Sejumlah siswa berkumpul di luar ruangan pelaksanaan kegiatan SWAB PCR di SMA Muhammadiyah, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (24/2/2021). | ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

Opini

Reorientasi Peta Jalan Pendidikan Muhammadiyah

Amal usaha pendidikan Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan membumikan ideologi Muhammadiyah.

ALPHA AMIRRACHMAN, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah dan Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten

McKinsey Global Insitute (2021) merilis laporan “The Future of Work after COVID-19”, di antaranya menyebutkan, wabah ini mengakselerasi paling tidak, tiga tren yang terus berlanjut dengan berbagai implikasinya pada dunia pekerjaan.

Pertama, bekerja dari jauh secara hibrida berlanjut. Kedua, tumbuhnya e-commerce dan delivery economy dengan dua atau lima kali lebih cepat dari sebelum pandemi. Ketiga, perusahaan akan lebih menerapkan otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI).

Implikasinya, pekerja yang tangkas dan efektif semakin dibutuhkan, dengan merekrut pekerja berdasarkan keterampilan tertentu dibandingkan sekadar memiliki ijazah atau gelar.

 
Pembuat kebijakan akan memproritaskan akses setara ke infrastruktur digital demi mengupayakan pekerjaan lebih mobile.
 
 

Pembuat kebijakan akan memprioritaskan akses setara ke infrastruktur digital demi mengupayakan pekerjaan lebih mobile. Dunia pendidikan perlu mengantisipasi hal ini, termasuk pendidikan yang diselenggarakan ormas seperti Muhammadiyah.

Saat ini, tercatat 27.203 satuan pendidikan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang terdiri atas prasekolah, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, SLB, pondok pesantren, madrasah diniyah, takmiliyah, TPQ, PKBM/Kesetaraan, dan perguruan tinggi di penjuru Tanah Air.

Laporan McKLinsey menggarisbawahi pentingnya pendidikan untuk menyiapkan masyarakat pekerja yang adaptif terhadap perubahan era 4.0 yang terakselerasi dengan adanya pandemi, tapi tetap memiliki jati diri dan identitas di tengah mobilitas yang kian dinamis.

Di sinilah pentingnya reorientasi peta jalan pendidikan Muhammadiyah. Amal usaha pendidikan Muhammadiyah saat ini dihadapkan pada tantangan serius untuk mempertahankan dan membumikan ideologi Muhammadiyah pada era 4.0.

 
Di sektor pendidikan, ideologi Muhammadiyah ini mewujud dalam mata pelajaran Al Islam Kemuhammadiyahan. Nilai-nilainya berkelindan dengan falsafah Pancasila.
 
 

Pasca-Muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad dikembangkan konsep dan istilah “Islam berkemajuan” berwatak reformis-modernis. Dalam ranah kebangsaan, ideologi Muhammadiyah ini terpatri dalam bingkai falsafah Pancasila dan NKRI.

Di sektor pendidikan, ideologi Muhammadiyah ini mewujud dalam mata pelajaran Al Islam Kemuhammadiyahan. Nilai-nilainya berkelindan dengan falsafah Pancasila.

Tantangan kedua, mempertahankan inklusivitas. Pendidikan Muhammadiyah pada dasarnya inklusif. Sebagai contoh, sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesia bagian timur sebagian besar dihadiri siswa dan mahasiswa non-Muslim.

Sebagian alumni non-Muslim bahkan menjadi pemimpin di daerahnya. Praktik baik ini perlu dikembangkan di wilayah lainnya. Muhammadiyah pun memperhatikan siswa-siswa berkebutuhan khusus, dengan menyelenggarakan sekolah luar biasa.

Sekolah dan madrasah reguler Muhammadiyah mulai menerima siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa reguler untuk mendorong integrasi sosial.

 
Sekolah dan madrasah reguler Muhammadiyah mulai menerima siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa reguler untuk mendorong integrasi sosial.
 
 

Tantangan ketiga, perluasan akses. Muhammadiyah perlu merumuskan kebijakan pendidikan jarak jauh (PJJ), untuk turut menjawab tantangan akses pendidikan bagi siswa-siswa yang terkendala karena geografis dan lainnya.

Menurut Perraton (2012), PJJ berkembang pesat. Pertama, adanya kepedulian meningkatkan kesetaraan memperoleh akses pendidikan. Kedua, mata pelajaran yang tidak relevan mendorong pembelajaran lebih personalized.

Saat ini, PJJ mendapatkan momentum dengan adanya wabah Covid-19, yakni siswa belajar dari rumah. Muhammadiyah dapat mengembangkan hybrid learning, yaitu perpaduan tatap muka dan jarak jauh.

Ini modal mempersiapkan pekerja mobile sebagaimana diprediksi laporan McKinsey. Tantangan keempat, kualitas satuan pendidikan Muhammadiyah sangat beragam. Kita dapat menemui sekolah dengan kondisi memprihatinkan hingga berprestasi dan prestisius.

 
Dalam perspektif filosofis, ide dasar pendidikan sebagai matra keimanan dan ketakwaan perlu terus dikembangkan agar semakin tecermin dalam budi pekerti.
 
 

Klaster-klaster peningkatan mutu sekolah dapat dibentuk, dengan melibatkan fakultas tertentu di perguruan tinggi Muhammadiyah agar memberikan fokus, di antaranya pada keterampilan digital.

Dalam perspektif filosofis, ide dasar pendidikan sebagai matra keimanan dan ketakwaan perlu terus dikembangkan agar semakin tecermin dalam budi pekerti, sebagai pelajar Pancasila yang berakhlakul karimah.

Selanjutnya, pengembangan tata kelola pendidikan dan SDM dilakukan, dengan mengubah dari orientasi statistik ke big data, orientasi input ke proses output, kepemimpinan individu ke sistem, dari ketergantungan ke kemandirian, dan dari orientasi lokal ke orientasi warga global yang dinamis dan mobile

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat