini tidak dapat disamakan dengan pembelajaran tatap muka (PTM).

PJJ memang banyak dikeluhkan, baik oleh orang tua, murid, maupun pihak sekolah. Tidak semua sekolah siap dengan PJJ. Keluhan tidak hanya terkait soal teknis, seperti ketersediaan perangkat, jaringan, kuota, dan lain-lain, tetapi juga kesiapan kurikulum dan guru. Bagaimanapun sekolah jarak jauh tidak sepenuhnya bisa menggantikan tatap muka.

 
PJJ memang banyak dikeluhkan, baik oleh orang tua, murid, maupun pihak sekolah. Tidak semua sekolah siap dengan PJJ. 
 
 

Apalagi, pendidikan pesantren yang sangat mengandalkan hubungan dekat antara santri dan kiainya. Tak mungkin proses belajar-mengajar bisa berlangsung secara maksimal.

Kemendikbud menyatakan, penutupan sekolah selama pandemi memiliki banyak dampak buruk. Di antaranya, meningkatnya anak putus sekolah, menurunnya capaian belajar, dan terjadinya kekerasan pada anak. Mendikbud bahkan  mengkhawatirkan pendidikan anak-anak Indonesia akan tertinggal dari negara-negara lain, yang sebagian besar telah membuka sekolah.

Penutupan sekolah-sekolah di Indonesia dimulai di DKI Jakarta pada 14 Maret 2020, hampir dua pekan setelah penularan Covid-19 perdana di Tanah Air diumumkan. Setelah itu, penutupan di seluruh wilayah Indonesia menyusul. Terus melonjaknya angka penularan membuat rencana pembukaan pada Juli tahun lalu, kemudian pada Januari 2021 ditunda. Meski begitu, sejumlah sekolah di berbagai daerah sejak awal tahun, mulai mengujicobakan PTM. Sejauh ini, jumlahnya mencapai sekitar 48 ribu unit sekolah.

Merujuk data pemerintah, sejauh ini anak dan remaja (0-18 tahun) meliputi 12,2 persen dari total 1.501.093 kasus Covid-19 terkonfirmasi di Indonesia. Sedangkan dari 40.581 total yang meninggal, sebanyak 1,2 persen dari golongan anak dan remaja.

 
Namun, pembukaan sekolah tatap muka ini haruslah disertai dengan pengaturan yang ketat. 
 
 

Namun, pembukaan sekolah tatap muka ini haruslah disertai dengan pengaturan yang ketat. Jika tidak, kita khawatir justru akan memunculkan masalah baru, yakni berkembangnya klaster sekolah. Kekhawatiran itu tidak berlebihan,  mengingat  klaster sekolah Covid-19 sudah terjadi di sejumlah wilayah, yang memulai sekolah tatap muka.

Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, PTM secara terbatas bisa mulai dilaksanakan bagi sekolah-sekolah, yang seluruh guru dan tenaga kependidikannya sudah menjalani vaksinasi Covid-19. Menurut Nadiem, kebijakan itu bukan eksperimen baru karena sudah 22 persen sekolah yang melakukan PTM.

Selain syarat vaksinasi itu, Nadiem menegaskan, sekolah harus tetap menyediakan pilihan pembelajaran jarak jauh. Sekolah wajib memberikan pilihan tatap muka terbatas jika vaksinasinya sudah rampung. Pembelajaran di dalam kelas juga harus dilakukan dengan kapasitas maksimal 50 persen menggunakan sistem rotasi.  

Kita berharap, pembukaan sekolah tatap muka ini bisa memutus kekhawatiran tertinggalnya pendidikan anak-anak kita. Kita tentu juga berharap, kebijakan ini tidak menimbulkan masalah baru berupa peningkatan kasus Covid-19 melalui sekolah. Karena itu, semoga semua pihak dapat melaksanakan kebijakan ini dengan penuh kehati-hatian dan kedisiplinan tinggi. Pendidikan penting, tetapi kesehatan tak boleh diabaikan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat