
Kabar Utama
Indonesia Tunda Distribusi Astrazeneca
Vaksin Astrazeneca akan digunakan setelah ada kepastian dari WHO mengenai isu penggumpalan darah.
JAKARTA -- Kementerian Kesehatan memutuskan menunda distribusi vaksin Covid-19 Astrazeneca. Vaksin yang tiba pada Senin (8/3) tersebut juga baru akan digunakan setelah ada kepastian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai isu efek samping berupa penggumpalan darah di Eropa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku terus memantau perkembangan isu vaksin Astrazeneca yang oleh beberapa negara Eropa telah ditangguhkan pemakaiannya. Sampai saat ini, Budi menyebut, Kemenkes menerima informasi bahwa WHO masih melakukan penelitian atas isu tersebut.
"Untuk konservatismenya, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) menunda dulu implementasi Astrazeneca sambil menunggu konfirmasi dari WHO. Mudah-mudahan dalam waktu singkat dapat keluar (hasil penelitian)," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (15/3).
Meski demikian, Budi menyatakan, badan pengawas obat di Inggris, yaitu Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA), dan badan obat Eropa, European Medical Authority (EMA), hingga kini belum mengonfirmasi apakah pembekuan darah terjadi akibat vaksin.
"Berita yang saya dapat BPOM-nya London bilang kejadian itu bukan karena vaksin, melainkan memang yang bersangkutan mengalami kejadian itu sendiri di luar masalah vaksinasi," ujarnya.
Budi mengungkapkan hal yang juga perlu diperhatikan terkait vaksin Astrazeneca adalah adanya masa kedaluwarsa. Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin yang telah didatangkan bakal kedaluwarsa pada Mei mendatang. Sedangkan, jarak penyuntikan antara penyuntikan yang satu dengan penyuntikan kedua membutuhkan waktu 9-12 pekan.
"Astrazeneca datang biasanya ada enam bulan sampai satu tahun sebelumnya. Kita baru tahu ini expired date akhir Mei. Padahal, dia suntikannya bedanya 9-12 pekan dan sampai sekarang juga masih menunggu rilis dari BPOM," ujarnya.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes memutuskan menunda distribusi vaksin Astrazeneca sehubungan adanya isu efek samping dan penangguhan di beberapa negara Eropa. "Kami menunda untuk mendistribusikannya karena menunggu informasi lebih lanjut dari BPOM," kata Nadia kepada Republika, Senin (15/3).

Dia menambahkan, Kemenkes juga menanti kajian data dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) sebelum akhirnya membagikan vaksin tersebut. Tenggat waktu penundaan distribusi bergantung pada BPOM. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, BPOM masih melakukan komunikasi dengan WHO untuk memastikan keamanan vaksin yang didapatkan dari skema Covax tersebut.
"Untuk kehati-hatian, kami masih dalam proses berkomunikasi dengan WHO, SAGE, yaitu Strategic Group of Expert on Immunization dan masih dalam proses," kata Penny dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (15/3).
Penny menyebut, hasil komunikasi tersebut nantinya akan dibahas lebih lanjut oleh tim lintas sektor, terutama Kemenkes, untuk kemudian dilakukan pengambilan keputusan penggunaan vaksin Astrazeneca dalam vaksinasi nasional. "Harapannya tidak terlalu lama," kata dia.
Selain itu, Penny juga mengomentari terkait penangguhan vaksin Astrazeneca oleh sejumlah negara. Ia mengatakan, nomor batch yang saat ini ditangguhkan penggunaannya di beberapa negara Uni Eropa tidak termasuk pada nomor batch yang masuk ke Indonesia yang masuk lewat jalur multilateral. Penny memastikan, BPOM melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait vaksin Astrazeneca.
"Kami kemudian melakukan evaluasi secara penuh sebagaimana juga vaksin-vaksin lainnya. Baru setelah itu kami memberikan UEA pada 22 Februari 2021," kata dia.
Belakangan ini, penggunaan vaksin Covid-19 dari Astrazeneca ditangguhkan di beberapa negara Eropa karena laporan pembekuan darah pada beberapa orang yang telah disuntik. Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan mengatakan, sampai saat ini belum dapat dipastikan apakah vaksin menyebabkan pembekuan darah atau tidak.
Menurut dia, efek samping yang dilaporkan setelah vaksinasi harus dilihat dalam konteks kejadian yang terjadi secara alami pada populasi. "Hanya karena dilaporkan setelah vaksinasi, tidak berarti bahwa itu karena vaksinasi. Itu bisa sama sekali tidak berhubungan," ujarnya seperti dikutip laman Forbes, Senin (15/3).
Astrazeneca pada Ahad (14/3) menyatakan, tidak ada bukti peningkatan risiko pembekuan darah setelah seseorang menerima suntikan vaksin Covid-19 dari Astrazeneca. Hal itu dipastikan dari tinjauan Astrazeneca terhadap lebih dari 17 juta orang yang divaksinasi di Inggris dan Uni Eropa.
"Peninjauan yang cermat terhadap semua data keamanan tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko emboli paru, trombosis vena dalam, atau trombositopenia, dalam kelompok usia tertentu dan jenis kelamin di negara tertentu," demikian pernyataan resmi Astrazeneca, Ahad (14/3).
Astrazeneca menjelaskan, pengujian tambahan dilakukan oleh perusahaan dan otoritas kesehatan Eropa. Dari hasil pengujian tersebut, tidak ada tes ulang yang menunjukkan kekhawatiran. Laporan keamanan bulanan akan dipublikasikan di situs web Badan Obat Eropa (EMA) pada pekan berikutnya.
Vaksin Astrazeneca dikembangkan bekerja sama dengan Universitas Oxford. Vaksin tersebut telah diizinkan untuk digunakan di Uni Eropa dan banyak negara, tetapi regulator Amerika Serikat (AS) belum memberikan izin penggunaan. Perusahaan sedang bersiap untuk mengajukan otorisasi penggunaan darurat di AS dan mengharapkan data dari uji coba fase III di AS akan tersedia dalam beberapa pekan mendatang.
Sejumlah negara menangguhkan penggunaan vaksin Astrazeneca merujuk pada efek samping yang dikabarkan membuat wanita Denmark meninggal seusai divaksin. Beberapa negara yang melakukan penangguhan, antara lain, Denmark, Belanda, Norwegia, Irlandia, dan Islandia.
Belanda menjadi salah satu negara yang baru saja mengumumkan penangguhan tersebut. Pada Ahad (14/3), Pemerintah Belanda mengumumkan penggunaan vaksin Covid-19 dari Astrazeneca ditangguhkan setidaknya hingga 29 Maret sebagai tindakan pencegahan.

Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge mengakui, sampai saat ini tidak ada kasus pembekuan darah yang dilaporkan di Belanda. Selain itu, belum ada bukti adanya hubungan langsung antara vaksin dan pembekuan darah. "Namun, kami tidak bisa membiarkan keraguan tentang vaksin," ujarnya.
Irlandia juga untuk sementara menangguhkan penggunaan suntikan imunisasi menyusul laporan dari Norwegia. Irlandia mencatat bahwa langkah tersebut adalah tindakan pencegahan karena tidak ada hubungan langsung yang telah dibuat antara vaksin dan efek samping.
Di Norwegia, tiga tenaga kesehatan yang baru saja menerima vaksin Astrazeneca dilaporkan mengalami penggumpalan darah dan penurunan trombosit. Ketiga nakes tersebut berusia 50 tahun. Namun, Badan Pengawas Obat Norwegia tidak bisa memastikan apakah penggumpalan darah tersebut merupakan efek vaksinasi.
Sementara, Badan Obat Denmark pada Ahad (14/3) malam menyampaikan, wanita Denmark berusia 60 tahun yang meninggal setelah mengalami pembekuan darah seusai divaksin Astrazeneca memiliki gejala yang sangat tidak biasa. Wanita tersebut dipantau memiliki jumlah trombosit dan gumpalan darah yang rendah di pembuluh kecil dan besar serta pendarahan.
Program vaksinasi Eropa dalam dua pekan terakhir mengalami pukulan karena laporan bahwa penerima inokulasi Astrazeneca menderita pembekuan darah. Badan Obat Eropa menyatakan, tidak ada indikasi bahwa kejadian itu disebabkan oleh vaksinasi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.