Siswa bersama orang tuanya berjalan pulang seusai mengikuti belajar tatap muka di Dumai, Riau, Selasa (16/3/2021). Pada hakikatnya pendidikan Indonesia erat kaitannya dengan pendidikan umat Islam. | ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

Laporan Utama

Peta Jalan Pendidikan Bagi Umat

Pada hakikatnya pendidikan Indonesia erat kaitannya dengan pendidikan umat Islam.

OLEH IMAS DAMAYANTI

Penyusunan Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang sedang digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak boleh alpa dari esensi keberadaan umat Islam. Sebab, sebanyak 80 persen lebih penduduk Indonesia beragama Islam.

Konsekuensi dari besarnya populasi Muslim pun seharusnya membuat PJPN 2020-2035 mengakomodasi kepentingan pendidikan yang sesuai dengan asas keislaman. Guru Besar UIN Raden Fatah M Sirozi mengatakan, upaya meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia memang harus dilakukan lewat jalur pendidikan.

“Maka sudah jelas kiranya, umat Islam perlu memberikan perhatian pada PJPN ini,” kata Sirozi dalam webinar, belum lama ini.

Pada hakikatnya, dia menjelaskan, pendidikan Indonesia erat kaitannya dengan pendidikan umat Islam. Sebagai mayoritas, kepentingan umat sudah semestinya untuk dijadikan landasan kebijkan pemerintah.

Dia pun mencoba melihat apa yang perlu dilakukan umat untuk menutupi beberapa celah kelemahan pendidikan yang ada. Jika dicermati melalui draf PJPN, dia menyebut terdapat beberapa pengembangan jenjang pendidikan yang belum dieksekusi dengan serius.

Berdasarkan pencermatannya, dalam pendidikan anak usia dini (PAUD), angka pendidikan kasar (APK) belum menyentuh 40 persen. Padahal, umat Islam sangat menyadari pendidikan akhlak dan pendidikan karakter harus ditanam sedini mungkin. “Lembaga-lembaga pendidikan Islam itu perlu memberikan perhatian prasekolah,” kata dia.

photo
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11/2020). Pada hakikatnya pendidikan Indonesia erat kaitannya dengan pendidikan umat Islam. - (Adiwinata Solihin/ANTARAFOTO)

Sedangkan, pada level pendidikan tinggi, APK-nya justru lebih rendah, yakni di bawah 40 persen. Dia pun mempertanyakan bagaimana mungkin dengan realita yang ada maka umat Islam di negara ini bisa bersaing.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah tampak tecermin dari rata-rata lama sekolah penduduk umur kurang dari 15 tahun. Angka itu disebutkan jika dirunut dalam rujukan per provinsi.

Sedangkan, berdasarkan catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020, terdapat 157 ribu siswa tercatat putus sekolah pada tahun ajaran 2019/2020. Antara lain jenjang SD berada di angka 59,443, jenjang SMP di angka 38,464, jenjang SMA 26,864, dan SMK sebesar 32,395.

Untuk itu, menurut dia, umat Islam perlu bahu-membahu memperluas akses pendidikan seluas mungkin. Ke depan, dia berharap umat Islam bisa memperoleh akses pendidikan masuk perguruan tinggi.

“Kita sering dengar pejabat negara kita bicara jangan jadi negara kuli, jangan jadi negara jongos. Maka, ayo, kita harus lihat, kita perlu memperbaiki APK kita. Angkatan kerja itu, SMA 60 persen ke bawah. Artinya, lulusan perguruan tinggi kita ke mana? Barangkali tidak kompeten sehingga banyak pengangguran,” kata dia.

 
Kita sering dengar pejabat negara kita bicara jangan jadi negara kuli, jangan jadi negara jongos.
 
 

Dia juga mengajak lembaga-lembaga serta ormas Islam untuk memberikan perhatian pada pengembangan SDM pengajar. Bersinergi memperkuat layanan bagi umat, kata dia, harus dilakukan secara bersama-sama. “Jadi, percuma kita meningkatkan sarana, menambah dana, kalau kualitas gurunya enggak kita benahi,” ungkap dia.

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Dudung Abdurrahman menekankan pentingnya aspek keimanan dan akhlakul karimah dalam dunia pendidikan. Dua hal tersebut diyakini sebagai modal utama dalam dunia pendidikan.

“Berkaitan dengan iman dan akhlak, secara kurikuler sebetulnya di berbagai jenjang pendidikan sudah ada. Di berbagai tingkatan ada. Mungkin selama ini itu hanya disampaikan disampaikan secara formalitas, tidak ada teladannya,” kata dia.

Menurut dia, produk pendidkan tidak serta-merta melahirkan peserta didik berbasis mentalitas agama yang kuat. Persoalannya terletak pada minimnya keteladanan yang tumbuh sebagai modal mental yang kuat. Dia menekankan, jangan sampai ilmu agama hanya dimaknai sebagai ilmu, tapi tidak menyentuh pada hal-hal esensial.

photo
Pelajar penemu wadah makanan ramah lingkungan Richadatul Aisy Tsulisa Kahfi (kiri), Kholida Rohma Alia (tengah) dan Tazkiya Salsabila Yusa (kanan) mempraktikkan cara pembuatan temuannya di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 2, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (18/11/2020). Karya siswa yang diberi nama Eco Friendly Bio Foam atau kemasan makanan alternatif pengganti styrofoam dari bahan serbuk bambu dan tepung tapioka dengan tambahan serat itu meraih medali emas pada kompetisi karya ilmiah International Science and Innovation Fair (ISIF) 2020 yang diikuti oleh 30 negara secara daring. - (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Pendidikan dan ekonomi umat

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan, Indonesia tidak boleh kehilangan identitas dirinya sebagai bangsa yang memercayai nilai-nilai ketuhanan dan kegamaan. Di samping itu, Indonesia  perlu meloncat untuk menghadapi persaingan global.

“Saya menyadari bahwa kita ingin mengarahkan Indonesia sebagai negara yang mampu bersaing, tapi saking semangatnya, kita jadi melupakan bahwa kita memiliki identitas dan nilai-nilai agama yang kita percayai,” kata Haedar.

Menggabungkan nilai-nilai agama dengan nilai strategis bangsa memang tidak mudah. Namun demikian, dia menekankan pentingnya proses transformasi yang rapi dalam mengembangkan pendidikan Indonesia.

 
Saking semangatnya, kita jadi melupakan bahwa kita memiliki identitas dan nilai-nilai agama yang kita percayai.
PROF HAEDAR NASHIR, Ketua Umum PP Muhammadiyah
 

PJPN, kata dia, berbicara mengenai orientasi keagamaan yang sayangnya masih kerap ditarik ke sana-ke sini layaknya komoditas. Umat Islam Indonesia yang masih tersekat-sekat atas adanya kepentingan belum dapat menemukan konsep yang utuh dalam menarik kesimpulan apa pun.

Padahal, dia menjelaskan, ada dua titik penting yang perlu menjadi prioritas umat Islam, yakni pendidikan dan ekonomi. Bagaimana umat Islam ini bisa naik kelas baik secara pendidikan, yang dapat diwujudkan dengan resonansi bersama yang bisa membawa keunggulan.

“Ketika hadir ekonomi Islam syariah. Harusnya, hadirnya 80 persen umat Islam di Indonesia ini menjadi konsekuensi yang menimbulkan kekuatan ekonomi umat. Di London, 3 juta umat Islamnya menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat