Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta. | Republika/Prayogi

Narasi

Lentera di Tengah Pandemi

Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru)

Oleh Ficer Tokoh Perubahan

OLEH ADYSHA CITRA RAMADANI

Republika kembali menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan Republika 2020. Pada perhelatan yang masih dibayangi pandemi Covid-19 ini, Republika menyoroti mereka-mereka yang berjibaku membawa bangsa melewati masa-masa sulit. Berikut profil mereka.

Pada Desember 2019 semua mata tertuju ke Wuhan, Cina, ketika kasus pneumonia misterius mulai bermunculan di kota tersebut. Masyarakat di Indonesia pun ikut menyaksikannya. Beragam pertanyaan muncul tanpa bisa mendapatkan banyak jawaban pasti sehingga kebingungan dan kepanikan pun tak terelakkan.

Pneumonia misterius yang meluas di sana membuat DR dr Erlina Burhan MSc SpP (K) merasakan adanya sesuatu yang perlu diwaspadai. Dokter kelahiran Padang, Sumatra Barat, pada 15 Mei 1963 ini menduga, penyakit yang saat itu dikenal sebagai pneumonia Wuhan dapat saja mencapai Indonesia.

"Saya sebagai dokter paru dan kebetulan saya adalah konsultan infeksi paru, saya merasa ini sesuatu yang berbahaya," ungkap dr Erlina kepada Republika saat ditemui di RSUP Persahabatan, Senin (22/3).

 
Saya sebagai dokter paru dan kebetulan saya adalah konsultan infeksi paru, saya merasa ini sesuatu yang berbahaya.
 
 

Alasannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa penyakit pneumonia Wuhan itu dapat menular dari manusia ke manusia. Dia mengatakan, manusia tergolong makhluk sosial yang saling berinteraksi. Terlebih lagi, mobilisasi manusia antarwilayah dan negara sangat tinggi berkat beragam moda transportasi canggih.

Oleh karena itu, meski fenomenanya baru terjadi di Wuhan ketika itu, Erlina memiliki firasat bahwa penyakit tersebut bakal sampai ke Indonesia. Itu sebabnya, dia bersama dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menggelar konferensi pers untuk menyampaikan edukasi lebih lanjut mengenai kasus misterius yang kini dikenal sebagai Covid-19.

Dalam edukasi tersebut, lulusan doktoral dari Universitas Indonesia pada 2004 dan PDPI ini menyampaikan anjuran-anjuran kesehatan yang perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan. Edukasi dan panduan ini diharapkan dapat menenangkan dan mencegah kepanikan di tengah masyarakat Indonesia kala itu. "Pada 17 Januari, jadi bahkan belum ada kasus di Indonesia, kami melakukan konferensi pers."

Erlina aktif terlibat dalam berbagai pertemuan, seminar, hingga kegiatan pembuatan bahan-bahan edukasi soal kasus tersebut. Bahkan, pada Februari 2020, sebelum kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi masuk ke Indonesia, Erlina bersama degan PDPI sudah mengambil satu langkah lebih maju dengan membuat buku pedoman diagnosis dan tata laksana pneumonia Covid-19 yang saat itu masih disebut sebagai pneumonia Coronavirus nCoV.

 
photo
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta. - (Republika/Prayogi)

Begitu kasus Covid-19 pertama terkonfirmasi ada di Indonesia pada 2 Maret 2020, prediksi Erlina betul adanya. Kehebohan mulai terjadi di tengah masyarakat. Mulai saat itu juga, Erlina makin mendedikasikan diri dalam edukasi dan penanganan Covid-19.

Perempuan yang sudah menggeluti profesi dokter selama 30 tahun ini tentu saja meminta pengertian dan restu dari keluarganya karena dia tahu banyak waktunya yang bakal tersita untuk penanganan Covid-19. "Dari awal, saya memang merasa ini adalah penting dan saya sudah berkomitmen kepada diri sendiri akan terus melakukan edukasi untuk masyarakat agar masyarakat tahu," tambah dia.

Edukasi dan pemahaman yang baik mengenai Covid-19, dinilainya, sebagai salah satu faktor penting agar kasus Covid-19 ditemukan sedini mungkin dan cepat tertangani. Dengan begitu, risiko penularan dan kematian bisa ditekan dan peluang kesembuhan yang dimiliki pasien menjadi lebih tinggi.

Di rumah sakit tempatnya berpraktik, yaitu RSUP Persahabatan, Erlina berperan sebagai ketua tim treatment. Salah satu tugasnya adalah membuat Panduan Pelayanan Klinik (PPK) untuk meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Secara aktif, Erlina juga memberikan konsultasi mengenai penanganan para pasien serta obat-obatan yang digunakan.

"Semua tim selalu berkomunikasi. Jadi, di (RSUP) Persahabatan ini timnya lengkap, melibatkan semua disiplin ilmu dan perannya sama besarnya, tidak ada satu pun yang lebih dari yang lain," ujar dokter yang sempat menjabat sebagai ketua PDPI Cabang Jakarta dua periode ini.

Tak hanya bergelut dalam kegiatan edukasi dan kuratif, Erlina ikut sebagai peneliti dalam mengembangkan obat atau terapi definitif untuk Covid-19. Salah satunya adalah penelitian "Penggunaan Umbilical Cord Mesenchymal Stem Cell sebagai terapi pasien Covid-19". Erlina menjadi peneliti utama dari penelitian yang mendapatkan dana hibah Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN. Sumber pendanaan ini berdasarkan pernyataan Kemenristek/BRIN yang diterima Republika pada 12 Juni 2020.

Di tengah situasi penanganan Covid-19 yang hectic, Erlina tetap memegang erat komitmennya dalam memberikan edukasi kepada masyarakat terkait perkembangan terbaru Covid-19. Dia pun memanfaatkan waktu istirahatnya di rumah untuk membaca lebih banyak informasi agar bisa memberikan edukasi dengan baik.

Sebagai seorang dokter, Erlina mengakui beragamnya tantangan yang dihadapi dia dan rekan-rekan selama bergelut dengan pandemi Covid-19. Dalam hal edukasi, misalnya, muncul banyak hoaks sampai disinformasi seputar Covid-19. Bahkan, namanya pun pernah dicatut dalam salah satu hoaks terkait risiko penularan Covid-19 berdasarkan golongan darah.

 
Hoaks ini sangat mengganggu. Jadi, saya mengimbau juga, kalau tidak yakin dengan suatu berita, jangan disebarluaskan, sampai kita yakin dengan berita itu.
 
 

"Hoaks ini sangat mengganggu. Jadi, saya mengimbau juga, kalau tidak yakin dengan suatu berita, jangan disebarluaskan, sampai kita yakin dengan berita itu," ucap Erlina.

Tantangan lain yang juga dihadapi adalah terkait keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Erlina mengatakan, memperbanyak fasilitas yang tepat mungkin tidak begitu sulit. Justru, yang menjadi tantangan adalah mempersiapkan SDM-nya. "Tenaga kesehatan sangat sibuk. Jadi, kelelahan dan waktu istirahat itu kurang. Ini tantangan buat kami," tutur dokter yang meraih gelar magister sains dari Heidelberg University di Jerman ini.

Terlepas dari beragam tantangan yang dihadapi dia dan rekan-rekan sejawatnya di garda terdepan, Erlina meyakini bahwa semua orang mengalami situasi yang tak menyenangkan dan sulit saat pandemi Covid-19. Anak-anak, misalnya, dalam waktu yang cukup lama harus menjalani kegiatan belajar di rumah dan tak dapat berinteraksi langsung dengan para guru dan teman-temannya.

Masyarakat secara umum, lanjut dia, juga kesulitan untuk bisa berinteraksi sebagaimana mestinya. Belum lagi, dampak pandemi ini terhadap sektor perekonomian yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan banyak bisnis yang tak bisa beroperasi seperti sebelumnya.

photo
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta. - (Republika/Prayogi)

"Ini sungguh tidak nyaman dan harus segera kita akhiri," ungkap sosok yang juga merupakan staf pendidik di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak 2005 ini.

Itu sebabnya, dia berpendapat agar semua orang saling bahu membahu untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Menurutnya, setiap orang bisa berkontribusi sesuai dengan kemampuannya untuk mencegah dan mengendalikan penularan Covid-19 di Indonesia. "Kita tidak bisa sendiri-sendiri. Ini adalah pekerjaan bersama dan harus diselesaikan bersama-sama. Penting (adanya) kebersamaan." 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat