Pekerja kargo memasukan kontainer berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca ke atas truk setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (8/3/2021). Sebanyak 1.113.600 vaksin virus corona (COVID-19) jadi asal perusahaan farmasi Inggri | MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

Khazanah

Pemerintah Diminta Upayakan Vaksin Halal

PP Muhammadiyah saat ini belum mengeluarkan keputusan resmi soal vaksin Astrazeneca.

JAKARTA — Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mendorong pemerintah untuk tetap berupaya menyediakan vaksin halal dan suci sebagaimana yang diproduksi Sinovac. Meski demikian, Dadang memahami dan mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang membolehkan penggunaan vaksin Astrazeneca meski mengandung unsur tripsin atau babi. 

"Pemerintah tetap harus berusaha mendatangkan vaksin yang murni halal dan suci, termasuk yang sedang dibuat di Indonesia. Vaksin Merah Putih, saya kira bagus itu," ujar dia saat dihubungi Republika, Ahad (21/3).

PP Muhammadiyah saat ini belum mengeluarkan keputusan resmi soal vaksin Astrazeneca. Dia menjelaskan, secara pribadi, dia mendukung fatwa MUI yang dikeluarkan dalam keadaan darurat. “Karena kita pilihannya masih sedikit, MUI memberikan dispensasi untuk digunakan," ujar dia.

Terkait adanya masyarakat yang enggan divaksin Astrazeneca karena prinsip kehati-hatian, Dadang berpendapat, sikap tersebut tetap harus dihormati. Hanya, Dadang mengingatkan, MUI adalah lembaga yang telah disepakati bahwa keberadaannya antara lain untuk mengeluarkan fatwa bagi umat Islam.  Karena itu, dia menuturkan, MUI tentu punya kehati-hatian dalam mengeluarkan fatwa.

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul  Muqsit Ghazali mengatakan, pihaknya belum membahas kebolehan vaksin Astrazeneca digunakan. Dia pun tidak bisa mengatakan vaksin yang mengandung unsur haram itu halal digunakan. "Belum dibahas," kata dia.

Menurut dia, ada dinamika di antara para ulama yang mempermasalahkan fatwa MUI yang menghalalkan vaksin Astrazeneca itu. "Namun, sudah ada sebagian kiai yang mempermasalahkan fatwa MUI tersebut," kata dia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya mengeluarkan fatwa boleh menggunakan vaksin Astrazeneca dengan pertimbangan keadaan darurat. Berdasarkan hasil kajian Komisi Fatwa MUI, vaksin Astrazeneca mengandung tripsin (enzim babi) yang berdasarkan syariat tak boleh digunakan.

"Sebelum dikeluarkan fatwa, setelah melakukan kajian hasil audit sesuai prosedur operasional standar yang berlangsung selama ini di Majelis Ulama Indonesia menemukan ada unsur tripsin," kata Sekjen MUI KH Amirsyah Tambunan, kemarin.

Amirsyah mengatakan, setelah menyatakan vaksin Astrazeneca mengandung enzim babi, Komisi Fatwa MUI membahasnya di sidang fatwa untuk diputuskan boleh atau tidaknya vaksin ini digunakan. Sidang fatwa memutuskan dalam keadaan darurat vaksin ini boleh dimanfaatkan. 

"Setelah itu dibawa ke sidang komisi fatwa hasil fatwanya boleh digunakan," ujar dia.

Dia pun berpendapat, penggunaan vaksin halal Sinovac sudah dilakukan, tapi jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.

"Vaksin halal Sinovac kan sudah dilakukan dan ada keterbatasan. Artinya, memang karena ada kekurangan Astrazeneca ini dalam kondisi darurat boleh dipergunakan sampai tersedianya vaksin yang halal," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat