Mengerem kebutuhan tersier menjadi satu-satunya pilihan bagi mereka yang tak punya dana darurat. | Freepik.com

Perencanaan

Mengerem Kebutuhan Tersier

Mengerem kebutuhan tersier menjadi satu-satunya pilihan bagi mereka yang tak punya dana darurat.

OLEH RAHMA SULISTYA

 

Kondisi perekonomian masyarakat dan dunia masih belum stabil akibat pandemi yang masih berlanjut. Karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kreativitasnya dalam mencari solusi untuk bertahan, termasuk para pebisnis yang penjualannya pun kian miris.

Tak heran pula jika ada beberapa dari warga yang diberhentikan dari tempat kerjanya yang gulung tikar. Kini, beberapa negara sudah belajar kembali hidup normal.

Bagaimana dengan Indonesia? Tampaknya, kasus korona masih tetap melonjak, tetapi perputaran keuangan harus tetap berjalan. Mengerem kebutuhan tersier menjadi satu-satunya pilihan bagi mereka yang tak punya dana darurat.

Pengamat Konsumen dan Pakar Marketing Yuswohady melihat saat ini inflasi di Indonesia menurun dan permintaan berkurang sehingga harga barang serbamurah. “Jadi, sekarang yang dihadapi oleh produsen itu permintaan enggak ada,” kata dia saat dihubungi Republika, beberapa hari lalu.

Karena harga sejumlah produk menurun, kata dia, upaya penghematan sudah bisa dikendurkan. Meski begitu, justru inilah saatnya kita bijak membagi antara kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. “Mungkin lebih tepatnya prioritas spending antara menjaga risiko.” 

photo
Membeli kebutuhan tersier pada masa pandemi menjadi sesuatu yang harus diperhitungkan kembali. - (Pixabay)

Jika ada keluarga yang terdampak pandemi, misalnya, diberhentikan dari pekerjaan, menurut dia, keuangannya lebih baik dihemat dan tidak dibelanjakan ke hal-hal nonprioritas. Sementara, saat ini yang menjadi prioritas adalah kesehatan. “Insurance di 2021, khususnya life sama health akan naik karena ada risiko sakit atau meninggal lebih besar,” ujar Yuswohady.

Pengeluaran lain terkait kesehatan, dia menambahkan, misalnya memenuhi kebutuhan vitamin A, C, E karena semua orang memprioritaskan imunitas, termasuk juga olahraga. Jadi, alokasi keuangan diarahkan ke prioritas semestinya.

“Sekarang itu seperti balik ke kebutuhan basic. Pada masa sulit begini, esensial needs jadi enggak begitu mendesak,” ungkap Yuswohady yang juga pengamat konsumen.

Demi ekonomi secara keseluruhan, dia menambahkan, sebaiknya demand itu dapat secepatnya balik lagi, baik dari kebutuhan esensial maupun nonesensial. Karena jika perusahaan nonesensial berhenti produksi, otomatis para pebisnis, seperti di ranah fashion dengan produk bermerek, dapat berguguran.

 
Sekarang itu seperti balik ke kebutuhan basic. Pada masa sulit begini, esensial needs jadi enggak begitu mendesak.
 
 

“Satu kuncinya, vaksin. Jadi, begitu vaksin tersedia secara luas, kepercayaan konsumen mulai bangkit, maka spending akan ikut bangkit. Orang mulai berani keluar rumah. Tapi, ternyata enggak semudah itu,” ujar Yuswohady.

Sebut saja salah satu merek baju ternama yang tampak di beberapa mal cukup sepi pengunjung. Pantauan Republika beberapa waktu lalu di Pesona Square Depok, Kota Depok, Jawa Barat, sejumlah merek sudah memasang diskon gila-gilaan, tetapi tetap saja sepi pengunjung. Tempat yang ramai adalah gerai restoran dan area kuliner. Jadi, pengunjung mal sepertinya ke sana sekadar cuci mata dengan menerapkan protokol kesehatan. 

Beberapa kaum milenial yang biasa membeli produk bermerek pun mengakui mengurangi pengeluarannya. Contoh salah seorang warga Bogor, Nanda Ardiansyah (24 tahun), yang biasanya cukup intens membeli baju setiap bulannya, kini dia membatasi kebiasannya itu. “Sudah setahun belanja baju di online shop dan bermerek lokal. Walau sekarang sudah beberapa kali ke mal, belum minat beli baju,” kata dia.

Mengeluarkan uang pada barang-barang tak mendesak pun dipikirkannya masak-masak, termasuk untuk memulai hobi baru dan membeli sepeda untuk berolahraga. “Jadinya kemarin beli akuarium saja. Pelihara ikan yang tidak terlalu besar keluar uangnya dan jadi hobi baru,” ungkap lulusan Universitas Pakuan itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Yuswohady (yuswohady)

Tips Pengaturan Keuangan dari Perencana Keuangan OneShieldt, Agustina Fitria

1. Seleksi pengeluaran: prioritas pada kebutuhan hidup mendasar

2. Buat rencana menu makanan beberapa hari ke depan: semua terencana agar bisa mengurangi stok berlebihan

3. Kurangi pengeluaran bersifat gaya hidup: fokuskan pada kebutuhan hidup mendasar dan kemampuan berhemat atau membantu orang sekitar. Seringlah berbelanja daring untuk mencegah penularan Covid-19

4. Siapkan kuota internet yang cukup untuk produktivitas belajar dan bekerja dari rumah

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat