Shalat merupakan hadiah pemberian Allah untuk Rasulullah dan umatnya dalam peristiwa Isra dan Miraj. | REPUBLIKA

Opini

Isra Mi'raj dan Kekhasan Shalat

Shalat merupakan ibadah yang menjadi pemberian Allah dalam peristiwa Isra dan Mi'raj.

KH ANANG RIKZA MASYHADI, Pengasuh Pondok Modern Tazakka, Bandar, Batang, Jawa Tengah

Memperingati Isra Miraj selain bersifat seremonial, jangan lupa untuk mengambil substansinya, yaitu perintah menegakkan shalat. Shalat mestinya tidak sekedar gerakan takbir, ruku atau sujud saja. Shalat harus berefek pada prilaku yang saleh dan melahirkan akhlakul karimah.  

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (QS 29:45) Shalat yang tidak berefek pada perilaku tersebut, maka tergolong orang yang lalai dalam shalatnya. 

"Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (QS 107: 4-7)

Jadi, shalat yang benar selain memenuhi syarat sah dan rukun-rukunnya, haruslah berdampak pada perilaku. Shalat harus membekas dalam kehidupan keseharian. 

"Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS 48:29)

"Min asaris sujuud" artinya bekas sujud, maksudnya kalau kita shalat apa tanda telah shalat? Tidak lain adalah amal saleh dan akhlakul karimah.

Shalat juga bukan sekadar kewajiban; dan melaksanakan shalat janganlah sekadar diniatkan untuk menggugurkan kewajiban saja. Akan tetapi, shalat itu harus dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur yang tertinggi atas rahmat, nikmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah.

Ketika para sahabat terheran-heran kepada Rasulullah SAW mengapa masih rajin shalat tahajud, dhuha dan shalat-shalat sunah lainnya padahal Rasul telah dijamin masuk surga dan diampuni dosa-dosanya, Beliau hanya menjawab: "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?"

Maka dari itu, meriahkan peringatan Isra Miraj tahun ini dengan meramaikan shalat di masjid-masjid dan disertai dengan amal saleh serta perilaku akhlakul karimah sebagai bukti nyata shalat kita benar. 

"Sesungguhnya amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat." (HR Ahmad).

Shalat sebagai penghibur

Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Shalat dijadikan sebagai penghibur hatiku." (HR an-Nasai).

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah SAW pernah menyuruh Bilal bin Rabah RA, seorang budak kulit hitam yg memiliki suara merdu yang kemudian menjadi salah seorang sahabat terkemuka, untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan waktu shalat telah tiba. "Bangunlah wahai Bilal, tenteramkanlah hati kami dengan shalat," begitu kata Rasul.

Jelaslah bahwa bagi Rasul shalat adalah hiburan yang menenteramkan. Bukan sekadar rutinitas fardhu yang tidak memiliki makna. Artinya, kesedihan dan kegundahan akan hilang bersama dengan datangnya waktu shalat.

Namun, saat ini, diakui atau tidak, banyak orang Muslim belum mampu menangkap esensi dan makna shalat yang demikian itu. Malah, yang terjadi shalatnya hanya sekadar gerakan-gerakan yang tak bermakna dan tak berimplikasi pada perubahan perilaku. Yang sedih tetaplah bersedih, yang gundah tetaplah gundah!

Sebuah keluarga yang rajin shalat, toh masih tetap saja tidak tentram (sakinah), apalagi mencapai mawaddah wa rahmah. Bukankah sekali lagi, shalat adalah penentram jiwa?

Bahkan, jangankan menjadi hiburan yang menenteramkan, ternyata shalat tidak mampu mencegahnya dari perbuatan maksiat, keji dan mungkar. "Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (QS 29: 45)

Jika demikian, maka pasti ada yang keliru dalam shalat kita. Mungkin secara fikih, syarat rukun shalat tidak ada yang keliru. Kekeliruan terjadi karena gagal memahami makna shalat, dan selanjutnya gagal mengimplikasikan shalatnya dalam realitas kehidupan.

Dalam ungkapan ahli hikmah yang demikian itu seperti burung yang mematuk-matuk makanannya: hanya gerakan yang berulang-ulang. Shalat kita tidak lebih hanyalah gerakan yang berulang-ulang.

Marilah setiap Muslim melihat dirinya: apakah shalatnya sudah benar; sudahkah ia memahami hakikat shalat sesungguhnya; adakah perubahan sifat dan sikap dari shalatnya itu? Jika belum, segeralah berbenah agar shalatnya tidak sia-sia.

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (QS 2: 45)

Ketahuilah bahwa ayat Isra Mi'raj didahului dengan kalimat "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya". Maknanya, Isra Miraj adalah Allah yang telah memperjalankan, bukan semata-mata Nabi Muhammad yang berjalan sendiri.

Maka, membicarakan Isra Mir'aj, menurut adalah membicarakan kekuasaan Allah, bukan semata-mata membicarakan Nabi Muhammad.

Jika dianalogikan dengan seekor semut, maka semut jika diminta untuk menempuh perjalanan sepanjang Surabaya – Jakarta, misalnya, mungkin akan membutuhkan waktu sekian tahun, dan sangat mungkin tidak akan sampai di tujuan: terinjak oleh kaki manusia, tersapu oleh air hujan dan lain sebagainya. Apalah daya seekor semut melakukan perjalanan Surabaya – Jakarta sejauh kurang lebih 800 km?

Akan tetapi, lain halnya jika semut itu menempel pada buah rambutan yang dibeli oleh seorang penumpang pesawat, lalu rambutan dimasukkan ke dalam kardus dan dibawa masuk ke pesawat. Satu jam kemudian sampailah di Jakarta, dan ketika penumpang membuka kardus rambutan, semut itu pun ikut keluar dan berjalanlah ia, lalu bertemulah dengan semut Jakarta.

Ini sebagai ilustrasi saja. Kira-kira, percayakah semut Jakarta jika diberitahu bahwa semut yang ditemuinya itu berasal dari Surabaya satu jam yang lalu? Selama semut Jakarta tersebut masih menggunakan cara pandang dunia semut dan logika semut, maka pasti ia akan mengatakan: mustahil!

Akan tetapi, jika ia menggunakan cara pandang dan logika manusia, maka ia akan percaya dan mengimaninya. Dalam dunia manusia, Surabaya – Jakarta ditempuh dalam satu jam adalah hal biasa dan sangat mungkin. Manusia menguasai teknologi!

Demikiankah sekedar analogi melalui ilustrasi perjalanan semut. Maka, demikian pula halnya dengan Isra Miraj: jika kita mencoba memahaminya dari sudut pandang dan logika kemanusiaan, maka mustahil ada seorang manusia melakukan perjalanan Makkah-Palestina dan kemudian naik ke atas langit ketujuh (Sidratul Muntaha) dan pulang kembali, yang semua itu ditempuh hanya dalam waktu satu malam.

Namun, jika manusia itu keluar dari dunianya, dan menggunakan cara pandang ke-Ilahi-an Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka peristiwa Isra Miraj adalah hal sangat mudah, "kun fa yakun". Sebab, di mata Allah, jagat raya ini sangat kecil tidak ada apa-apanya; sementara kita menganggapnya sangat besar dan tak terjangkau.

"Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad)…"; "al-ladzi asraa bi 'abdihi"; sekali lagi, hal itu menegaskan bahwa peristiwa Isra Mi'raj sepenuhnya berada di bawah kendali dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.

Maka, jika masih ada yang meragukannya, atau yang mengatakannya bahwa Isra Miraj tidak lebih sekedar perjalanan ruh saja (mimpi), tidak melibatkan fisik, maka ketahuilah bahwa keimanannya telah teracuni. Ayatnya berbunyi: "al-ladzi asraa bi 'abdiHi"; kata "abdun" dalam bahasa Arab bermakna "hamba". "Abdun" (hamba) adalah gabungan ruh dan jasad. Jasad tanpa ruh disebut 'mayyitun'. Ruh saja tanpa jasad tidak bisa disebut 'abdun'.

Memang, sulit dinalar dan diterima oleh logika normal manusia umumnya. Maka, sejak awal Allah telah menata hati kita dengan mengawali ayat Isra Mi'raj dengan kalimat: "subhaana"; "Maha Suci Allah".

Maha Suci Allah dari persangkaan dan anggapan keliru hamba-hamba-Nya, yaitu mereka yang tidak percaya dan meragukan ke-Maha Kuasaan-Nya atas segala sesuatu.

Itulah Isra Mir'aj, sebuah perjalanan spiritual tak terhingga yang menjadi peristiwa maha dahsyat yang Allah hadiahkan pada kekasih-Nya. Isra Mi'raj akan tetap abadi, karena produknya adalah perintah shalat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat