Pengunjuk rasa melayangkan salam tiga jari sebagai simbol perlawanan kudeta dalam aksi di Yangon, Myanmar, Jumat (19/2). | EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING

Internasional

Pendemo Myanmar Ditembak Mati

Kepergian Mya Thwate Thwate Khaing meningkatkan tekanan kepada junta Myanmar.

 

YANGON -- Pendemo Mya Thwate Thwate Khaing (20 tahun) meninggal pukul 11.00 waktu setempat, Jumat (19/2). Ia ditembak polisi pada 9 Februari dan menjadi ikon yang menarik ratusan ribu pengunjuk rasa menggelar aksi di seantero Myanmar dalam upaya memprotes kudeta militer Myanmar.

Mya Thwate Thwate Khaing meninggal setelah bertahan hidup dengan alat bantu selama 10 hari di unit perawatan intensif (ICU) rumah sakit di Naypyitaw. Ia dirawat setelah ditembak di kepala oleh polisi yang menumpas unjuk rasa. Ia sempat berulang tahun ke-20 saat berada di ICU.

Kepergian Mya Thwate Thwate Khaing meletupkan amarah di seantero negeri. Massa kian marah atas penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang memimpin partai National League for Democracy (NLD). Kudeta militer terjadi 1 Februari lalu, tiga bulan setelah NLD memenangi pemilihan umum (pemilu).

Militer pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing menuding ada kecurangan dalam pemilu. Kudeta ini menghentikan proses transisi demokrasi yang dimulai pada tahun 2011 lalu.

Kakak Mya Thwate Thwate Khaing, yaitu Mya Thatoe Nwe, berbicara saat ia berada di ruang jenazah rumah sakit. Ia mendesak massa agar tidak menyerah untuk berjuang demi memulihkan demokrasi.

"Tolong berpartisipasi dan lanjutkan berjuang hingga kita mencapai tujuan kita, " ujarnya. Menurutnya, pemakaman kakaknya akan dilakukan Ahad (21/2).

Juru bicara junta militer tidak menyangkal adanya penembakan oleh pasukan keamanan. Namun, dalam konferensi pers pekan ini, ia menyebut Mya Thwet Thwet Khine berada di tengah kerumunan orang yang melemparkan batu ke arah polisi. Militer menyebutkan penembakannya sedang diselidiki.

Lembaga advokasi Human Rights Watch (HRW) menuding tangan polisi Myanmar berlumuran darah. "Petugas yang menembak harus diinvestigasi, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku," ujar Phil Robertson, deputi direktur HRW untuk Asia.

"Itu satu-satunya cara layak untuk menghormati kenangan akan wanita muda yang pemberani ini," katanya mengacu pada Mya Thwet Thwet Khine.

photo
Pengunjuk rasa membentangkan poster Aung San Suu Kyi di depak polisi yang berjaga-jaga mengawal aksi di Yangon, Myanmar, Kamis (18/2). - (AP/STR)

Pengunjuk rasa mengusung Mya Thwet Thwet Khine sebagai pahlawan. Kini berita kepergiannya kian menyulut semangat gerakan pengunjuk rasa yang mengusul aksi pembangkangan sipil.

"Saya merasa sedih. Kini saya makin bertekad untuk turun ke jalan," ujar Nay Lin Htet (24 tahun) di tengah aksi di Yangon. "Saya bangga kepadanya dan akan terus turun ke jalan sampai kami mencapai tujuan yang diusungnya, Saya tidak peduli pada keamanan diri saya," katanya menambahkan.

Banyak pengunjuk rasa yang beraksi selama dua pekan terakhir adalah generasi Z, seperti Mya Thwet Thwet Khine. Ia seorang karyawati di toko kebutuhan sehari-hari.

Penembakannya mengingatkan pada aksi massa 2011 untuk menentang militer yang telah berkuasa selama setengah abad. Sepanjang militer berkuasa, ribuan orang tewas dan banyak orang dipenjara.

Sesaat setelah penembakan Mya Thwate Thwate Khaing, video dan fotonya langsung viral di media sosial. Ia terlihat memakai helm motor dan kaus merah, lalu tersungkur ke tanah dengan punggung menghadap ke barisan polisi. Sementara itu, militer menyebut ada seorang polisi yang tewas dalam aksi.

Sejak tertembak, Mya Thwet Thwet Khine dikenang dalam aksi-aksi massa. Fotonya yang berukuran besar digantung di jembatan Yangon, lengkap tulisan, "Mari bersama menentang ditaktor yang membunuhi orang."

Sanksi

Sementara itu, Inggris menjatuhkan sanksi kepada tiga pemimpin militer Myamar, Kamis (18/2). Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan, memberlakukan larangan perjalanan dan pembekuan aset terhadap Menteri Pertahanan Jenderal Mya Tun Oo, Menteri Dalam Negeri Home Letjen Soe Htut, dan wakilnya, Letjen Than Hlaing. Menurut Inggris, Kanada juga memberlakukan tindakan serupa. 

Masyarakat yang menentang kudeta militer Myanmar menyambut baik sanksi Inggris dan Kanada. Pengunjuk rasa juga bersiap turun ke jalan yang rutin dilakukan setiap hari dalam dua pekan terakhir.

Jepang juga mengatakan sepakat dengan India, Amerika Serikat (AS) dan Australia mengenai pemulihan demokrasi di Myanmar. Setelah militer menggulingkan pemerintahan sah peraih Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi yang kini masih ditahan.

Aktivis Thinzar Shunlei Yi mendukung Inggris membekukan aset dan melarang masuk tiga orang jenderal Myanmar serta menghentikan semua bantuan ke militer negara Asia Tenggara tersebut. Inggris juga melarang pengusaha mereka bekerja sama dengan Angkatan bersenjata Mynamar. Kanada mengatakan mengambil tindakan terhadap sembilan pejabat militer Myanmar.

"Kami mendesak negara lagi mengkoodinasikan dan menyatukan respon, kami menunggu Uni Eropa mengumumkan sanksi pada 22 Februari," kata Yi di Twitter, Jumat (19/2).

photo
Pengunjuk rasa membentangkan poster mengecam sikap Cina terhadap kudeta Myanmar dalam aksi di Yangon, Jumat (19/2).  - (EPA-EFE/LYNN BO BO)

Ia mengajak masyarakat Myanmar berkumpul di depan kantor Uni Eropa untuk mendesak blok itu mengambil tindakan terhadap bisnis militer. Junta Myanmar belum memberikan reaksi atas sanksi-sanksi terbaru. Kamis (18/2) juru bicara Angkatan Bersenjata Myanmar mengatakan mereka sudah memperkirakan sanksi-sanksi tersebut.

Dalam sejarahnya jenderal-jenderal Myanmar tidak peduli dengan tekanan dari negara asing. Mereka juga dekat dengan Cina dan Rusia yang lebih lunak dibandingkan negara-negara Barat. Negara-negara Barat sudah memberikan sanksi pada Ketua Junta Militer Min Aung Hlaing atas penindakan keras terhadap masyarakat minoritas muslim Rohingya 2017 lalu.

"Memberikan sanksi pada pemimpin militer lebih bertindak simbolis, tapi langkah menerapkan sanksi pada perusahaan-perusahaan militer lebih efektif," kata Direktur Burma Campaign UK, Mark Farmaner.

Setelah berkuasa selama hampir setengah abad di negara dengan populasi 53 juta orang itu militer Myanmar memiliki banyak bisnis di berbagai bidang mulai dari perbankan, bir, telekomunikasi hingga transportasi. Pada 1 Februari lalu Angkatan Bersenjata Myanmar merebut kekuasaan dengan paksa.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat