Seorang remaja putri membawa peraga kampanye pada Kick Off Gerakan Pencegahan Perkawinan Anak di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (30/1/2020). Gerakan yang diinisiasi UNICEF bekerja sama dengan Yayasan Karampuang itu untuk menekan angka perkawinan anak di Sul | BASRI MARZUKI/ANTARA FOTO

Internasional

UNICEF: Penikahan Anak Naik Saat Pandemi

Kesulitan ekonomi mungkin mendorong pernikahan anak-anak untuk meringankan beban keuangan.

NEW YORK -- Pernikahan anak-anak diperkirakan meningkat 10 juta pada akhir dekade ini, antara lain, terimbas pandemi Covid-19. Hal ini diungkap dalam analisis Badan PBB yang Mengurusi Dana Anak-Anak, United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), Senin (8/3).

"Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kehamilan, dan kematian orang tua karena pandemi membuat remaja perempuan yang paling rentan berisiko tinggi menikah di bawah umur," kata laporan yang dimuat di laman resmi UNICEF.

Laporan tersebut berjudul "Covid-19: Ancaman Kemajuan Melawan Pernikahan Anak", yang dirilis bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional. Bahkan sebelum pandemi, 100 juta anak perempuan berisiko mengalami pernikahan anak pada dekade mendatang. Ini terjadi meski telah ada kemajuan signifikan di sejumlah negara untuk menekan pernikahan anak.

Dalam 10 tahun terakhir, menurut laporan tersebut, proporsi perempuan muda secara global yang menikah sebagai anak-anak telah menurun sebesar 15 persen. Artinya, jika semula ada satu kasus untuk setiap empat pernikahan, kini ada satu kasus untuk setiap lima pernikahan. Kini kemajuan itu terancam mundur kembali.

photo
Puluhan aktivis perempuan serta ibu rumah tangga melakukan aksi memperingati Hari Perempuan Internasional di Pekanbaru, Riau, Kamis (8/3). Aksi tersebut untuk melawan ketidakadilan berbasis gender, menghentikan perkawinan anak, serta menghentikan kekerasan terhadap perempuan baik di lingkungan kerja maupun tempat tinggal. - (ANTARA FOTO/Muharrman)

"Covid-19 telah membuat situasi yang sudah sulit menjadi kian buruk bagi jutaan anak perempuan. Sekolah yang tutup, terasing dari teman dan dukungan jejaring, serta meningkatnya kemiskinan seperti menyiramkan minyak pada api yang saat ini dicoba dipadamkan dunia," kata Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.

"Hari Perempuan Internasional menjadi momen penting untuk mengingatkan kita semua tentang apa yang akan luput dari anak-anak tersebut jika kita tidak bertindak segera ---pendidikan, kesehatan, dan masa depan mereka."

Anak perempuan yang menikah di masa anak-anak, kata laporan tersebut, lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan kecil kemungkinannya untuk tetap bersekolah. Mereka menghadapi peningkatan risiko kehamilan dini dan tidak direncanakan, serta komplikasi dan kematian ibu. Isolasi dari keluarga dan teman-teman dapat berdampak berat pada kesehatan mental mereka.

"Covid-19 jelas berdampak pada kehidupan anak perempuan," papar laporan tersebut.

photo
Warga berpawai sambil membawa poster Stop Perkawinan Usia Anak di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/11/2020). Kegiatan dalam rangka mengurangi angka perkawinan anak itu bertujuan agar masyarakat memahami perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak serta pelanggaran terhadap hak anak. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/kye/17 - (ANTARA FOTO)

Pembatasan perjalanan terkait pandemi dan jarak sosial telah mempersulit anak perempuan untuk mengakses perawatan kesehatan, layanan sosial, dan dukungan komunitas yang melindungi mereka dari pernikahan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, dan kekerasan berbasis gender, serta sekaligus membuatnya lebih mungkin terjadi mereka bakal putus sekolah.

Selain itu, keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi mungkin berupaya menikahkan putri mereka untuk meringankan beban keuangan.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa 650 juta gadis dan wanita yang hidup saat ini menikah di masa anak-anak. Sekitar setengah dari mereka hidup di Bangladesh, Brasil, Ethiopia, India, dan Nigeria.

Untuk memutus dampak Covid-19 dan pernikahan anak-anak pada 2030, kemajuan harus segera dikejar. Menekan angka pernikahan anak menjadi target dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

"Dalam satu tahun pandemi, tindakan segera amat diperlukan untuk memitigasi angka korban anak perempuan dan keluarga mereka," ujar Fore.

"Dengan membuka kembali sekolah, menerapkan hukum dan kebijakan, memastikan akses pada kesehatan dan layanan sosial --termasuk layanan kesehatan seksual dan reproduksi-- dan menyediakan perlindungan sosial yang menyeluruh kepada keluarga-keluarga terdampak," katanya.

"Dengan melakukan itu, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko seorang gadis dicuri masa anak-anaknya melalui pernikahan anak," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat