Santri pondok pesantren Baitul Mustofa mengaji dengan penerangan lampu minyak saat pengajian Tadarus Al Quran di lapangan terbuka Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Senin (27/5/2019). | Mohammad Ayudha/Antara

Tajuk

Agama dan Tuhan dalam Peta Jalan Pendidikan

Kita tentu tidak ingin generasi muda Indonesia tersesat tanpa 'agama' di dalam sistem pendidikan.

Isu Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 mendadak mencuat. Kemunculannya di tengah polemik politik dua kubu Partai Demokrat, proses vaksinasi berbagai kelompok masyarakat yang tengah berjalan, persiapan perdana pertandingan sepak bola, dan sebulan menjelang bulan suci Ramadhan.

Peta Jalan Pendidikan Nasional ini dirilis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Mendikbud Nadiem Makarim. Konteksnya adalah proses penyusunan peta jalan ini.

Peta jalan ini belum tuntas. Saat ini masih dalam tahap sosialisasi draf ke berbagai pihak. Ujung akhirnya pada Oktober 2021. Pada saat itu, Kemendikbud merilis versi terakhirnya. Republika, misalnya, mendapatkan dokumen Peta Jalan Pendidikan Nasional bertanda draf Desember 2020. 

Komisi Pendidikan DPR membahas peta jalan ini dengan sejumlah organisasi pendidikan pada Desember 2020. Ada sejumlah masukan, misalnya, peta jalan ini belum memuat soal pendidikan anak usia dini (PAUD). Pada akhir Februari lalu, Peta Jalan Pendidikan Nasional ini didiskusikan terbatas dengan para pimpinan PP Muhammadiyah. 

Dari diskusi tersebut, PP Muhammadiyah memberikan kritikan dan masukan, yang salah satunya adalah mempertanyakan, mengapa 'agama' justru 'hilang' dari dokumen sepenting ini, yang akan bertanggung jawab pada pendidikan generasi masa depan Indonesia. Argumen PP Muhammadiyah jelas dan tegas: Mengacu pada UUD 1945, maka agama adalah unsur integral di dalam pendidikan nasional Indonesia.

Benarkah tidak ada 'agama' di dalam draf Peta Jalan Pendidikan Nasional yang dirilis Kemendikbud? Ya dan tidak. Dari dokumen draf yang diperoleh Republika setebal 75 halaman, kata 'agama' memang tidak masuk di dalamnya. Namun, Kemendikbud mencantumkan soal  'Tuhan dan Ketuhanan' di situ. 

 
Lalu di mana Kemendikbud meletakkan 'Tuhan dan Ketuhanan'? Kata 'Tuhan' muncul di dua halaman.
 
 

Dokumen draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia adalah dokumen yang kompleks, penuh dengan data, bertaburan tabel, diagram, pointers, serta contoh kasus dari berbagai negara. Dokumen ini terdiri atas tiga bagian: Tren global dan masa depan pembelajaran, gambaran pendidikan Indonesia dan tantangannya, dan barulah bagian Peta Jalan Pendidikan Nasional.

Bagian Peta Jalan Pendidikan Nasional adalah yang paling tebal, 35 halaman. Di dalamnya, berisi perumusan strategi dan tahapan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai universitas. 

Lalu di mana Kemendikbud meletakkan 'Tuhan dan Ketuhanan'? Kata 'Tuhan' muncul di dua halaman. Pertama, di halaman yang membahas 'pelajar Pancasila'. Di mana disebutkan, 'pelajar Pancasila Beriman Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia'. Halaman ini berisi soal karakter pelajar Pancasila, yang mandiri, bernalar kritis, kreatif, berkebinekaan global dan bergotong royong. 

Kedua, kata 'Tuhan' muncul di halaman soal penyesuaian kurikulum, pedagogi, dan metode penilaian untuk menanamkan kompetensi yang tepat dalam diri generasi masa depan. Hasil yang diharapkan dari kurikulum ini adalah sebuah karakteristik pelajar Pancasila, yakni salah satunya berketuhanan dan berakhlak mulia. 

 
Kita semua tentu tidak ingin generasi muda Indonesia tersesat. Apalagi, tersesat tanpa 'agama' di dalam sistem pendidikan.
 
 

Sesuai namanya, peta jalan adalah sebuah petunjuk arah untuk mencapai tujuan. Di dalam setiap peta terdapat bagian kompas, yang menunjukkan arah mata angin.

Tanpa pedoman arah itu, peta akan menjadi mubazir, karena meskipun jalannya terlihat jelas, tidak ada penunjuk titik mana kita harus memulai dan berakhir. Akhirnya, malah bisa tersesat, tidak sampai di tujuan, malah berputar-putar. 

Kita semua tentu tidak ingin generasi muda Indonesia tersesat. Apalagi, tersesat tanpa 'agama' di dalam sistem pendidikan, yang tampaknya direduksi ke dalam konsep Pancasila. Karena itu, artinya bencana besar bagi bangsa.

Tentu kita bisa berdebat soal apakah kedua hal ini sama, tapi yang lebih penting dan mendesak adalah di mana seharusnya kita meletakkan agama dan Tuhan ke dalam sistem pendidikan nasional. 

Kemendikbud tentu memahami kritikan dan masukan yang diberikan berbagai ormas Islam ataupun organisasi pendidikan lainnya. Kita berharap, proses penyusunan Peta Jalan Pendidikan Nasional ini dibarengi revisi demi revisi, terutama terkait di mana mendudukkan agama dengan jelas di dalam sistem pendidikan nasional.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat