Pekerja kesehatan memegang vial berisi dosis vaksin AstraZeneca, di Bali, Jumat (26/3/2012). | EPA-EFE/MADE NAGI

Nasional

Vaksinasi Astrazeneca di Sulut Ditunda, Distribusi Lanjut

Efek samping vaksinasi yang terjadi di Sulut tergolong ringan sampai sedang.

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara pemberian vaksin Astrazeneca di Sulawesi Utara (Sulut). Keputusan ini diambil menyusul adanya penerima vaksin yang mengalami efek samping kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) setelah mendapatkan dosis pertama.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes kini masih menunggu kajian Komisi Daerah (Komda) KIPI terkait kejadian di Sulut tersebut. Meski vaksinasi Covid-19 Astrazeneca di Sulut dihentikan sementara, Nadia memastikan distribusi vaksin tetap berjalan di beberapa daerah.

“Penghentian itu dilakukan karena Komda KIPI Sulut dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut sedang melakukan evaluasi terhadap vaksinasi tersebut,” ujar Nadia saat dihubungi Republika, Ahad (28/3).

Nadia menyebutkan, efek samping ringan yang muncul berupa demam, sakit kepala, dan menggigil. Kendati demikian, Kemenkes tetap memutuskan menunda sementara sembari menanti kajian Komda KIPI Sulut karena hal itu memang prosedurnya. Menurut dia, sebanyak dua hingga lima orang perlu mendapat perawatan.

“Semua sudah teratasi dan kondisinya baik, tidak ada yang parah. Semua gejala akan hilang 1-3 hari,” kata Nadia.

photo
Anggota TNI AL mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Markas Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) VIII, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/3/2021). Sebanyak 300 personel TNI AL di Lantamal VIII Manado mendapatkan vaksinasi tahap kedua, dan bagi personel TNI AL yang bertugas di pulau terluar akan dilakukan vaksinasi secara bertahap melalui Pangkalan AL di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. - (ADWIT B PRAMONO/ANTARA FOTO)

Nadia menambahkan, di daerah lain yang mendapat distribusi vaksin Astrazeneca tidak ditemukan hal yang serupa di Sulut. Karena pertimbangan itu, Kemenkes memutuskan tetap melanjutkan distribusi vaksin Astrazeneca. Penyuntikan Astrazeneca di provinsi selain Sulut pun masih dilaksanakan.

Pada Sabtu (27/3), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut, Debie KR Kalalo, mengonfirmasi pengehentian sementara pemberian vaksin Astrazeneca. Hal ini dilakukan sebagai langkah kehati-hatian mengingat adanya angka KIPI sebesar lima sampai 10 persen dari total yang divaksin Astrazeneca di Sulut.

KIPI yang dirasakan adalah gejala demam, menggigil, nyeri badan, nyeri tulang, mual dan muntah. Menurut dia, dalam izin penggunaan darurat yang diberikan BPOM disebutkan beberapa kategori bahwa KIPI adalah efek samping yang sifatnya sangat sering terjadi yang artinya satu di antara 10 suntikan, dan sering terjadi (1 di antara 10 sampai dengan 1 di antara 100 suntikan).

“Kami perlu mempersiapkan komunikasi risiko kepada masyarakat untuk dapat menerima fakta ini. Supaya tidak terjadi kepanikan di masyarakat,” kata dia.

Menurut epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, KIPI yang terjadi di Sulut dianggap wajar dan tergolong ringan sampai sedang. “Mual dan muntah itu ringan, kalau demam itu sedang. Jadi tidak ada efek samping berat,” kata Tri.

Dia menjelaskan, terjadinya efek samping usai vaksinasi bukan karena faktor vaksin. Vaksin apa pun, kata dia, termasuk Sinovac juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Jika penerima vaksin mengalami demam setelah vaksinasi kurang dari empat jam berarti orang tersebut memang sudah mau demam.

“Jadi, kalau ada yang demam, dilihat dahulu penyebabnya. Kalau terjadi enam jam setelah vaksinasi itu disuntik apapun bisa menyebabkan demam. Akan tetapi kalau kurang dari empat jam memang orang tersebut mau demam,” ujar dia.

Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Halik Malik menyebut, penghentian atau penundaan vaksinasi dikatakan wajar karena ada laporan KIPI yang perlu dicermati lebih lanjut. Nantinya, akan diketahui apakah perlu adanya persiapan khusus atau strategi vaksinasi berbeda termasuk komunikasi risikonya.

Halik menambahkan, penundaan ini tidak membuat keresahan di kalangan masyarakat. Malahan itu justru membuat masyarakat mendapat informasi lebih lengkap terkait dengan risiko vaksinasi. Sejauh yang disebutkan oleh KIPI, dampak tersebut tergolong ringan.

Bahkan, kata Halik, dari reaksi-reaksi itu, banyak ditemui pada vaksinasi biasa, misalnya pada vaksinasi anak-anak dan balita. Terkadang, mereka mengalami demam atau gejala lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat