Penyerahan buku nikah secara massal, di Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Ada beberapa perempuan haram dinikahi bukan karena nasab, melainkan status tertentu yang menyertai. | Antara

Fikih Muslimah

Perempuan-Perempuan yang Haram Dinikahi pada Waktu Tertentu

Ada beberapa perempuan haram dinikahi bukan karena nasab, melainkan status tertentu yang menyertai.

OLEH  IMAS DAMAYANTI

Islam memperbolehkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk memiliki pasangan hidup sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, hak seseorang untuk menikah bukan berarti bisa dilakukan dengan sebebas-bebasnya.

Salah satu yang diatur adalah mengenai larangan bagi laki-laki untuk menikahi perempuan-perempuan pada waktu tertentu yang terlarang dalam syariat. Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan, beberapa perempuan haram untuk dinikahi bukan karena adanya pertalian nasab (keturunan), melainkan karena adanya status tertentu yang menyertainya.

Pertama, diharamkan memperistri dua orang kakak beradik. Haram hukumnya mempermadukan (menghimpunkan) antara dua orang perempuan kakak beradik dalam satu pernikahan pada suatu masa yang bersamaan.

Diharamkan juga mempermadukan antara seorang perempuan dan bibinya (baik dari pihak ibu maupun saudara ayah). Sebagaimana juga yang diharamkan mempermadukan antara dua orang perempuan yang ada hubungan mahram antara keduanya. Seandainya salah seorang dari keduanya adalah laki-laki, tidak dibenarkan berlangsungnya pernikahan antara keduanya.

 
Haram hukumnya mempermadukan antara dua orang perempuan kakak beradik dalam satu pernikahan pada suatu masa yang bersamaan.
 
 

 

Sebagai contoh, seseorang yang mengawini perempuan lalu menikahi juga keponakannya. Larangan ini dijelaskan secara tegas sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah an-Nisa ayat 23 dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Nabi Muhammad SAW melarang laki-laki menghimpunkan (dalam suatu pernikahan) antara seorang perempuan dan bibinya.

Adapun alasan diharamkannya pernikahan jenis tersebut adalah untuk menjaga kerukunan dan ketenangan dalam kehidupan berkeluarga. Bagaimanapun, hal-hal semacam itu dapat menimbulkan perasaan saling curiga, cemburu, benci, dan saling bermusuhan yang dapat berakibat pada hancurnya pertalian saudara dan kasih sayang.

Dijelaskan juga bahwa pernikahan semacam ini jelas dilarang bukan hanya dalam suatu perkawinan yang masih berlangsung, melainkan ketika si istri pertama belum melewati masa iddahnya setelah diceraikan oleh suaminya.

Kedua, perempuan yang masih terikat pernikahan dengan orang lain. Haram hukumnya menikahi perempuan yang masih dalam ikatan pernikahan dengan orang lain ataupun yang masih menjalankan masa iddah.

Hal itu sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Alquran surah an-Nisa penggalan ayat 24, yang artinya: "Dan (diharamkan juga bagimu mengawini) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu."

Ketiga, larangan menikahi pezina sebelum bertobat. Tidak dihalalkan bagi seorang Muslim mengawini seorang perempuan yang dikenal (berprofesi) sebagai pezina atau pelacur. Sebagaimana juga tidak dihalalkan bagi seorang Muslimah menikahi seorang laki-laki yang dikenal sebagai pezina atau pelacur, kecuali setelah kedua-duanya sudah bertobat.

 
Allah SWT telah menjadikan kesucian (yakni kehidupan yang bersih dan terjauhkan dari perzinaan) sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi.
 
 

Hal itu karena Allah SWT telah menjadikan kesucian (yakni kehidupan yang bersih dan terjauhkan dari perzinaan) sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Aturan itu berlaku bagi laki-laki maupun perempuan sebelum berlangsungnya pernikahan.

Keempat, menikahi pezina yang telah bertobat. Untuk pendapat ini, Hasan al-Bashri berpandangan, seorang laki-laki diharamkan untuk selama-lamanya menikahi pasangan perempuannya yang pernah berzina dengannya.

Hal itu karena pernikahan merupakan karunia suci Allah SWT bagi hamba-hamba-Nya. Maka dari itu, siapa saja yang menyia-nyiakan karunia itu dan melanggar kesuciannya, dia harus menerima hukuman dengan tidak memperkenankannya meneruskan hubungan dengan pasangannya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat