Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Memecah Belah Partai Politik di Masa Lampau

Wakil dari Indonesia, meski tidak dari partai, tergabung dalam Fraksi Nasional yang dipimpin Thamrin.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

"Kami adalah partai revolusioner radikal kiri yang tidak tahu jalan berunding," tegas Moh Yamin saat berbicara di Kongres Partindo di Surabaya. Kongres berlangsumg pada 15-19 April 1933.

“Pernyataan ini cukup bagi polisi untuk menangkap Yamin pada tengah malam,” tulis koran Het Volk dalam laporannya, 30 Mei 1933.

Pernyataan tegas itu menunjukkan sikap Yamin yang memilih jalur politik nonkooperatif. Namun, setelah Partindo dibubarkan pada November 1936, Yamin beralih ke jalur kooperatif dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).

Pembubaran Partindo dilakukan dengan dasar adanya pelarangan pertemuan politik oleh pemerintah. Anggota Partindo yang tak sepakat dengan alasan ini kemudian membentuk komite untuk mempertahankan Partindo.

Mereka yang menerima pembubaran Partindo memilih bergabung dengan Gerindo. Namun, gerak Gerindo tetap dibatasi. Pendirian Gerindo di Medan oleh eks pengurus Partindo pada Agustus 1937 dilarang polisi. Kepada 17 orang yang hadir di pertemuan–sembilan di antaranya eks Partindo—polisi menyatakan pertemuan tak bisa diteruskan.

photo
Foto Mohammad Yamin - (DOK Wikipedia)

Ketika Volksraad melakukan pemilihan anggota, Yamin ternyata masuk daftar di Daerah Pemilihan (Dapil) VI, Minangkabau. Ia ditunjuk mewakili masyarakat Minangkabau bersama empat orang lainnya, termasuk anggota Volksraad Jahja Datoek Kajo. Munculnya nama Yamin rupanya disambut baik oleh masyarakat Minangkabau.

Mereka, menurut De Sumatra Post, 17 Januari 1939, mempertanyakan keterpilihan Jahja Datoek Kajo pada periode sebelumnya lantaran Jahja tak bisa berbahasa Belanda.

Pemilihan dilakukan pada 3 Januari 1939. Pada 1 Desember 1938, De Sumatra Post mengumumkan daftar calon anggota Volksraad yang ikut pemilihan di semua daerah pemilihan Sumatra. Pada Desember itu pula Yamin mengunjungi Minangkabau lewat Pekanbaru tanpa surat jalan. Ia pun kemudian diusir karena untuk bisa masuk Minangkabau perlu menunjukkan surat jalan.

Pengusiran itu membuat kegemparan di Minangkabau dan rupanya ini menguntungkan Yamin. Saat pemilihan, ia mengalahkan empat calon lainnya. Padahal, yang dijagokan sebelumnya untuk dapil Minangkabau, seperti ditulis De Sumatra Post edisi 17 Januari 1939, adalah Bupati Padang Darwis Datoek Madjo Lelo.

Lantaran ia masuk pemilihan tidak sebagai wakil Gerindo, ia pun dipecat Gerindo, meski Yamin adalah salah satu pendirinya. Volksraad hasil pemilihan 3 Januari 1939 ini mulai bekerja pada 15 Juni 1939. Wakil dari Indonesia, meski tidak dari partai, tergabung dalam Fraksi Nasional yang dipimpin Thamrin.

Pada 10 Juli 1939 Yamin menyatakan keluar dari Fraksi Nasional dan membentuk fraksi sendiri, yaitu Golongan Nasional Indonesia (Goni). Alasannya, karena Fraksi Nasional dia anggap hanya berjuang untuk Jawa, luar Jawa terabaikan. Selain itu, Yamin juga menilai gerakan Thamrin sebagai aksi borjuis.

 
Yamin kemudian juga berkonflik dengan Gabungan Politik Indonesia (Gapi) yang terbentuk pada 21 Mei 1939.
 
 

Yamin kemudian juga berkonflik dengan Gabungan Politik Indonesia (Gapi) yang terbentuk pada 21 Mei 1939. Saat Gapi menginginkan Indonesia Berparlemen dan Fraksi Nasional di Volksraad juga sejalan dengan keinginan Gapi, Yamin dengan Goni-nya malah bergerak sendiri. Ia mengirim petisi ke Tweede Kamer di Belanda.

Manifesto Indonesia Berparlemen muncul ketika tujuh organisasi politik yang targabung di Gapi berkumpul pada 19-20 September 1939. Konsep Indonesia Berparlemen; pemerintahan perlu didukung oleh parlemen yang anggotanya dipilih oleh dan dari rakyat. Pemerintah kemudian bertanggung jawab kepada parlemen ini.

Langkah Gapi itu disusul dengan pelaksanaan Kongres Rakyat Indonesia untuk mendapatkan dukungan perjuangan mewujudkan Indonesia Berparlemen ini. Kongres pada 23-25 Desember 1939 itu diikuti perwakilan dari 90 organisasi.

Jumlah perwakilan ini melebihi jumlah yang hadir pada rapat umum seminggu setelah penetapan manifesto Indonesia Berparlemen. Kongres juga memutuskan perlu segera membentuk parlemen, menetapkan merah putih sebagai bendera nasional, menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan menetapkan “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan.

 
Padahal, Gapi telah bersusah-payah menyatukan berbagai organisasi politik yang berbeda untuk bisa bersepekat pada satu tujuan: Indonesia Berparlemen.
 
 

Namun, Yamin dengan Goni-nya pada akhir Desember 1939 menyalip Gapi di tikungan. Bob Hering di buku Mohammad Hoesni Thamrin menyebut Yamin meminta Tweede Kamer di Belanda mengumumkan kebijakannya, “bagi kepentingan rakyat Indonesia dan Belanda tentang pemilihan parlemen secara demokratis di Indonesia dan pembentukan pemerintah yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut”.

Tindakan Yamin ini mengundang kritik dari Gapi. Padahal, Gapi telah bersusah-payah menyatukan berbagai organisasi politik yang berbeda untuk bisa bersepekat pada satu tujuan: Indonesia Berparlemen. Keberhasilan menyatukan berbagai organisai politik ini membuat Thamrin tak begitu risau dengan ulah Yamin. Indonesia Berparlemen terus dijalankan.

Bentuk parlemen yang dimaksud, menurut catatan AK Pringgodigdo di buku Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, adalah parlemen dua kamar, Kamar Pertama 100 anggota, Kamar Kedua 200 anggota. Demi tercapainya manifesto Indonesia Berparlemen ini, Gapi menginginkan pengangkatan orang Indonesia menjadi gubenur jenderal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat