Bukit Uhud di dekat Madinah, Arab Saudi, menjadi saksi bisu banyaknya sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur dalam medan jihad. Salah seorang di antaranya adalah Anas bin an-Nadhar. | DOK ANTARA / Zarqoni

Kisah

Mujahid yang Mencium Aroma Surga

Sungguh, aku telah mencium aroma surga dari balik Bukit Uhud

OLEH HASANUL RIZQA

Para sahabat Nabi Muhammad SAW merupakan golongan yang mulia. Mereka dengan setia dan penuh keikhlasan mengiringi dakwah Rasulullah SAW. Jangankan tenaga dan harta, nyawa sekalipun mereka siap untuk mengorbankannya demi tegaknya risalah tauhid.

Salah seorang di antaranya adalah Anas bin an-Nadhar. Berasal dari Madinah, paman Anas bin Malik ini memeluk Islam begitu Nabi SAW tiba di kota tersebut. Di tengah kaumnya, Suku Khazraj, ia termasuk pemuka yang dihormati. Kepribadiannya dikenal luas sebagai sosok yang bijaksana, cerdas, serta berani membela kebenaran dan keadilan.

Ketika Perang Badar terjadi, Ibnu an-Nadhar berhalangan hadir karena suatu uzur syar’i. Sebagaimana dituturkan Anas bin Malik, pamannya tersebut merasa amat menyesali ketidakhadirannya itu. Apalagi, sudah lama dirinya mengidamkan gugur sebagai syuhada di jalan Allah (fii sabilillah).

“Pamanku, Anas bin an-Nadhar, tak turut serta di Perang Badar bersama Rasulullah SAW. Ia bertakbir dan berkata, ‘Aku terluput dari jihad pertama yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah! Kalau Allah nanti mempertemukan aku dengan perang lainnya bersama Rasulullah, Allah akan melihat apa yang kuperbuat,” ujar Anas bin Malik menuturkan ulang perkataan sang paman.

Dalam pandangan Nabi SAW, Ibnu an-Nadhar merupakan seorang yang berpegang teguh pada keyakinan iman dan Islam. Bahkan, ridha Allah menaungi perkataan yang keluar dari lisannya. Anas bin Malik menceritakan, pada suatu hari firman-Nya turun, yakni surah al-Ahzab ayat 23.

 
Dalam pandangan Nabi SAW, Ibnu an-Nadhar merupakan seorang yang berpegang teguh pada keyakinan iman dan Islam.
 
 

Artinya, “Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).”

Menurut sang pelayan Rasulullah SAW itu, ayat tersebut turun berkenaan dengan kejadian yang dialami pamannya, yakni komentarnya atas kasus ar-Rubayyi binti an-Nadhar. Perempuan itu diketahui telah mematahkan satu gigi seri seorang budak perempuan. Pihak keluarga an-Nadhar langsung meminta maaf kepada sang hamba sahaya serta keluarga majikannya. Akan tetapi, permintaan maaf itu ditolak.

Perkara ini kemudian dibawa ke hadapan Nabi SAW. Pihak korban menghendaki qisas (qishash) atau pembalasan yang setimpal. Anas bin an-Nadhar yang turut dalam majelis meminta keringanan kepada beliau. “Wahai Rasulullah, apakah engkau juga akan mematahkan gigi ar-Rubayyi? Janganlah. Demi Zat Yang mengutus engkau dengan kebenaran, kumohon jangan engkau patahkan gigi serinya,” pintanya.

“Wahai Anas, Kitabullah menetapkan qisas,” jawab Rasulullah SAW singkat.

Sebelum pelaksanaan hukuman, tiba-tiba pihak keluarga korban mencegahnya. Kesalahan ar-Rubayyi lantas dimaafkan sehingga qisas tidak jadi dilaksanakan. Nabi SAW bersabda, “Sungguh, di antara hamba-hamba Allah itu ada seseorang yang kalau dia bersumpah, Allah akan memenuhinya.”

 
Nabi SAW bersabda, “Sungguh, di antara hamba-hamba Allah itu ada seseorang yang kalau dia bersumpah, Allah akan memenuhinya.”
 
 

Maksud beliau adalah, Anas bin an-Nadhar memiliki keutamaan. Ketika dia sudah bersumpah atas Nama Allah, lalu Allah mewujudkan keinginannya. Ia telah mengucapkan demi Allah dalam permohonannya agar ar-Rubayyi diampuni. Walaupun Nabi SAW telah meloloskan qisas, hukuman tersebut akhirnya dibatalkan karena pihak korban meridhai.

Syahid di Uhud

Pertempuran Uhud memperhadapkan antara kaum Muslimin dan musyrikin Quraisy pada 22 Maret 625 M atau 7 Syawal tahun ketiga Hijriah. Dinamakan Perang Uhud karena lokasi peristiwanya terjadi di dekat Bukit Uhud, sekitar 6 kilometer dari pusat Kota Madinah.

Perang ini pecah beberapa bulan usai kemenangan umat Islam dalam Perang Badar. Pasukan Muslim saat itu berjumlah 700 orang, sedangkan musuh mencapai lebih dari empat kali lipatnya atau sekira 3.000 orang. Rasulullah SAW memimpin langsung pasukannya. Di pihak lain, Abu Sufyan menjadi komandan dari kubu kafir.

Inilah momen yang dinanti-nantikan Anas bin an-Nadhar. Dalam perjalanan menuju tempat pasukan Muslimin berkumpul, dirinya berpapasan dengan Sa’ad bin Muadz. “Wahai Abu Amr, mau ke mana engkau?” tanya Ibnu Muadz.

“Sungguh, aku telah mencium aroma surga dari balik Bukit Uhud!” kata Anas dengan wajah berbinar.

 
Sungguh, aku telah mencium aroma surga dari balik Bukit Uhud!
 
 

Rasulullah SAW memerintahkan barisan Muslimin untuk menyongsong kedatangan musuh di luar Kota Madinah. Beliau menempatkan sebanyak 50 orang pasukan pemanah di atas Jabal Uhud. Mereka ditugaskan untuk terus berpatroli di bukit tersebut dan jangan meninggalkan pos sebelum pertempuran benar-benar usai. Adapun sebagian besar pasukan lainnya ditempatkan di celah bukit tersebut.

Pasukan Muslimin sebenarnya nyaris memperoleh kemenangan. Namun, para pemanah di atas bukit tergiur harta rampasan perang. Mereka pun lalai dari instruksi Nabi SAW untuk tetap berada di sana.

Akibatnya, pasukan musuh yang dipimpin Khalid bin Walid—saat itu belum beriman—dapat memukul balik pertahanan umat Islam dari atas bukit. Pasukan Muslimin pun tercerai berai. Bahkan, sempat muncul isu bahwa Rasulullah SAW gugur, tetapi beliau dengan gagah berani tetap bertempur. Tubuh dan wajah beliau mengalami luka-luka.

Seorang sahabat memberikan kesaksian. Ketika Muslimin kocar-kacir, beberapa orang langsung patah semangat. Seketika, Anas bin an-Nadhar berseru lantang, “Mengapa kalian diam!? Bangkitlah!” Ia pun terus maju mengayunkan pedangnya ke gerombolan musuh hingga akhirnya tersungkur.

Usai pertempuran itu, jasad Anas bin an-Nadhar ditemukan di antara puluhan sahabat yang gugur. Melihat keadaannya, ar-Rubayyi berkata, “Sungguh, tak kukenali saudaraku ini kecuali dari ruas-ruas jemarinya.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat