Ilustrasi undian berhadiah. | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Khazanah

Samakah Undian Berhadiah dengan Judi?

Berubahnya hukum undian berhadiah bergantung pada beberapa faktor yang dapat membuatnya seperti judi.

OLEH DEA ALVI SORAYA

Pernah mendapat undian berhadiah? Sebagian orang merasa senang jika mendapat undian berhadiah. Namun, sebagian orang lainnya merasa ragu-ragu terkait hukum undian berhadiah tersebut karena jangan-jangan tergolong judi. 

Undian menurut bahasa adalah as-sahm (bagian) atau an-nasib (andil, nasib). Dalam bahasa Indonesia, asal katanya adakah undi, yaitu sesuatu yang dipakai untuk menentukan atau memilih (seperti untuk menentukan siapa yang berhak atas sesuatu, siapa yang bermain dahulu) jadi undian berhadiah adalah undian yang ada hadiahnya, undian yang memberikan hadiah bagi pemenangnya.

Undian merupakan suatu kebiasaan yang sudah berlaku sejak dahulu, jauh sebelum datangnya agama Islam. Tapi undian yang berlaku pada masa jahiliyyah itu orang yang melakukan undian untuk manantukan nasib baik atau buruk seseorang serta dilakukan didepan berhala-berhala mereka.

Dalam dunia perdagangan dewasa ini, banyak pula jual beli barang dengan sistem kupon berhadiah untuk kepentingan promosi barang dagangannya. Dengan maksud agar konsumen tertarik dengan barang yang ditawarkan oleh pelaku usaha (produsen).

Adapun aktivitas dalam undian berhadiah melibatkan penyelenggara, biasanya pemerintah atau lembaga swasta yang legal mendapatkan izin dari pemerintah. Selain itu, ada juga unsur Para penyumbang, yakni orang-orang yang membeli kupon dengan mengharapkan hadiah. Sedangkan kegiatan pihak penyelenggara undian kupon berhadiah adalah mengedarkan kupon (menjual kupon), salah satu fungsi pengedaran kupon adalah dapat dihitng dana yang diperoleh dari para penyumbang.

Selain itu juga membagi-bagi hadiah sesuai dengan ketentuan. Hadiah ini diambil dari sebagian hasil dana yang diperoleh. Juga menyalurkan dana yang telah terkumpul sesuai dengan rencana yang telah ditentukan setelah diambil untuk hadiah dan biaya operasional.

Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Hamdan Rasyid MA, menjelaskan, dalam hakikatnya, undian berhadiah diperbolehkan, jika tidak merugikan. Namun, dapat pula berubah hukumnya menjadi haram jika berisiko merugikan.

“Jika para peserta undian berhadiah harus membayar sejumlah uang terlebih dahulu sebelum mengikuti undian berhadiah tersebut, hal itu termasuk judi yang diharamkan,” kata Kiai Hamdan kepada Republika, Ahad (14/3). 

Berubahnya hukum undian berhadiah ini, menurut dia, bergantung pada beberapa faktor yang dapat membuatnya seperti judi, yang diharamkan dalam Islam.

“Jika undian berhadiah tersebut memiliki kesamaan seperti judi, hukumnya berubah menjadi haram,” ujar dia. 

Lantas, apa pula yang disebut judi (al-maisir)? Sejumlah ulama kontemporer menjelaskan sejumlah kriteria mengenai judi, di antaranya Syekh Rafiq Yunus al-Mishri. Menurut dia, sebuah transaksi atau permainan bisa dikategorikan sebagai maisir jika memenuhi beberapa unsur.

Pertama, taruhan dan mengadu nasib. Maksudnya, setiap peserta bertaruh untuk menjadi pemenang atau setiap taruhan, baik menang maupun kalah ditentukan oleh sesuatu yang tidak diketahui. Kedua, hadiah yang dipertaruhkan adalah kontribusi peserta. Ketiga, pemenang mengambil hak orang lain yang kalah (Rafiq Yunus al-Mashri, al Maisir, Damaskus: Dar al-Qalam, 2001 cetakan II).

Secara lebih mendalam, pakar fikih Ustaz Dr Oni Sahroni menjelaskan, berdasarkan prinsip dasarnya, undian (qur’ah) hanya alat atau media yang netral, baik sebagai alat promosi produk bisnis maupun permainan. Jika target dan kontennya positif, menjadi alat dan media yang positif, begitu pula sebaliknya. 

“Karena itu, ketentuan hukumnya bergantung pada kontennya dengan memenuhi rambu-rambu (dhawabith) syariah,” ujar anggota Dewan Syariah Nasional MUI itu. 

Terdapat beberapa rambu yang perlu diperhatikan. Pertama, hadiah undian bersumber dari dana perusahaan (penyelenggara undian), bukan bersumber dari iuran yang ditransfer peserta. 

“Karena itu, jika hadiah undian yang bersumber dari kontribusi para peserta, undian tidak diperkenankan,” ujar orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor bidang fikih muqarin dari Universitas Al-Azhar, Kairo itu.

 
Jika hadiah undian yang bersumber dari kontribusi para peserta, undian tidak diperkenankan
 
 

Rambu kedua, perusahaan penyelenggara program tidak memanfaatkan iuran peserta tersebut (sebelum dikembalikan kepada peserta undian), baik dalam bentuk penempatan investasi maupun lainnya. 

Kedua poin tersebut dimaksudkan agar undian berhadiah terhindar dari unsur maisir (judi) dan agar tidak menjadi modus hadiah bersumber dari penempatan iuran peserta, dengan salah satu indikatornya terhindar dari unsur zero sum game.

“Karena setiap permainan, baik berbentuk game of chance, game of skill, ataupun natural events, harus menghindari terjadinya zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus menanggung beban pemain lain atau setiap permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut,” kata Ustaz Oni memaparkan. 

Rambu lain yang perlu diperhatikan dalam undian berhadiah adalah barang atau jasa yang menjadi hadiah undian itu halal menurut syariah dan legal menurut peraturan perundang-undangan. Selain itu, jika program tersebut adalah promo produk perusahaan, akan lebih baik mendapatkan sertifikat kesesuaian syariah dari otoritas terkait, seperti otoritas fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat