Seorang tokoh agam Hindu menerima vaksin COvid-19 Sinovac di Denpasar, Bali, Selasa (16/3/2021) lalu. | AP/Firdia Lisnawati

Kabar Utama

Penerima Vaksin Astrazeneca tak Dibedakan

PBNU dan PP Muhammadiyah belum mengeluarkan sikap terkait vaksin Astrazeneca.

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan tidak akan membeda-bedakan penerima vaksin Covid-19 produksi Inggris, Astrazeneca. Pernyataan Kemenkes ini merespons rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar pemerintah memprioritaskan penggunaan vaksin yang halal semaksimal mungkin untuk umat Islam. 

Kemenkes sekaligus membantah bahwa Astrazeneca akan didistribusikan khusus untuk masyarakat yang beragama bukan Islam. Bila merujuk hasil kajian MUI, vaksin Covid-19 yang sudah jelas dinyatakan halal dan tayib adalah produk Sinovac. 

Sementara, hasil kajian menyebutkan bahwa Astrazeneca hukumnya adalah haram karena mengandung unsur babi. Namun, vaksin Astrazeneca tetap boleh dipergunakan dengan pertimbangan kedaruratan. 

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, sampai saat ini tidak ada pembagian khusus atau pemisahan kelompok penerima untuk vaksin Astrazeneca. Pembagian khusus yang dimaksud Nadia adalah peluang penggunaan vaksin Astrazeneca untuk daerah-daerah dengan mayoritas penduduk bukan Muslim. 

"Nggak lah (dibedakan). Kan (sifatnya) darurat. Tidak ada pembagian khusus, tapi diprioritaskan daerah yang sudah mengakselerasi dan sudah membutuhkan untuk perluasan cakupan segera," ujar Nadia kepada Republika, Ahad (21/3).  Ia sebelumnya menyatakan, pendistribusian vaksin tersebut selambatnya dilakukan pada Senin (22/3) ini.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa vaksin Covid-19 Oxford-Astrazeneca boleh digunakan pada masa pandemi Covid-19 meski dalam produksinya memanfaatkan enzim tripsin yang berasal dari babi. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Bidang Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh, dalam konferensi pers bersama, di Jakarta, Jumat (19/3). 

"Ketentuan hukumnya, vaksin Covid-19 Astrazeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan enzim yang berasal dari babi. Walau demikian, penggunaan vaksin Covid-19 produk Astrazeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan dengan lima alasan," kata Asrorun. 

Di antaranya, ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajat syariyah) di dalam konteks fikih yang menduduki kedudukan darurat syar’i. Selain itu, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19. 

photo
Pekerja kargo memasukan kontainer berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca ke atas truk setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (8/3/2021). Sebanyak 1.113.600 vaksin Covid-19) jadi asal perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca tiba di Indonesia melalui skema kerja sama multilateral Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) COVAX Facility yang selanjutkan akan diproses di Bio Farma, Kota Bandung. - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok. Selain itu, ada jaminan penggunaannya (Astrazeneca) dari pemerintah. 

Lebih lanjut, Asrorun mengatakan, pemerintah menyatakan, tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19. Hal ini mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia di Indonesia maupun tingkat global.  

Sekjen MUI KH Amirsyah Tambunan menekankan, fatwa tersebut dikeluarkan setelah MUI melakukan kajian hasil audit sesuai prosedur operasional standar. Sidang fatwa kemudian memutuskan, dalam keadaan darurat, vaksin ini boleh digunakan. 

Intinya, kata dia, vaksin ini berlaku secara nasional, tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat non-Muslim. Jika vaksin ini hanya dipergunakan di wilayah tertentu, hal itu merupakan kebijakan dari Kementerian Kesehatan, bukan bagian rekomendasi MUI. 

"Kita mendorong untuk bagaimana cakupan vaksin ini bisa segera diselesaikan sesuai target. Lagi-lagi, semua kembali kepada kebijakan pemerintah," katanya. Amirsyah mengatakan, penggunaan vaksin halal Sinovac sudah dilakukan, tapi jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. 

Keterbatasan vaksin halal ini menjadi pertimbangan MUI bahwa Astrazeneca boleh digunakan. "Vaksin halal Sinovac kan sudah dilakukan dan ada keterbatasan. Artinya, nemang karena ada kekurangan maka Astrazeneca ini dalam kondisi darurat boleh dipergunakan sampai tersedianya vaksin yang halal," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul  Muqsit Ghazali mengatakan, pihaknya belum membahas kebolehan penggunaan vaksin Astrazeneca. Sehingga, ia tidak bisa mengatakan vaksin yang mengandung unsur haram itu halal digunakan. “Sudah ada sebagian kiai yang mempermasalahkan fatwa MUI tersebut," katanya.

Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga saat ini belum mengeluarkan keputusan resmi soal vaksin Astrazeneca. Hal ini disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad, menyusul fatwa MUI yang membolehkan penggunaan vaksin Astrazeneca meski dalam produksinya mengandung unsur babi.

photo
Pekerja kargo menurunkan kontainer berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca dari atas pesawat setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (8/3/2021). - (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Terkait adanya masyarakat yang enggan divaksin Astrazeneca karena prinsip kehati-hatian, Dadang berpendapat, sikap tersebut tetap harus dihormati. "Adapun orang yang berhati-hati, ya itu dibenarkan juga, silakan. Tetapi, bagi saya, kalau MUI sudah mengeluarkan fatwa, diikuti saja," tuturnya kepada Republika, kemarin.

Dadang mengingatkan, MUI adalah lembaga yang telah disepakati bahwa keberadaannya, antara lain, untuk mengeluarkan fatwa bagi umat Islam. Karena itu, dia menuturkan, MUI tentu punya kehati-hatian dalam mengeluarkan fatwa.

"Kalau tidak ada (vaksin) lagi dan darurat, apa boleh buat, silakan. Dalam keadaan darurat seperti sekarang ini dan supaya pandemi virus Covid-19 ini mereda," jelasnya.

Meski vaksin Astrazeneca boleh digunakan, Dadang memberi catatan, pemerintah tetap harus berupaya menyediakan vaksin yang halal dan suci seperti halnya vaksin yang diproduksi Sinovac. “Termasuk yang sedang dibuat di Indonesia, vaksin Merah Putih, saya kira bagus itu," ucapnya.

Di pihak lain, Astrazeneca Indonesia menyangkal pernyataan MUI soal penggunaan enzim babi. Meski menyatakan menghargai keputusan MUI, Astrazeneca mengeklaim vaksin Covid-19 yang mereka kembangkan tidak bersentuhan dengan produk turunan babi maupun produk hewani lainnya.

Dalam rilis yang dilansir pada Sabtu (20/3), pihak Astrazeneca menyatakan, vaksin Covid-19 tersebut merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan. Hal tersebut, menurut mereka, telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.

"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," tulis Astrazeneca.

Selain itu, pihak Astrazeneca juga membeberkan fakta bahwa vaksin mereka telah disetujui penggunaannya di lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Di antara negara-negara tersebut, ada beberapa yang merupakan negara mayoritas Muslim, seperti Arab Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko. Mereka juga mengeklaim bahwa penggunaan vaksin Astrazeneca telah disetujui sejumlah majelis fatwa di berbagai negara. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat